1. Gadis Penyendiri

81 12 5
                                    

"Aku memang sendiri, tapi aku merasa nyaman. Karena aku memiliki orang-orang yang menyayangiku."
---

"Ara! Kantin yuk,"

Ara menoleh ke samping dan mendapati teman sebangkunya sedang tersenyum dengan mata berbinar. Tunggu! Sejak kapan bel berbunyi?

"Emang udah bel istirahat?" tanya Ara.

Leva. Levania Shelvi. Teman sebangku Ara yang sekaligus teman dekat-bisa dibilang sahabat-Ara saat di sekolah yang dulu. Terkejut memang ketika Ara mengetahui bahwa Leva satu sekolah lagi dan satu kelas lagi. Ahh, bahkan duduk sebangku. Ara sempat berfikir, mengapa Leva tidak duduk bersama seseorang?

Banyak yang takjub melihat keakraban Leva dan Ara. Tapi setelah mengetahui bahwa mereka adalah sahabat yang sempat terpisah, barulah mereka mengerti mengapa Leva dan Ara begitu dekat walau baru kalipertama bertemu.

"Lo dari dulu nggak berubah ya, kalo udah ngerjain soal pasti pendengaran udah ditutup sama lo," oceh Leva membuat Ara terkekeh kecil.

"Yaudah ayo," jawab Ara seketika. Ia pun membereskan alat tulisnya dan dimasukkan ke dalam tas. Padahal belum jam pulang. Yaa... begitu lah Ara. "Lo juga nggak berubah, dari dulu makan selalu nomor satu," lanjutnya.

Leva hanya mendengus. Tapi tak urung bibirnya terangkat mengukir senyuman kecil. Mereka pun berjalan beriringan menuju kantin.

***

Seperti kebiasaannya, earphone selalu menutup kedua telinganya. Matanya terpejam. Kedua temannya selalu tahu, jika Rangga sudah melakukan aktivitasnya yang satu ini, berarti ia sedang menenangkan pikiran. Entah masalah apa yang membuat Rangga hari ini tiba-tiba diam. Bahkan temannya membujuknya ke kantin pun ia tak bergeming sama sekali.

"Rang!" panggil Farhan menggunakan toa yang berada di ruang guru. Entah dia dapat darimana, tapi yang jelas Farhan akan melakukan apapun demi mendapatkan apa yang dia mau. Eits! Jangan berpikiran negatif dulu, Farhan tetap melakukan jika itu bermanfaat. Yaa seperti sekarang ini. Ia mengambil toa ruang guru untuk memanggil Rangga agar terdengar.

Rangga melepas earphone nya. Ia terkejut melihat Farhan yang duduk di mejanya dengan toa di depan wajahnya.

"Lo apa-apaan si!" omel Rangga.

Farhan hanya memamerkan deretan giginya yang putih. "Ayo ke kantin, gue laper." ucapnya.

Rangga memutar bolamatanya malas. "Dikira gue bapak lo!"

Ari yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya seketika berdiri. "Ayo! Gue juga laper, biarin aja si Rangga kalo nggak mau."

Oke, kalau sudah begini Rangga menyerah. Ia akan ikut. Rangga malas jika sudah berhubungan dengan temannya yang satu itu. Sifatnya bisa berubah secepat mata berkedip. Kadang ia konyol, kadang ia cuek tiba-tiba, dan bahkan ia bisa menjadi manis semanis-manisnya. Tapi, ini belum apa-apa. Ada 1 lagi teman Rangga yang sekarang sedang mengikuti olimpiade matematika. Iqbal. Ia sangat irit bicara. Bicara hanya seperlunya. Wajahnya jarang sekali tersenyum, apalagi tertawa. Datar. Kadang Rangga sering berfikir, kenapa temannya yang satu itu seperti tembok? Padahal dirinya, Ari, dan Farhan sangat aktif.

Rangga dan kedua temannya berjalan menuju kantin. Tidak sedikit tatapan yang tertuju pada mereka. Yah... Memang sih, wajah mereka bisa dibilang di atas rata-rata. Mereka juga masuk ke daftar siswa populer yang diidam-idamkan kaum hawa. Tidak sedikit juga yang mencoba mendekati mereka. Dan sampai detik ini, mereka masih berstatus jomblo.

Here I AmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang