Chapter 5

71 7 3
                                    


Tok tok tok

"Yaa tunggu." Bi Lastri berlari terburu buru dari untuk membuka pintu. "Ya, cari siapa mas?" Ucapnya pada seorang pria yang berdiri di depan pintu dengan memegang sebuah kotak.

"Ini ada paket katanya untuk nona di rumah ini."

"Oh siap mas. Nanti saya sampaikan."

"Yasudah. Saya pamit ya. Makasih bu" Ucap pria itu meninggalkan rumah Aeleasha. Bi Lastri pun membawa masuk kotak itu dan meletakkannya di meja ruang keluarga.

"Kotak apaan tuh Bi? Bom?" Tanya Azka yang melihat Bi Lastri sedang menaruh kotak tersebut di atas meja.

"Dih mas Azka ada ada aja. Ini kotak buat non Aeleasha mas."

"Yang bawa siapa?"

"Tadi ada kurir. Barusan aja pergi."

"Oh yaudah sini Bi kasih aku aja. Kebetulan aku mau ke kamar Aeleasha ngebangunin dia." Ucap Azka sambil mengambil kotak tersebut dan berjalan menuju ke kamar Aeleasha.

Pagi ini Aeleasha bangun terlambat. Wajar saja, karena hari ini adalah hari sabtu dan sekolah Aeleasha tentu saja libur karena menerapkan kurikulum 13. Saat ini ia sendiri masih saja membungkus dirinya dengan selimut di kamarnya. Semalaman penuh ia bergelut dengan fikirannya sendiri. Memikirkan seorang pria yang mungkin menurutnya gila dan tak waras yang tiba tiba saja mengungkapkan perasaan padanya.

"Dek?" Azka masuk ke kamar Aeleasha dan melihat adiknya sedang tertidur pulas sehingga ia tak tega untuk membangunkannya. Akhirnya ia hanya menyimpan kotak tersebut di ranjang tepat disamping Aeleasha tertidur lalu ia pun kembali keluar.

"Mampus gue jadi rendang kalo dia bangun ntar. Niat gue bawain kotak ini supaya dia lupa masalah kemarin. Tapi elah masa dibangunin?" Azka yang berniat ingin berkamuflase dengan kotak itupun akhirnya gagal karena tak tega untuk membangunkan adiknya.

****

Aeleasha pun terbangun dan matanya terganggu pada kotak berwarna merah yang berada tepat disampingnya. Ia mengira, kotak itu adalah hadiah dari ayahnya yang baru saja pulang dari Malaysia. Ia pun langsung saja membukanya dan di dalam kotak yang besar itu hanya ada selembar kertas putih yang dilipat. Ia langsung saja membuka lipatan kertas itu dan membaca apa yang ada di dalamnya.

"Aku Danar. Danar prasaja."

Aeleasha yang baru saja membacakata permulaan dari surat itupun terkejut bukan kepalang.

"Omaigat. Ini dari Danar?" Seketika saja ia bangun dan memperbaiki posisi untuk melanjutkan membaca surat itu.

"Aku lahir pada tanggal 3 Januari 1998 di Jakarta. Aku menyukai musik dan aku suka bersyair. Puisi? Itu adalah kegemaranku. Dulu, aku adalah orang yang hangat. Tapi sejak dua tahun terakhir orang orang sering memanggilku si hati batu. Tapi percayalah, aku sebetulnya tak seperti itu. Aku bukanlah sebuah batu. Aku bagaikan kertas yang telah dibakar. Rapuh... sangat rapuh bahkan. Angin bisa saja menghancurkanku kapan saja tanpa sengaja. Maka dari itu, aku keras karena aku rapuh. Keras adalah caraku untuk menjaga hati dan peraaanku yang sebenarnya telah rusak .

Beberapa hari yang lalu, ada seorang perempuan cantik yang tak kukenal menuduhku telah menabraknya. Tapi aku menganggap itu hanyalah tingkah belaka untuk bisa mendapatkan perhatianku seperti yang sering dilakukan oleh perempuan lainnya padaku. Maka dari itu akupun menghiraukannya. Tapi ternyata dia berbeda. Dia mengejarku dan malah meminta maaf padaku karena mengakui dirinya salah. Maka sejak hari dimana ia meminta maaf padaku, aku mulai menyukainya.

Kemarin aku telah mengantarnya pulang hingga depan rumahnya. Saat hendak pulang, aku bahkan sempat menyatakan perasaanku lalu kemudian pergi. Tapi ada hal yang kutertawakan dari diriku sendiri semalaman penuh. Bagaimana bisa aku menyukai seorang perempuan tanpa tahu namanya terlebih dahulu?"

Aeleasha terdiam. Rasanya seperti ada jutaan kupu kupu yang sedang beterbangan di dalam perutnya. Ia bingung harus menanggapi surat ini dengan cara apa dan bagaimana. Bahagia? Kaget? Atau apa?

Ia lantas membalik surat itu dan ternyata masih ada tulisan yang belum sempat ia baca.

"Kotak ini. Aku berikan padamu. Aku tahu, kau pasti bingung cara mengembalikan jaketku yang telah kau pakai kemarin karena aku pun tahu kau pasti akan berfikir panjang lebar untuk bertemu lagi dengan orang yang kau anggap tidak waras sepertiku. Maka, simpan saja jaketku itu di dalam kotak ini dan letakkan saja di atas motorku saat jam pulang sekolah senin nanti. Dan jika yang membaca surat ini berkenan untuk memberitahukan namanya padaku maka tulis saja namamu di kertas dan letakkan kertas itu di bawah lipatan jaketku.

Mungkin sekian surat dariku. Ini adalah surat pertamaku untukmu dan tidak menutup kemungkinan aku akan terus mengirimimu surat hingga kau sendiri sudah bosan untuk menerimanya.

Dariku seorang pria yang telah menyatakan perasaannya kemarin padamu, Danar Prasaja."

Aeleasha dengan sigap melipat kembali kertas itu dan menyimpannya kembali ke dalam kotak. 

"Gak boleh suka, plis. Gak boleh suka. Dia iseng ajaa ngirimin kamu surat. Jangan suka plis." 

Ia sendiri sebenarnya bingung. Ini pertama kalinya ia merasakan perasaan seperti ini. Entah apa dan bagaimana, ia sendiri takut untuk mengakuinya. 

****

"Bangg, mama mana?" Tanyanya sambil berjalan ke arah Azka yang sedang duduk menonton tv.

"Kamu gak tau dek? Mama ke Surabaya tadi malam, besok baru pulang. Nenek lagi sakit katanya."

"Lah kok gak ngasih tau sih?"

"Ya gimana, kamu tidurnya nyenyak banget. Abang aja semalam masuk kamar kamu tapi kamu udah tidur." Ucap Azka berusaha untuk tak mengingatkan Aeleasha masalah kemarin.

"Jadi yang nerima paket aku tadi siapa?"

"Bi Lastri."

"Dia mana?"

"Di kamar aku. Yah di dapur lah. Haduhhh."

"Ishh." Aeleasha pun berjalan menuju dapur menemui Bi Lastri untuk mempertanyakan tentang kotak itu. Sedangkan Azka yang mengira ia akan menjadi rendang pagi ini diam diam memperhatikan betis Aeleasha yang terlihat biasa saja.

"Kok gak berotot ya? Tanya aja deh daripada mati penasaran." Gumamnya. "Dek kemarin pulang naik apa?" Lanjutnya untuk memastikan.

"Dianter temen." Azka mendengus mendengar ucapan adiknya. "Elah, udah difikirin siang malem tau taunya dia pulang dianter temennya."

****

"Tadi ada pria non. Katanya paket untuk nona di rumah ini. Jadi ya tentu untuk non Aeleasha." Ucap Bi Lastri menjelaskan.

"Dia kurir atau apa Bi? Dia juga bilang apa?"

"Kayaknya kurir deh non. Dia juga gak bilang apa apa langsung pergi aja. Tapi lumayan loh non, kurirnya ganteng."

"Nih Bibi yaa. Inget anak di kampung Bi. Hahaha."

"Emang isinya apaan non? Bunga? Coklat? Cincin?"

"Dih Bibi kepo yaa. Hahaha."

"Jelas. Bibi kan sering nonton di sinetron gitu." Ucap polos Bi Lastri.

****

Danar Prasaja. Sebuah nama yang membuat Aeleasha seketika menjadi orang yang memiliki perasaan aneh dalam satu malam. Ia tahu, jika ia terus memperdulikan apa yang Danar lakukan padanya, tentu ia akan menaruh hati pada pria itu. Entah dia akan membuat Danar mengetahui namanya atau tidak yang jelasnya ia sangat takut untuk mulai menyukai seseorang. Terlebih lagi ia baru mengenal Danar kurang lebih satu minggu.

"Bagaimana bisa aku menyukainya secepat ini? Huhh biasa aja Aeleasha biasa aja. Dia temen kamu dia temen kamu. Tenang tenang dia banyak yang suka. Kamu banyak saingan." Ucapnya berusahanya menenangkan diri.

****

Duh otak keputerbalik bikin part ini. Hahaha

Minta kritik dan saran ya:)

Kalau suka bisa di vote+komen. Makasiihhh

AELEASHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang