“Ditemanimu adalah keadaan yang selalu aku tunggu setiap waktu”*_*
Mendaki gunung adalah hal yang sangat aku gemari, meskipun tidak sering dan tidak teratur, aku selalu mewajibkan kegiatan itu minimal setahun sekali. Untuk perempuan bertubuh gemuk seperti aku, tentu kegiatan ini bukan hal yang mudah, tapi aku tetap yakin aku pasti bisa sampai puncak entah bagaimana caranya.
Awal aku keracunan hobi naik gunung adalah saat pertama masuk MAN. Aku dulu sekolah di MAN Ciledug – Cirebon. Sekarang nama sekolahku sudah bertransformasi menjadi MAN 4 Cirebon. Disana aku berkenalan dengan organisasi Pecinta Alam, namanya KOPEL (Komunitas Peduli Lingkungan), dan dari sanalah semuanya bermula.
Saat masih di MAN aku hanya bolak-balik mendaki gunung Ciremai, aku hanya ingat pendakian petama saat itu aku berumur 16 tahun di 2013, kemudian pendakian itu diulang di tahun 2014 dan 2015. Setelah lulus dari MAN, ternyata aku belum lupa dengan asyiknya mendaki gunung, sampai pada akhirnya aku tidak sengaja menemukan info di Mading Jurusan Matematika, disana ada info Pendakian Massal ke gunung Merbabu. Tanpa pikir panjang, aku langsung ikut acara itu, aku mengajak Sandra, Dian, dan Iffa, mereka adalah teman satu rombel di kampus, bahkan aku juga mengajak alumni dan anggota KOPEL dari Cirebon untuk ikut acara ini. Ada sembilan orang waktu itu.
Di awal Mei, berangkatlah kami ke Merbabu, pendakian yang sangat luar biasa. Pendakian terlelah dengan suguhan pemandangan puncak terindah. Setelah dari merbabu, aku sempat kapok untuk tidak mendaki lagi, tapi kata “kapok” bagi para pendaki memang cuma dimulut saja. Kurang dari tujuh bulan kemudian, aku dan Sandra kembali melakukan pendakian, saat itu kami naik ke puncak Andong dengan dua teman kami yang lain, Franda dan Putri. (Ya, saat itu aku dan Franda belum terlibat kesalahpahaman tentang Dylan) . Kami nekat ke Magelang cuma berempat dan bermotoran, dengan bekal seadanya, juga persiapan semampunya. Akhirnya sampai juga kami dipuncak dan pulang dengan selamat.
Sejak Pendakian Massal ke Gn.Merbabu saat itu, Sandra jadi ketularan aku menikmati bau tanah basah di gunung. Setelah nekat pergi ke Andong dengan girls squad itu, aku dan Sandra mengompori Lala (Sandra’s roommate) dan boys squad yang ada dikampungnya (Demak) untuk mengadakan pendakian ke Gn Ungaran. Dan Yaapss… akhirnya mereka semua mau.
Awal April 2017, kami merencakan semuanya, mulai dari hal kecil membuat grup whatsapp dengan para boys squad dari Demak, sampai prepare kelengkapan alat yang akan dibawa untuk mendaki.
Seminggu sebelum pendakian, aku mengajak Dylan untuk ikut bergabung dengan kami, aku juga mustahil mengajak Dylan kalau bukan dia sendiri yang meminta di ajak. Hahaha. Bukan mustahil sebenarnya, malu saja. Hehe.
Dylan pernah basa-basi, nanti kalau aku muncak dia di ajak. Akhirnya aku ajaklah dia untuk ikut ke Ungaran.“Mas, Aku sama temen kost minggu depan mau ke Ungaran, kamu ikut yaa” aku mengajak sekaligus memaksa. Hahaha
“Iya, Gasss, sama siapa aja?”
“Sama Sandra, Lala dan beberapa saudaranya Lala dari kampung”
“Oke, kabar-kabar aja, tapi aku harus ngapain nih? Aku kan belum pernah muncak, aku harus gimana, bawa apa aja?” Dylan agak panik menggemaskan gitu
“Halah, bukannya udah pernah ya Mas? Lagian masa belum muncak kok punya alat-alat muncak”
“Itu cuma ngecamp di mawar, bukan muncak”
“Eeeh, kirain muncak”
“Jadi aku harus bawa apa aja?”
“Nanti aku kirim listnya, tunggu aja”
“Oke”
Setelah sepakat, seminggu kemudian tepat tanggal 14 April, aku dan Sandra pergi ke tempat penyewaan alat outdoor. Kami menyewa beberapa alat yang kami butuhkan. Setelah dapat semuanya, kami kembali ke kost dan beristirahat untuk kesiapan mendaki esok hari. Sebelum tidur, aku kembali memastikan Dylan ikut atau tidak dalam pendakian ini, seribu persen aku berharap dia ikut. Dan jawabannya ketika ditanya malah meruntuhkan segala harap-harap cemas itu.
Menyebalkan!“Mas, besok jadi ikut kan?”
“Duuh, nggak tau nih, aku ada ini”
“Loh, (ada) apa?” Aku penasaran
“Nanti kalau jadi aku kabarin”
“Hiiihh.. Gimana sih, orang muncaknya besok. Mas harus mutusin sekarang lah”
“Motorku nggak kuat naik”
“Hiiih, ya nanti tukeran sm motor yang lain disini”
“Yaudah aku ngikut”
“Yaudah, besok jam 10 aku tunggu di kost”
“Iya Onto”
Sudahlah aku tidur dengan perasaan lega. Rasanya ingin cepat-cepat berganti hari. Melakukan perjalanan menuju basecamp pendakian, diatas motor berdua. Ah, indah.
jangan lupa vote bintang ya Dears……. 😍⛤⛤⛤
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Dylan, 2017 [Belum Lengkap]
RomansaSemua ini kisah perempuan sederhana yang menemukan lelaki terhebatnya.. . Dylan ini adalah orang yang membuat Naraya jadi penasaran sama novelnya Pidi Baiq. Karena Dylan lah Naraya jadi mau baca "Dia adalah Dilanku tahun 1990" , "Dia adalah Dilanku...