Teman Masa Kecil

113 10 6
                                    

Ada sesuatu yang aneh kurasakan di sini. Ya, hatiku. Ada rasa takut dan bimbang.

Aku bahkan bingung kenapa aku begini?

Rasa ini mulai kurasa sejak kemarin. Iya, saat teman masa kecilku pulang dari Solo.

Aku ingat betul ketika dulu dia memutuskan untuk ikut bersama kakaknya kerja disana. Dia pernah bilang "Jaga diri baik - baik ya ran. Tunggu aku. Nanti kita langsung ke KUA haha"  diakhiri dengan tawaan renyah khasnya.

Saat itu aku hanya tersenyum dan aku anggap itu hanya candaan biasa.

Usia kami terpaut 2 tahun. Dia lebih tua dariku. Ketika SD kami satu sekolah, ya dia kakak kelasku.
Ketika SMP dan SMA kami berbeda sekolah. Dengan kesibukan masing masing dengan sekolah, kami hampir kesulitan untuk bertemu.

Flashback on.

Malam itu kebetulan dirumahku rame sekali. Besok adalah pernikahan kakak ku dengan wanita pilihannya.
Sanak saudara dan tentangga berkumpul disini begitupun dengan dia. Bagas Adi Putra. Teman masa kecil yang kini duduk bersama ku di sofa ruang tengah.

" Tahun ini aku kan lulus sekolah. Dan rencananya aku mau kuliah sambil kerja, ikut kakak ke solo"

" Ih jauh banget gas"

"Deket kali ran, cuma berapa jam perjalanan doang"

" Iya sih, udah dipikirin mateng - mateng gak?"

" Udah terlanjur gosong malah mah ran" jawabnya terkekeh

" Ish~ serius tau" ucapku kesal

" Udah dong ran, jangan kangen yak haha"

" Gak kebalik? Haha"

" Jangan lupa sama bagas yang ganteng ini ya ran?"

" Ya gak bakalah. Masa lupa sama temen masa kecil yang teramat menyebalkan ini." Jawabku ringan

" Parahan mana sama kamu?" Jawabnya tak mau kalah.

" Haha..udahlah kita sama sama menyebalkan kok" pungkasku

Waktu cepat sekali berlalu. Setelah perbincangan kami malam itu. Akhirnya tiba waktu dimana dia harus pergi. Merajut asa dan cita di kota orang.

Aku bahkan tak tau dia berangkat jam berapa. Tak ada kabar darinya. Aku hanya tau dari cerita ibu.

Ada raut kecewa di wajahku,"Songong banget si gas, gak ngasih tau. Baik - baik disna orang menyebalkan" Gumamku sedikit kesal.

Sesingkat ini kah waktu.  Tak terasa sudah 6 bulan dia di kota orang. Dan ini sudah memasuki bulan ramadhan.

Ada kabar darinya, katanya seminggu sebelum lebaran dia pulang.

Tidak ada perubahan signifikan dari seorang bagas. Namun, ketika lebaran tiba entah apa yang membuatnya terus berkata "Tunggu aku. Jadilah ibu dari anak-anak ku oke? Tidak ada penolakan." Ucapannya ringan dan di akhiri dengan senyuman yang luar biasa manis.

Aku bahkan cuma terkekeh mendengar penuturannya.

Jujur sebenarnya dari dulupun aku menyukainya. Cuma, ya dulu waktu SMP aku dan bagas pernah merenggang karena ada sedikit masalah. Aku merasa kecewa, dia yang ku kenal baik ternyata sering gunta ganti pacar. Disitu aku ilfeel dan menjauh.

Dan hubungan kami membaik ketika kami SMA. Entah siapa yang memulai, hingga hubungan kami membaik. Yang kutau dia aktif di rohis sekolahnya, kebiasaan buruk waktu SMP pun nampaknya mulai di tinggalkannya.

Dan entah kenapa setelah dia lulus sering mewanti wanti dan selalu menggangguku dengan ucapan mengajak ku ke KUA.

Saat ini adalah kepulangan yang ke 2 bagas dari solo. "Gilaa..bagas makin subur aja" gumamku yang disertai senyuman ketika bertemu dengan bagas.

" Kenapa sih ran, kok senyam senyum?"

" Kamu disana makan apa sih gas? Kok badan kamu yang tadinya kurus kering, sekarang malah subur makmur dan itu perut malah maju gitu" jawabku disertai tawaan yang sedikit mengejek

" Aku makan sapi sama kerbau gak di cincang ran, langsung aku telen bulet - bulet. Puas kamu? " jawabnya dengan nada kesal.

" Ish~ gitu doang marah. Maaf deh maaf." Ucapku tulus sambil terkekeh

" Tapi kadar ganteng ku gak berkurang kan?" Tanyanya dengan PD

" Iya deh iya." Jawabku terkekeh

" Ish~ yaudah hayukk ke KUA"

" Ngapain?"

" Ya, nikah lah rania masa mau sunatan"

" Nikah mah gampang" ucapku sekenanya

" Aku lagi ngumpulin buat beli maharnya nih sambil nunggu kuliah lulus juga" ucapnya diiringi nyengir kuda.

" Haha..kecilin dulu aja tuh perut gas" kataku bercanda

" Yakin nih, kalau perutku udah kecil kamu mau kan nikah sama aku?"

" Iya deh iya haha"

" Oia, aku suka kamu yang sekarang berhijab" ucapannya yang sukses membuatku 'blushing'

" Kecilin tuh kecilin gas " ucapku mengalihkan pembicaraan.

" Iya iya"

" haha"

Flashback off.

Berbeda dengan kepulangannya kali ini. Dia amat dingin. Padaku pun tak menyapa. Rasanya takut dan gundah. Kerjapun aku tak karuan.
" Apa aku melakukan kesalahan?" Pikirku

Seperti ada dinding pemisah diantara kami.

Jujur memang setelah keberangkatannya ke solo yang ke 3 kali, aku bahkan tak pernah berkomunikasi dengannya. Pada saat itu tama muncul.

Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk 'hijrah'

Sejak saat itu tak ada komunikasi antara aku, tama dan bagas. Aku takut ada khalwat diantara kami.

Namun bukan maksud untuk memutuskan tali silaturahim, hanya membatasi obrolan diantara kami.

Aku ingat betul, bagas terakhir menghubungiku lewat WA. Dia menulis pesan yang panjang disana.
Ada permintaan maaf, memberi semangat agar bisa terus istiqomah dan keinginannya untuk berubah.

"Kamu berubah pun aku senang. Semangat gas. Do'anya aja ya? Dan semoga sama - sama bisa istiqomah" balasanku

Beberapa menit kemudian pun dia membalas

" Iya, Aamiin. Aku masih menginginkan kamu jadi bagian dari hidupku ran"

" Jodoh gak akan kemana gas"

" Iya ran"
.
.
.

Itulah chatingan terakhir antara aku dan bagas. Setelah itu antara kami diam hingga saat ini dia pulang pun tak ada obrolan bahkan menyapa pun tidak. Aku hanya malu untuk memulai. Biasanya dia kalau pulang tak pernah diam seperti ini.

Memang selain dari sikap pun penampilannya berubah lebih islami.

Ada rasa yang berkecamuk dihati, aku hanya bisa berdo'a semoga diamnya adalah mendo'akan bukan malah mengacuhkan.

Life Is Choice (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang