"Jangan dulu lah"
"Mereka masih belum mapan"
"Sulit untuk mereka nantinya membesarkan seorang anak dalam kondisi seperti saat ini" Piyo mendengar sayup-sayup percakapan antara ibu mertua nya dengan seseorang di ruang tamu entah siapa itu.Piyo beranjak dari tempat duduk nya, melangkah keluar ruang kamar dengan perlahan. Piyo tidak ingin mengganggu Iara yang dilihatnya sedang tertidur pulas, ia sengaja keluar kamar dan menutup pintu kamar rapat-rapat karena ia tidak mau sang istri mendengar percakapan seperti tadi.
Memang sudah beberapa hari ini mertuanya menginap di rumah, Piyo sangat tertekan dengan apa yang ia dan Iara sembunyikan. Ini harusnya berita bahagia, kini menjadi sebuah rahasia yang mereka di simpan rapat-rapat.
Sampai saat ini belum ada yang tau tentang berita bahagia ini, setelah Piyo menyetujui permintaan Iara untuk tidak menceritakan kepada siapapun. Baik itu keluarga atau pun orang lain,
"Belum saat nya bang"
"Kita berdua saja seperti nya masih belum bisa menerima keadaan ini"
"Apalagi ibu mu dan ibu ku"Piyo hanya bisa diam, karena bagaimana pun apa yang Iara sampaikan itu benar.
"Kita gak bisa nyembunyiin ini terus sayang"
"Lama-lama pasti ketahuan"
"Janin di perutmu ini makin hari makin membesar" Piyo meyakinkan Iara untuk menceritakan hal ini kepada kedua orang tua mereka."POKOK NYA JANGAN ... !!!" Iara menegaskan kepada suami nya.
."Piyo, sini kasih salam sama sepupu ibu" Piyo tersentak.
Piyo berjalan menghampiri mertua nya, memberi salam kepada sepasang suami istri dan 2 orang anak yang masih kecil-kecil. Senyum getir yang Piyo tunjukkan tercium oleh sodara mertua nya ini,
"Iara hamil... ?" Pertanyaan yang membuat bibir Piyo semakin membeku
"Em...ah...eh..." Piyo menjawab dengan gelagat aneh.
"Gak kok, belum"
"Ha..ha..ha.." tawa di akhir kalimat mencoba untuk meyakinkan kalau Iara tidak sedang mengandung buah hati mereka.Duduk di samping ibu mertua dan keluarga dekat Iara sambil mengobrol ria membuat jantung Piyo berdetak kencang, Piyo yang selama ini sulit sekali untuk berbohong. Di tantang untuk membohongi mertua dan orang tua nya sendiri,
"Apa-apaan ini"
"Aku tidak bisa terus-terusan menyembunyikan kondisi Iara"
"Aku tidak terbiasa untuk berkata bohong" pikiran Piyo kacau di tengah keseruan keluarga mertua nya yang sedang mengobrol."Bu.."
"Permisi,, mau liat keadaan Iara" sambil nyelonong pergi meninggalkan ruang tamu.Piyo duduk di sofa ruang keluarga, menyalakan televisi dengan volume sedikit memekakkan telinga. Sengaja menyamarkan obrolan seru di ruang tamu, tatapan nya kosong karena memikirkan banyak hal. Pertandingan bola yang menjadi tontonan favorit pun di lewati begitu saja, telinga selalu mengawasi setiap perkataan yang keluar dari mulut ibu mertua.
"Ah..."
"Untuk membuka obrolan saja aku gak berani"
"Amarah seperti apa yang akan terjadi, jika aku memberitahu kabar bahagia ini"
"Iara sudah melarang keras"
"Tapi gak mungkin aku berbohong terus"
"Terlebih ini masalah anak kandung ku, cucu mereka"Otak Piyo bekerja 3 kali lebih keras akhir-akhir ini, ia lelah sekali sampai tanpa sadar tertidur di sofa ruang tengah dengan posisi duduk dan masih memegang remote di tangan kanan. Piyo hanyut dalam mimpinya.
"Bang...bang..." Iara mengguncang tubuh Piyo
"Bang... bangun"
"Gak pegel kamu tidur dengan posisi begini" masih terus mengguncang tubuh Piyo.Mimpi nya terpatah-patah, seperti ada yang mengguncang-guncang tubuh lelah nya.
"Ah...aku belum mau terbangun"
"Mimpi ini terlalu indah"
"Beban ku lenyap untuk sementara"
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband, My Guardian Angel
Non-FictionSebuah perjalanan... Berusaha bangkit... Penyembuhan luka... Kisah CINTA... RASA saling memiliki...