16. Berjuang

24 4 0
                                    

Jendela kaca menyambut cahaya lemah sang mentari. Tirai jendela itu berkibar, menopang angin yang menari di sana. Langit menelantarkan awan redup, hingga rintik hujan mulai turun ke bumi.

Di sudut ruangan, Letta menatap coretan di kening dan sayap di punggungnya. Tanpa kedip. Sial!

Ponsel Letta berdering, tertera nama Rian di layarnya. Baru saja Letta menggeser layar, suara Rian telah menyambutnya.

"Selamat pagi, Superwoman!"

"Haaaii!" ujar Veya dan Akbar, menyusul suara Rian.

Mereka bertiga di ambang pintu kamar Letta. Letta menurunkan ponsel dari telinganya, sedikit menganga. "Ngapain?"

"Main," ujar Veya santai.

"Gue belum mandi,"

"Bau lo nyampe sini," ujar Rian yang menyender di pintu.

"Bego lo nyampe tulang," balas Letta.

"Sukses lo jadi Superwoman?" tanya Rian.

"Diam lo, Superbego!" Letta melotot, jelas ia jengkel pada Rian.

Rian tertawa ringan. "Maaf."

"Kita ke sini buat ngajakin lo ke studio musik. Nih, ide dari Akbar," tutur Veya.

"Harus banget pagi kayak gini?"

"Ke tempat latihan Rian dulu. Jadi pas Rian udah siap latihan, kita langsung ke studio. Si Akbar pengen kita tuh sesekali ngumpul di situ, tap--"

"Bacot," jawab Letta dengan ekspresi datar, sambil menutup mulut Veya pakai tangannya. "Gue mau mandi dulu!"

"Heh kalian, anak cowo. Keluarlah, ngapain lagi di sini?" kata Veya.

"Gak jelas banget sih," Letta melirik Rian dan Akbar dengan tajam.

"Istighfar Yan, kita istighfar," Akbar mengelus dada Rian.

"Salah kami apa?" tanya Rian tanpa intonasi.

"Keluar, lama banget sih!" bentak Veya.

BRAK!

Bantingan pintu itu terdengar setelah Rian dan Akbar keluar dari kamar Letta. "Cewe aneh!" teriak mereka dari luar.

Letta berdiri, membuka pintu kamarnya kembali. "Siapa cewe aneh?" Letta berkacak pinggang.

"Ngga, ini si Rianti, haha...," di sanalah Rian seketika berubah menjadi seperti perempuan, dengan tangan melambai dan senyum manja, menyetujui perkataan Akbar barusan.

"Akwu yhang anech," andai kalian tau bagaimana suara melengking Rian kala itu.

"Cantik," ujar Akbar yang kemudian menerima pukulan dari Rian. Ralat, Rianti.

***

Mereka berempat datang ke lapangan basket yang terbuka, tempat Rian latihan. Rian dan Akbar menyalami tangan teman mereka yang menyambut.

"Lo berdua, duduk gih." Rian mempersilakan Akbar dan Veya untuk duduk di bangku.

"Siapa yang suruh lo duduk di situ?" tanya Rian yang melihat Letta ikut duduk di sebelah Veya.

"Mau lo apaan sih?" kesal Letta.

"Lo di ayunan itu," Rian menunjuk ayunan kayu yang ada di pinggir lapangan, tak jauh dari tempat Veya dan Akbar.

"Ah, gila lo?" Letta tak mengerti karena Rian mengucapkan itu dengan wajah serius.

"Gue serius."

LETTER (Suratku Bagimu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang