PROLOG

83 16 3
                                    

"Pertemuan kita memang didasarkan oleh takdir, bukan kebetulan."
---

Bruk!

Anjir! Pantat gue sakit,

Laki-laki yang terduduk di lantai mendongak dan melihat gadis di hadapannya. Ia pun berdiri dan menatap tajam pada gadis itu.

"Jalan pake mata!" bentaknya.

Gadis cantik di hadapannya tersenyum sinis. "Gue kira jalan pake kaki,"

Detik selanjutnya gadis itu pergi tanpa pamit meninggalkan laki-laki yang sedang meredam emosinya. Beruntung sebelumnya dia melihat name tag gadis itu untuk mengingat namanya.

Ara Sheila.

Laki-laki itu akan mengingat namanya dan mengingat wajahnya. Ia harus membuat perhitungan pada gadis tadi.

***

Ara menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. Dimana letak ruang kepala sekolah? Pertanyaan itu yang sedang berputar diotaknya. Sudah 5 menit ia melewati koridor-koridor. Apa dia harus bertanya? Tapi pada siapa? Bahkan satu orang pun tidak dikenal olehnya. Ara melihat sosok laki-laki yang sedang berjalan membawa map dengan tergesa-gesa. Ia tersenyum miring. Got it!

Ara berjalan menghampiri laki-laki itu dan berdiri tepat di hadapannya. Laki-laki di hadapannya mengeryitkan dahi heran.

"Ada apa?" tanyanya.

"Ruang kepsek dimana?" tanya Ara langsung karena ia tidak suka berbasa-basi. Apa yang diniatkan, dijalankan, selesai. Itulah prinsip hidupnya.

Laki-laki di hadapannya menatap Ara dari ujung kepala hingga kaki sebelum melontarkan pertanyaan.

"Anak baru?"

Ara memutar bola matanya malas. Dia tanya apa, dijawab apa. Ia menatap laki-laki dihadapannya dengan tajam. Laki-laki itu hanya terkekeh.

"Sorry, ayo! Gue juga mau ke ruang kepsek," ucapnya membuat Ara mengikuti berjalan di belakangnya.

Ara memperhatikan laki-laki di hadapannya yang lebih tinggi darinya. Penampilannya rapih, kemeja putih dimasukkan ke dalan celana panjang abu-abunya, dasi terpasang di lehernya, ikat pinggang hitam yang melingkar di pinggangnya, dan sepatu hitam beralas putih yang tampak bersih. Ara menilai dia orang yang taat peraturan.

Tanpa ia sadari, ia terus memperhatikan laki-laki itu. Hingga laki-laki di hadapannya menoleh dan mendapati gadis di hadapannya saat ini sedang memperhatikannya.

"Terpesona ya?"

Suara bariton itu mengejutkan Ara dari lamunannya. Ia memalingkan wajahnya hingga laki-laki itu terkekeh kecil.

"Kenalin gue Azar," ucapnya sambil mengulurkan tangan kanannya.

Ara melirik tangan yang masih menggantung di udara. Ia menyambut dan sedikit tersenyum. Ingat, hanya sedikit.

"Ara," ucapnya.

"Pindahan darimana?"

"Bogor,"

Azar mengangguk mengerti. Ia dan Ara kembali melanjutkan berjalan menuju ruang kepala sekolah. Sampai akhirnya mereka berdiri di depan pintu putih bersih. Azar mengajak masuk dengan menggerakkan kepalanya. Ara mengangguk mengiyakan.

Pintu ruangan terbuka dan di sana duduklah seorang perempuan berkacamata. Ara yakin ia masih muda. Cantik.

Azar menuntun Ara menemui guru perempuan tersebut dan duduk di hadapannya. Azar sendiri masih di samping Ara ketia dia sudah menyerahkan map yang tadi dibawanya.

Here I AmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang