Pertemuan

141 9 2
                                    

"Angin yang sejuk ditemani awan jingga di langit senja. Teduh namun memilukan. Bisakah aku bertahan? "

***

Seminggu berlalu,  setelah kejadian dimana aku menangis untuk pertama dan mungkin terakhir kalinya di depan rekan kerja yang notabene nya sudah ku anggap kakak sendiri.

Menjadi satu - satunya orang di dream digital yang sudah mengetahui tentang keadaan keluargaku.

Awalnya aku ragu untuk bercerita, namun entah bagaimna dia mampu membuatku percaya.

***

Ada yang berbeda dengan libur minggu ini, ya pasalnya sore nanti dream digital mengadakan acara bersama di sebuah restoran dekat percetakan.

Pukul 15.00WIB,seorang gadis sedang bersiap - siap di dalam kamarnya, menggunakan hijab biru muda berpadu dengan gamis motif bunga - bunga yang terlihat manis dipakai olehnya.

Tak perlu waktu lama, gadis itu telah selesai dengan acara dandannya.

Melangkahkan kaki, meninggalkan kamar dan berpamitan kepada sang ibu.

" Bu, rania berangkat dulu ya? "

" Hati - hati dijalan "

" Iya bu. Assalamu'alaikum" pamit rania tak lupa mencium punggung tangan ibunya

" Wa'alaikumus salam"

Kurang lebih 30 menit, rania telah sampai disebuah restoran yang bertuliskan RAOS KACIDA.

Memasuki restoran,  rania celingukan melihat keadaan restoran yang tidak terlalu ramai mencari keberadaan kak septi yang tadi mengabarinya bahwa dia telah sampai lebih dulu.

Tatapan matanya berhenti di salah satu sudut restoran itu, matanya menagkap seseorang yang sudah ia kenal, "Tapi tunggu, dengan siapa kak septi duduk? Aku seperti mengenalnya. Bukankah dia... Ah sudahlah. rania membatin.

Untuk mengobati rasa penasarannya rania berjalan mendekat, langkahnya terhenti. Rania hanya terpaku dan mematung. Hingga sapaan yang tak asing baginya menyadarkannya dari keterpakuan.

"Disini! " Ucap laki - laki itu sedikit berteriak dan melambaikan tangannya yang tak lain adalah septi.

Rania membalas dengan senyuman, kemudian melangkah mendekati sumber suara.

"Tama.. " ucap rania pelan tepat didepan septi namun masih terdengar.

Lelaki yang sedari tadi duduk dengan septi memang sedang fokus dengan pekerjaannya di depan laptop hingga tak menghiraukan sekitanya, namun ketika namanya di panggil dengan suara yang familiar. Dia mendongak, mendapati perempuan yang pernah. Oh tidak,lebih tepatnya masih tetap tinggal di hati dan pikirannya.

" Um..eh rania" lelaki itu tersenyum kikuk, karena hampir saja dia menyebutkan nama konyol itu.

Rania dan tama masih dengan posisi saling memandang, sibuk dengan pikirannya masing - masing. Hingga suara deheman dari septi membuat mereka memalingkan pandangannya.

Life Is Choice (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang