SATU "Cinta Masa Kecil "

378 4 6
                                    

Perkenalkan namaku Suryani, aku biasa dipanggil Sur, Yani, Ani. Aku tinggal di Jalan Kangkung. Jalan Kangkung adalah lingkungan yang padat penduduknya dengan mayoritas bersuku Batak Toba. Rumahnya berhadapan padat kiri kanan. Jalan Kangkung berada di pinggir kota Medan. Jangan tanya kenapa nama jalannya, Jalan Kangkung. Bukan karena di kampungku banyak kangkung. Aku juga gak tau kenapa, karena sejak aku lahir kampungku sudah diberi nama itu. Anak-anak yang berlalu lalang selalu mewarnai tempat kelahiranku, dengan keramah tamahan yang selalu ditanamkan sejak dini sehingga orang tua selalu gembira setiap melalui jalan kecil itu. Disana aku punya sahabat yang selalu ada untukku. Mereka juga tinggal di Jalan Kangkung. Kami bertetanggaan dan kami berempat sahabatan. Nama sahabatku itu Nofa, Muty dan Feby. Nofa, si periang yang selalu ceria, supel dan rame. Muty, si mentel yang jadi kembang desa dan Febby, si ramah dan cukup pendiam sementara aku si pendiam yang gak banyak ngomong dan terkesan cuek. Muty dan Feby di bawah umur aku 1 tahun dan Nofa seumuran denganku.

Seperti anak kecil lainnya yang berumur 9 tahun saat itu, kami selalu bermain bersama. Mulai dari bermain boneka, bermain sepeda, bercanda bersama sampai-sampai kami lupa waktu. Kemudian ada seorang anak laki-laki seusia kami, namanya Efraim, anak itu sering dipanggil Eem dan ada juga yang memanggilnya Aim bukan hanya itu, dia juga sering dipanggil ngengeng. Konon ceritanya nama itu punya sejarah, mengapa dia sering di panggil Ngengeng. Ada yang bilang karena dulu waktu Dia masih BALITA sangat sering nangis (cengeng) jadi kakak kandungnya sering manggil dia Ngengeng. Sejak itu, semakin banyak yang memanggilnya ngengngeng.

Eem juga tinggal bertetanggan dengan kami tetapi sedikit lebih jauh jarak rumahnya dari kami. Dia anak yang pendiam, kaku, gak bergaul dengan anak lainnya. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, wajahnya tampan, tetapi sangat kurus. Entah kenapa aku sering dijodohkan oleh kakak-kakak yang usianya lebih tua dari kami dengan anak ini.

Suatu ketika saat aku lewat di depan kakak-kakak yang sedang duduk bersama Eem.

Mereka berkata, "Ani, ini sih Eem. Cieee...cieeee liat-liatan nie... pacarin lah terus Em..... apa lagi yang ditunggu".

Itulah yang mereka bilang, setiap bertemu denganku dan laki-laki kaku itu. Begitu juga dengan sebaliknya jika si Kaku itu lewat. Entah apa yang menyebabkan mereka bilang seperti itu. Kata orang sih, Dia suka denganku. Sedikit GEER tapi aku gak suka setiap mereka bilang seperti itu. Entah karena aku tidak mengerti tentang makna suka atau cinta waktu itu atau mungkin karena pada saat itu, pandanganku dengan sosok seorang Eem alias Aim itu seperti anak laki-laki aneh, kaku, dan pendiam yang gak punya teman. Dia memang tidak seperti anak laki-laki lain yang bermain dengan teman-temannya. Dia pendiam, dia sering menyendiri dan gak punya teman. Tetapi diantara kami berempat, dia dekat dengan Nofa, sahabatku. Mungkin cuma Nofa yang bisa mengerti dia. Cuma Nofa yang mau berteman dan sering berbicara dengannya. Aku menganggap Eem ini aneh karena dia berteman cuma dengan perempuan yaitu Nofa. Kami bertiga tidak berteman akrab dengannya. Kalau kami berempat bermain sepeda dengan beberapa teman kami anak laki-laki yang lain, dia hanya melihat dari jauh dan tidak mau bergabung dengan kami. Kami memang punya teman laki-laki yang akrab namanya Adi, Arif, Garuda, Ramses dan masih banyak lagi. Mungkin karena Eem minder karena tidak punya sepeda makanya dia tidak mau bergabung dengan kami. Tapi seharusnya dia tidak perlu malu.

Setiap aku pergi sekolah, aku selalu melewati rumah Eem. Jalan yang ku lalui tepat di samping rumah Eem. Aku berjalan kecil dengan kakiku yang mungil. Sesaat aku merasa ada yang memperhatikanku dari jendela rumah itu. Aku melihat tidak ada siapapun disana. Ahh mungkin itu hanya perasaanku saja. Kemudian aku kembali berjalan menuju simpang Jalan Kangkung untuk menaiki angkutan umum (angkot).

Haruskah ku MatiWhere stories live. Discover now