Mark

308 15 1
                                    

"Pokoknya nggak mau!"

Di dalam mobil yang melaju kencang seorang wanita paruh baya terlihat kerepotan karena anak laki-laki di depannya.

"Mark nggak mau, titik!"

Wanita itu menghela napas panjang. Kesabarannya sudah mulai habis.

"Tapi papamu yang minta, Mark! Jadi kamu harus mau!", kata wanita itu, Mira.

"Mama, tapi Mark nggak mau. Mark bosen!"

Sekali lagi Mira menghela napasnya, kali ini lebih panjang. Menghadapi anaknya yang satu ini memang susah, ia jadi menyesal sendiri sering memanjakannya sehingga sangat keras kepala.

"Mark, please! Nurut sekali ini aja sama mama!"

"Mama tapi--"

"Nggak ada tapi-tapian. Kamu harus pilih!"

Kata 'pilih' itu membuat Mark merasa dilema, lagi. Ia harus memilih antara dua pilihan. Dua pilihan yang sama-sama menguntungkan dan merugikan baginya. Kedua orang tuanya mengharapkan ia mau ikut dengan mereka tinggal di Kanada, tempat kelahirannya. Tetapi hal itu membuatnya harus rela meninggalkan teman-temannya di Indonesia. Ia tidak mau jika harus berpisah dengan Haechan dan Jisung, teman setianya.

Di pilihan kedua, ia tetap tinggal di Indonesia tetapi harus tinggal dengan kakeknya. Mira sangat paham jika Mark tidak dekat dengan kakeknya itu. Kakeknya terlalu keras jika menyangkut kedisiplinan. Mark membenci itu. Membayangkannya saja sudah menyebalkan jika setiap hari ia harus bangun pagi, berkebun, beternak, belajar, dan tidak bisa dimanja-manja lagi. Mark bergidik ngeri membayangkan itu semua.

Tetapi yang menguntungkan bagi Mark, ia tidak harus meninggalkan sahabatnya. Ia tetap sekolah di sekolah yang sama dan melakukan kegiatan yang seru seperti biasanya dengan teman-temannya, mungkin.

"Bagaimana?", tanya Mira setelah membiarkan anaknya diam cukup lama.

Yang ditanya hanya mengerang pelan, bingung. Mark memandang wajah ibunya dari kaca mobil. Kini pilihannya sudah mantap. Ia harus menghadapi hari-harinya dengan penuh kesabaran.

MBB

CLASS PRIDE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang