Matahari mulai muncul di ufuk timur. Cahaya hangatnya mulai menerobos jendela kamar seorang gadis berparas cantik dan bertubuh ideal yang sedari tadi sibuk menyiapkan peralatan sekolahnya. Ia Namira. Ini hari pertama Namira kembali kesekolah setelah libur semester kenaikan kelas. Ia sekarang menginjak bangku kelas 3 sekolah menengah akhir. "Wahhh akhirnya udah kelas 3 bentar lagi kuliah bentar lagi kerja terus nikah deh" sambil memegang pipinya yang merona. "Dih ngayal apaan sih gue" tersadar dari lamunannya. Ia pun segera mandi dan sarapan. Dengan setengah berlari ia menuruni tangga dan memeluk mamanya "pagi mamaaaa". " Mama udah ingatin berkali-kali jangan lari2 ditangga. Bandel banget anak mama" sambil mencubit hidung Namira. "Waaa mama bikin sandwich. Makan dulu ah" dengan sigap tangannya memindahkan sandwich yang sudah berada di mulutnya yang penuh. "Papa sama Yara mana, Ma?" tanya Namira sambil mengunyah sandwichnya. "Papa udah berangkat sama Yara. Papa kan janji mau nganterin Yara di hari pertama dia masuk SMA" jawab mamanya sambil mengoles saos di sandwich. "Ooo iya. Dahhh mama Namira berangkat ya" sambil mencium tangan mamanya. "Hati2 dijalan ya sayang. Jangan ngebut" teriak mamanya dari dapur karena Namira sudah berlari menuju garasi. Namira memang anak yang mandiri. Ia lebih memilih memakai motor putihnya daripada diantar supir pribadi keluarganya. Tiba di sekolah ia memarkirkan motornya dengan tergesa-gesa setelah antri di gerbang sekolah. Karena hampir semua siswa disini juga membawa kendaraan seperti Namira. Ia lalu menuju mading dan mencari namanya. "Yeyyyy dapat. Apa! Aku dikelas ipa 6? Ujung banget. Mana temen deket gue gaada yang dikelas ini" ia berjalan gontai menuju kelas barunya. "Namiraaaaa!!!" panggil Alisya. Namira menoleh kebelakang lalu berlari menuju Alisya. Ia juga melihat sahabat2 nya yang lain Maura dan Gita. "Kita bertiga sekelas, Ra. Sayang banget gaada lo" ucap Gita yang berhasil membuat Namira ternganga. "Apaaaaaa!!! Cuma gue yang misah? Ihhhh kok sekolah jahat gini sih" rengek Namira. "Yaudah yuk kita ke kelas baru Namira aja" ajak Alisya. Mereka berempat pun berjalan bersama. "Eh lo sekelas sama Terry, Ra? Dia baik banget lo. Gue kan pernah sekelas sama dia" ucap Maura dan Gita pun mengiyakan karena mereka berdua memang pernah sekelas. "Yaudah lo temenan sama dia aja. Kita ke kelas dulu ya" Maura melambaikan tangannya kepada Namira. "Git, kalian di kelas mana?" tanya Namira sambil menarik Gita yang tertinggal dibelakang. "Kelas ipa 1" sambil menunjukkan jarinya. "Hahhhhh!!! Ujung ke ujung dong. Huaaaaa" rengek Namira lagi. Gita memeluk Namira lalu kembali ke kelas nya. "Bye, Ra. Nanti istirahat kita ke kelas lo kok" Gita juga melambaikan tangannya.
Namira berjalan masuk ke kelas. Lalu ia melihat sosok yang sepertinya.... "Aldi!!!!!" pekiknya tanpa peduli teman sekelas barunya memperhatikannya dengan aneh. "Woy alay. Apaan" jawabnya karena sadar sedang di perhatikan teman2nya. "Ternyata lo sekelas sama gue ya ih gue seneng banget akhirnya punya temen" sambil meninju lengan Aldi. "Lah itu bukan teman" tunjuknya satu per satu pada teman2 mereka yang baru. "Ya temen tapi kan belom akrab" Namira tersenyum sok imut sambil berkedip. "Apaan tuh maksud lo senyam-senyum begitu. Hahhhhh dasar basi banget. Yaudah duduk lo disebelah gue. Mumpung masih kosong." ajaknya seakan mengerti maksud senyuman Namira. "Yeyyyyy asik. Peka banget deh temen gue yang satu ini." ia langsung segera duduk sebelum Aldi berubah pikiran. Aldi adalah teman sekelasnya saat ia kelas 2 dan ia lumayan dekat dengan Aldi. Jadi wajar saja Namira bersikap seperti itu.
Bel berbunyi. Namira berjalan keluar kelas. "Mana nih temen2 yang janji mau ke kelas gue" Namira mendengus. Ia pun melihat dari depan kelasnya. Kelasnya yang strategis membuat ia bisa melihat kelas teman2nya dari depan kelasnya. "Oh belom ada yang keluar kelas ya" sambil memperhatikan kelas teman2nya dari kejauhan. Ia merasa belum cukup akrab dengan teman2 barunya. Maklum saja karena Namira bukan tipe anak yang mudah bergaul. Ia bukannya pilih2 teman. Hanya saja ia bingung harus bagaimana memulai percakapan dengan orang baru. Ia takut di bilang sok kenal atau apalah nantinya. Ia pun memutuskan untuk menunggu temannya di bangku depan kelasnya tanpa menghiraukan orang yang berlalu-lalang di depannya. "Woy" seseorang menjambak rambut Namira seakan sengaja memancing amarahnya.