Iara menggenggam erat baju Piyo, menyembunyikan muka nya dalam pelukan Piyo. Sesekali terdengar Iara mengucapkan kata 'pergilah', 'menjauhlah' di tengah-tengah isak tangis nya. Ini menyeramkan sekali menurut Piyo, Iara tidak pernah sampai seperti ini. Memang emosi Iara selama ini meledak-ledak, tapi kondisi seperti ini sudah di luar batas wajar. Iara sampai berhalusinasi, tekanan seperti apa yang Iara rasakan.
Rudit berlari ke arah dapur, mengambil gelas, menuangkan air putih hangat ke gelas itu. Berjalan menghampiri Piyo dan Iara, menyodorkan gelas itu ke Piyo.
"Minum dulu Yang"
"Tenangkan hati mu"
"Ada Abang dan Rudit kok disini"Gleg..glek..glek.. Iara meneguk segelas air putih itu sampai habis tak bersisa. Tubuhnya masih bergetar walau tangisan nya sudah mereda, kedua tangan nya pucat karena terlalu kuat menggenggam baju Piyo.
Piyo menggendong Iara masuk ke dalam kamar, pelan-pelan di rebahkan nya Iara di kasur. Piyo duduk di samping Iara, menyeka dahi Iara yang basah karena keringat.
"Kamu kenapa Iara ?" Tanya Piyo perlahan.
"Aku bingung bang" jawab Iara dengan wajah menatap ke sisi lain. Iara tidak sanggup memandang wajah khawatir Piyo.
Piyo menyentuh dagu Iara, menarik nya hingga ia dapat melihat mata iara.
"Apa yang kamu pikirkan Yang ?""Entah lah bang"
"Tiba-tiba ada yang menyuruh Iara menggugurkan janin ini"
"Seperti yang ibu mu kata kan" kalimat terakhir membuat jantung Piyo serasa berhenti berdetak."Kamu dengar semua nya ?" Tanya Piyo dengan tatapan menyelidik.
"Tidak semua, hanya satu kata itu yang melekat di ingatkan ku"
"Mendengar kata itu dari orang lain rasa nya sakit sekali"
"Tadi malam aku sudah bertekad, akan menjaga janin ini"
"Tidak ada yang boleh menyakitinya" ujar Iara.Iara menggeser posisi nya menjadi setengah duduk, menyandar pada bantal. Menggenggam selimut dengan erat menyembunyikan tangan nya yang masih bergetar, walau kenyataannya jari jemarinya masih terlihat gemetar.
"Apa yang kamu maksud tadi ?"
"Siapa DIA itu ?""Ibu bang...!" Iara menatap wajah Piyo dalam-dalam. Meyakinkan bahwa sosok yang dilihat nya tadi benar-benar nyata.
"Ibu...?" Dahi Piyo mengerinyit.
"Iya...ibu ku saat masih muda"
"Ibu kan sudah pulang sayang"
"Ibu ada di rumah""Bukan bang, itu ibu"
"Tepat nya monster ibu ku" jelas IaraPiyo semakin bingung dengan penjelasan Iara, apakah benar ada sosok hantu yang menyerupai ibu Iara.
"Ah ada-ada saja" bisik Piyo lirih.
Tatapan Iara masih kosong, gigi nya beradu sehingga menimbulkan bunyi gemeretak. Bibir nya bergetar tanpa henti, jari jemari nya masih gemetaran. Tidak ada lagi air mata yang menetes, hanya terdengar Iara beristighfar terus menerus.
"Sayang..." Tangan Piyo memegang pipi Iara, mengucap sisa air mata di pipi Iara. Iara memandang Piyo, dengan tatapan kosong.
"Istirahat ya...!"
"Besok kita cari tau tentang kondisi kamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband, My Guardian Angel
Non-FictionSebuah perjalanan... Berusaha bangkit... Penyembuhan luka... Kisah CINTA... RASA saling memiliki...