Senyummu, tawamu, matamu, suaramu, sikapmu, dan hatiku.
Kuingin jadi matahari, biar kau meleleh!
Sungguh, tidak ada yang boleh menertawakan niatku itu.
Aku ingin mengajakmu melukis, hingga semua warna yang ada di bumi ini hanya kita yang miliki.
Aku ingin menyuruhmu beli pena, lalu kita tulis semua kisah petualang paling keren dibanding generasi siapapun.
Hey, ini bisnis kita. Jadi kumohon, jangan duduk manis tanpa apa apa, diam saja dan berlaga tak peduli. Oh, ayolah. Hentikan sikap dinginmu yang jelek itu.
Untukmu,
Manusia modern, pemenang keunikan dengan gaya klasik.
-Manusia tampan.
***
Titik.
Letta bergumam, lalu menutup gulungan kertas yang ia baca. Setelah 4 hari, Letta memutuskan membacanya sekarang. Kemarin itu ada banyak halangan, seperti: gengsi.
Letta tersenyum miring menatap kertas itu.
Hah, basi!
4 hari yang lalu, tepatnya hari Senin. Rara memanggil Rian untuk keluar kelas, lalu berbincang agak lama. Letta tak bisa melihat bagaimana wajah Rian, karena Rian membelakangi kelas.
Namun yang jelas, Rara terlihat sedang memohon atau memasang tampang sedih, wajahnya pucat. Ketika Rian kembali masuk ke dalam kelas, dia malah buru-buru mengambil tas, lalu pulang begitu saja.
Satu kata di benak Letta: Rara?
Lalu hebatnya, sampai pagi ini, Rian tiada kabar. Cuaca mendung, mengerti suasana hati pemilik kota. Malas rasanya untuk ke sekolah, Kamis yang menyebalkan.
Ke mana dia? Hilang supaya dicari? Mau membuat orang menyesal setengah mati karena tingkahnya? Merasa khawatir padanya?
Hahaha, Minta saja hal itu pada Rara! Mantan terindahnya, ah!
Letta kesal memikirkan Rian. Padahal baru pagi, namun sudah menimbulkan masalah di hati. Dikira, suasana hati bisa dikendalikan dengan telapak tangannya saja? Menyebalkan!
Letta memilih naik angkutan umum saja. Sudah diterka dari awal, pasti saja isinya sepi. Jelas, pagi yang sangat mendung, atau pertanda akan badai. Sejujurnya Letta merasa sedikit takut di tengah daun yang gugur, teriakan supir angkot, langit gelap, dan beberapa petir. Namun, sudahlah. Seperti pagi ini, hatinya juga kacau sekali.
Letta mengetuk jendela angkot dengan jemarinya, terus memandang langit yang sedang sedih.
"Sampai, neng!"
Letta tersentak. Ternyata supir angkot sudah meneriakinya dari tadi. Oh astaga, ini semua gara-gara Rian! Letta jadi tidak fokus pada lingkungan.
Letta turun, gerbang sekolah hampir ditutup. Melihat itu, Letta membalikkan lagi badannya, memilih pulang saja. Biar saja telat, biar saja pulang.
"AYO!!!"
Letta ditarik kuat oleh seseorang, lalu mereka berlari memasuki gerbang. Satpamnya saja kaget, seperti kesal karena mereka menerobos gerbang dan sedikit menabraknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LETTER (Suratku Bagimu)
Teen Fiction#137 - hati "Lihat gue, Rian!" Bentak Letta. "Jangan, kalau gue jatuh cinta, gimana? Bisa lo balas?" kata Rian santai. "Astaga!!! VEYA, AKBAR, SI RIAN UDAH STRESS!" Letta berteriak, memanggil kedua sahabatnya lagi yang mungkin sedang makan di kantin...