Pukul 17.00, seluruh karyawan Dream digital sedang bersiap untuk pulang. Tapi tidak dengan wanita itu, ya rania masih betah dengan PC nya. Entah apa yang sedang ia lakukan.
Terlihat sangat fokus. Septi yang dari tadi memerhatikannya pun penasaran.
" Ran, gak mau pulang tah? "
" Males" jawab rania ketus
"Tumben? Mau nemenin indra lembur? "
" Gak juga"
" Ketus banget lu dek" jawab septi yang terlihat sedikit kesal
" Kak, pilihan itu menyiksa ya? "
Septi mengeryitkan dahinya merasa bingung.
" Pilihan yang bagaimna? "
Tanpa menjawab pertanyaan septi, rania malah kembali bertanya
" Ini udah hampir sebulan lebih kan aku kerja di sini? "
Septi mencoba mengingat dan kemudian mengganggukan kepalanya tanda setuju.
Rania menarik napas pelan lalu melanjutkan bicaranya.
" Aku udah nyaman bekerja kak, dan barusan ada email masuk. Dari Universitas A, menginformasikan soal beasiswa yang dulu aku ikuti. "
" Bagus dong ran? "
" Iya sih kak, tapi aku bingung. "
" Kenapa bingung? "
" Terlalu rumit untuk diceritakan"
" Jadi? "
" Mungkin aku gak akan nerusin pendidikan aku kak"
" Lho kenapa?"
" Aku capek kak, aku pengen cari uang aja. Toh percuma kan kalau aku ngelanjutin pendidikan tapi orang tua gak ngedukung. Lagian belum tentu juga aku diterima disana"
" Rania, sejak kapan kamu jadi orang lemah seperti ini? Mana rania yang penuh semangat? Masa kalah cuma karena keadaan. Setidaknya kamu berfikir poitif dulu lah. Ayo coba!"
" Terlalu rumit kak"
" Ayolah rania, setidaknya jangan bersikap seperti orang payah, kamu punya impian, kamu punya kemampuan dan kamu punya.. "
Belum selesai septi berbicara, rania sudah langsung memotongnya.
" Aku hanya punya cita - cita dan aku hanya bisa bermimpi. " imbuh rania yang diakhiri dengan senyum miris
" Rania, ayolah"
" Kak, apa kakak pernah ngerasain ketika semua orang ya terutama orang lain mendukung kakak. Tapi disisi lain, orang tua kakak terutama ayah tidak mendukung, malah melontarkan kata - kata yang membuat kakak down? Itu lebih menyakitkan."
Entah kenapa suara ayahnya kembali terngiang ditelinganya, membuat hatinya terasa sakit.
Septi tertegun, mendengar semua penuturan rania. Dia bahkan baru mengetahui sisi lain dari seorang rania yang terlihat 'rapuh'
" Aku bahkan bukan dari kalangan orang berada, aku hanya dari keluarga biasa. Dengan keadaan keluarga yang sangat berbeda. "
" Sudah ran, jangan gini. Mana rania yang kakak kenal? " ucap septi menghibur.
Hening. Rania tak berkata sedikit pun. Tapi matanya mulai mengeluarkan bulir bening yang sejak tadi ia tahan. Kemudian membenamkan kepalnya ditangan yang dilipat diatas meja.
Septi yang melihat rania seperti itu, merasa iba.
Didalam isakannya, rania berbicara pelan "maaf kak, tak seharusnya aku bicara seperti ini dihadapan kakak"
Septi yang mendengar itu hanya tersenyum.
" Kamu kalau ada apa - apa jangan di rasa sendiri. Udah nangisnya. Yakin gak mau pulang? Lagian semua karyawan udah pada pulang. "
Tanpa menjawab, rania malah bertanya kepada septi.
" Kakak, tumben sampe sore disini?"
" Aku lagi betah aja disini. Lagi nyantai juga sih. Gak banyak kerjaan. Eh tapi tiap hari juga nyantai si cuma sok sibuk aja hehe"
" Gak lucu kak"
"Siapa juga yang ngelucu. Toh kakak bukan badut"
" Iya, tapi mirip" jawab rania sambil terkekeh diposisi yang sama.
" Kamu yakin mau terus dengan posisi itu ran? "
Rania mendongak, menghapus sedikit air mata yang tersisa dipipi nya.
" Kakak duluan gih"
" Yakin gak mau dianter? Udah ayo bareng aja! Hari udah gelap."
" Tapi kak, aku.. "
" Gak ada penolakan" ucap septi diakhiri senyum simpul.
" Baiklah, maaf merepotkan"
Keduanya beranjak pulang, namun sebelumnya berpamitan kepada indra yang sedang lembur di temani dua orang karyawan lainnya.
Kurang lebih 30 menit, rania telah sampai di rumahnya.
" Terimakasih kak" ucap rania setelah turun dari motor matic nya septi
"Iya, gih masuk. Salam buat ibu kamu."
" Iya kak, hati - hati dijalan. "
Tanpa membalas ucapan rania, septi langsung menyalakan mesin motornya melaju meninggalkan pekarangan rumah rania.
Rania menatap punggung septi yang menjauh. Dan melangkahkan kakinya masuk rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Is Choice (TAMAT)
SpiritualitéBismillah... Melangkah... Kau tahu? Remaja ini sangatlah indah. Bahkan mungkin bisa terjerumus oleh pergaulan yang salah. Peradaban yang kini lumrah dengan nafsu dan amarah, membuat gundah dan resah. Bisakah menjadi remaja istiqomah yang selalu taat...