3. Dekat?

35 5 1
                                    

"Maafin sikap gue beberapa hari lalu. Dan sekarang gue mau kita jadi temen."

-Rangga

---

"Dimas?"

Ara masih terdiam. Rangga yang di belakangnya hanya menatap Ara dan Dimas bergantian.

Rangga masih bingung. Apakah keduanya saling mengenal? Mereka bersaudara? Sepupu? Kakak? Teman? Sahabat? Atau... Ah! Mungkin teman lamanya. Pikir Rangga. Lagipula jika memang dia ada hubungannya dengan Ara, apa pedulinya?

"Sama siapa Shei?"

Deg!

Entah mengapa. Lagi-lagi detakan itu kembali terasa. Ara tidak bisa menyembunyikan perasaan yang pernah hilang lalu kembali muncul saat ini. Lebih-lebih lagi dia memanggil Ara dengan sebutan itu lagi.

"Sama-"

"Gue cowonya," potong Rangga dengan PD-nya. Membuat Ara menatapnya bingung dengan alis terangkat sebelah. Rangga hanya melirik Ara dan tersenyum semanis mungkin.

"Gue Rangga. Kenalin," ucap Rangga dengan tangan terulur ke Dimas.

Dimas sedikit terkejut melihatnya, tetapi dia tetap berusaha menetralkan wajahnya. "Dimas. Eumm... Te-man Ara di SMA Arjuna," jawab Dimas dengan sedikit ragu ketika mengatakan 'teman'.

Rangga mengangguk dan tersenyum kecil. Ia memperhatikan penampilan Dimas dari atas sampai bawah. Menarik. Batinnya.

"Hebat lo Shei. Udah ada pengganti yang baru,"

Ucapan Dimas membuat dahi Ara sedikit mengerut. Apa maksudnya? Tatapan Dimas padanya juga tidak bersahabat. Apalagi cara pandang Dimas pada Rangga. Seperti melihat kotoran yang harus segera dimusnahkan. Rangga membalas pandangan Dimas dengan tenang.

"M-maksud lo?" tanya Ara.

Dimas terkekeh kecil. "Nggak. Oh ya, kapan-kapan ngumpul bareng lagi aja sama anak-anak yang lain. Pada nyariin lo," jelasnya kemudian menatap Rangga. "Lo juga boleh ikut. Itung-itung ngenalin pacar barunya Sheila."

Setelah mengatakan itu, Dimas membayar ke kasir dan langsung keluar dari toko buku tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya. Oke, Ara akui. Dia sedikit sakit melihat Dimas yang seperti itu. Kepalanya menunduk.

Saat membayar pun ia tak banyak bicara. Ia hanya diam. Begitupun Rangga yang tidak tahu harus berbuat apa.

***

"Mau makan?" tawar Rangga ketika mereka berada di parkiran motor. Ara hanya diam menatap Rangga. Tak lama kemudian ia mengangguk kecil. Rangga hanya tersenyum tipis dan mulai menaiki motornya.

Selama perjalanan mencari kedai makan, mereka tidak banyak bicara. Satu kata pun tidak. Ohh.. Rangga benci situasi ini. Tapi bagaimana? Ia juga tidak bisa mencairkan suasana. Akhirnya ia juga harus diam.

Semilir angin menerbangkan rambut Ara. Sesekali Rangga melihat Ara melalui spion. Dilihatnya Ara yang sibuk merapikan rambutnya karena menutupi wajahnya. Rangga terkekeh kecil di balik helmnya. Tak lama kemudian ia pun menepikan motornya di depan kafe coklat. Walaupun bingung, Ara tetap turun dari motor.

Here I AmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang