5. His Words

207K 12.7K 843
                                    

Mendengar permintaanku, bukannya menurut dan mengajakku pulang, Dave malah merapatkan duduknya denganku. Dia merangkul rapat bahuku.

Apa kamu bisa merasakan aku gemetar, Dave? Apa kamu bisa merasakan aku ingin lari dari sini? Kita pulang saja, Dave.

Dia berbisik, "mereka bukan menertawakanmu. Mereka tertawa bersamamu. Mereka temanmu."

Teman? Aku tidak akan bisa berteman dengan orang itu.

"Ada masalah?" Itu suara Lori. Aku masih menatap Dave, berharap bayi itu mengerti apa yang kurasakan.

Dave mengambil napas. "Ana punya masalah sosial. Dia ..."

Kucengkeram paha Dave sampai dia mengaduh.

Jangan bilang!

"Ana, nggak apa-apa. Mereka temanmu juga." Dave mengecup kepalaku lagi. Dia membelai rambutku seperti menenangkan Ryn. "Dia selalu gugup kalau melihat banyak orang. Dia ..."

Aku mencengkeram pahanya lagi. Dia mengerang, tapi tetap meneruskan, "dia pernah mengalami hari yang buruk. Semacam ... trauma. Dia pernah ... eh, dipermalukan di depan umum oleh pacarnya."

Aku mendongak padanya. Dave, really? Kamu cerita semua di depan bedebah itu?

"Pacar?!" Lori berdecak. "Astaga! What a son of a bitch!"

Dave menyelipkan jarinya di antara jariku. "Yeah ... Sejak itu dia lebih suka sendirian," lanjut Dave sambil terus mengelus kepalaku.

Seseorang berdeham. Itu dia. Aku hapal suara deham seraknya. Selain itu, semua orang diam.

"Trauma. Gue ngerti rasanya. Gue juga pernah kaya gitu." Itu suara Lori.

Aku masih belum sanggup menatap orang di depanku.

"Gue pernah ditakuti ular mainan sampai pingsan. Sejak itu gue takut sama ular. Semua yang berhubungan sama ular, nggak peduli gambar, mainan atau di TV, gue bakalan gemetar. Trauma itu disimpan di otak dan disalurkan ke seluruh tubuh kayak listrik. Gue sudah ke psikolog dan ..." dia membuat suara bersiul. "She said cuma gue yang bisa menghilangkan trauma itu dan gue menolak ikut sesi terapinya. Menurut gue nggak penting aja sih kalau gue buang duit buat terapi fobia ular. Di sini hampir nggak ada ular, kan?"

"I have one." Itu suaranya. "I don't think you can handle mine."

Semua orang tertawa. Dave juga. Suara Dave dekat dan renyah. Dia juga tertawa, lalu aku merasa sesuatu di dalam diriku berdarah.

Debby ikut menggenggam tanganku. "Ana, mungkin kami di sini rusak semua. Tapi, kami nggak akan nyakiti kamu. Kami temanmu."

Dia yang akan menyakiti aku. Dia sudah menyakitiku selama ini.

Dave melepaskan pelukannya. Debby ganti memelukku. Berbeda dengan pelukan Dave, pelukan sesama cewek membuatku merasa sesuatu yang berbeda. Dia orang asing. Kami baru kenal dan dia dengan baik hati memberiku kekuatan lewat pelukannya.

Dadaku terasa hangat lagi.

"Group hug!" Lori menghampiri kami dan memelukku juga. Dia bergoyang-goyang saat memeluk kami. Nyaman sekali.

Air mataku mengalir turun.

Air mataku mengalir turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Savanna (Terbit; Heksamediapressindo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang