4. Mantan

23 3 0
                                    

Maap kalo ada typo.

"Walaupun begitu, kamu pernah bahagia bersamanya. Kamu pernah mengukir kenangan bersamanya,"
---

"DEMI APA LO KEMAREN JALAN AMA SI SEMUT RANG-RANG?!!"

Ara meringis melihat reaksi Leva setelah dirinya menceritakan hari kemarin ketika ia pergi bersama Rangga. Ara sendiri sebenarnya tidak ingin menceritakan, tapi apalah daya. Rangga yang memberitahu Leva tentang ini. Entah apa maksudnya.

Setelah menceritakan semuanya, Leva tersenyum penuh arti. Jika bukan temannya mungkin sudah Ara robek mulutnya dengan pisau.

"Lo tau gak?" tiba-tiba Leva berbicara.

Dahi Ara mengeryit seketika.

"Kemaren malem Rangga nanya-nanya tentang lo."

"Maksud lo?"

"Tau ah Ra. Sebel gue lama-lama ama lo. Peka dikit dong jadi cewe!"

Ara mengangkat kedua bahunya tak peduli. Ia pun bangkit dari duduknya dan hendak keluar kelas. Tapi tiba-tiba seseorang datang lebih dulu sebelum ia keluar.

Ara terheran-heran melihat Rangga dan satu temannya. Eum.. entahlah siapa dia. Yang Ara tahu, dirinya baru melihat laki-laki di sebelah Rangga. Rangga terhenti di ambang pintu melihat Ara yang ingin keluar. Teman di sebelahnya pun ikut berhenti dan menatap Ara tanpa ekspresi.

"Minggir,"

Rangga mengangkat sebelah alisnya. "Jutek amat neng. Baru kemaren baik sama gue,"

"Ih.. awas. Gue mau keluar!" teriak Ara yang sengaja tidak ingin membahas hari kemarin.

Rangga hanya terkekeh kecil dan menoleh ke arah laki-laki yang sedari tadi hanya menatap mereka diam. "Liat kan lo. Segimana juteknya dia. Tapi tenang, macan di sekolah ini bakal gue hapus. Gue bakal jinakin dia. Tunggu aja, hehe."

"Jadi dia?" kata laki-laki tersebut sambil menatap Ara dari atas hingga bawah.

Ara mengerjapkan matanya sambil menatap laki-laki tersebut. Siapa dia? gumamnya heran.

"Lo Ara?" tanya laki-laki itu setelah menatap Ara begitu detail dari atas hingga bawah.

"Iya," jawabnya seadanya.

"Hm, gue Iqbal. Temen Rangga."

Ara yang tadinya tidak ingin mendengarkan ucapannya kini menoleh setelah mendengar sebuah suara yang menurutnya tidak asing di telinganya. Ia meneliti laki-laki di hadapannya sekali lagi dari atas hingga bawah. Lalu menaikkan sebelah alisnya.

"Lo? Kayaknya gue pernah liat lo deh," ucap Ara yang membuat Rangga membelalakkan matanya, tapi tidak dengan Iqbal. Ia tetap santai dan menatap Ara dengan pandangan yang... Aneh?

"Lo yang waktu itu marah-marah karna ban mobil lo kempes kan?"

Ucapan Iqbal membuat Ara mengingat jelas kejadian dimana ban mobil yang ia kendarai kempis karena menabrak paku kecil di tengah jalan.

"OOHH! JADI ELO YANG NAIK MOTOR NINJA DAN NYIPRATIN BECEKAN KE BADAN GUE?!" suara melengking Ara membuat Rangga maupun Iqbal meringis kecil.

"Bukan gue,"

"Iya! Gue inget jelas!"

"Tapi gue nggak sengaja,"

"Tetep aja lo salah! Terus kenapa lo malah lari waktu itu?"

"Gue nggak lari. Gue naik motor,"

Jawaban Iqbal sukses membuat Rangga tertawa. Ia puas sekali menertawai Ara yang terlihat gugup karena salah bicara. Ara memandang sinis Rangga. "Salah omong doang," gumamnya.

Here I AmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang