"Apa katamu!? Kurang ajar! Kalau homo ya jangan ngajak orang," sahutku.
"Kata siapa saya homo komandan? Saya normal kok. Cuma ya, kalau ngesex sama perempuan hamil mulu. Saya mau coba sama cowok."
"Anda tahu sedang bicara sama siapa?"
"Tahu komandan. Tentara gagah." Preman di depanku menaikkan alisnya mesum.
"Cari orang saja kalau gitu."
Preman itu tertawa sarkas. "Justru itu, saya sange sekarang. Kalau sama temen saya bau, mereka jarang mandi. Kalau sama komandan, dari jarak sejauh ini saja saya bisa mencium tubuh komandan wangi parfum. Gak masalah sama cowok, asalkan bersih. Yang penting sama-sama punya lubang. Atau komandan mau ngentot saya? Boleh juga. Abdi negara emang beda ya." Kalimat panjang laki-laki itu sukses membuat mulutku menganga.
Frontal sekali dia berucap!
"Anda jangan macam-macam. Saya bisa menjeratmu dengan hukum."
"Cih. Mainannya hukum. Tubuh saja sangar, nyali pengecut." Aku menggeram. Baru kali ini aku direndahkan oleh seorang preman. "Nama saya Adipati. Salam kenal," laki-laki itu bangkit kemudian menghampiriku sembari menawari jabat tangan. "Tidak mau kenal saya?"
"Pergi," ucapku dingin.
Mata laki-laki itu memicing. Dia sedang melihat nama di seragam dinasku sepertinya. "Jaka Gani Firdaus? Nama yang sangat bagus, Gani." Aku marah sekali karena dia menghampiriku saat masih kencing. "Dan penis yang besar, hitam, berurat padahal kulitmu sawo matang."
"Jaga kesopanan anda! Secara tidak langsung anda melecehkan sa—hmmmp!"
Adipati langsung menciumku. Aku bisa mendengar dia berucap lirih, "Beginikah rasanya ciuman sama pria?"
"Komandan buka mulutmu ternyata enak ju—"
BUGH!
Dia terjungkal ke belakang. Darah langsung mengucur keluar dari hidungnya karena aku tak segan memukul pria badebah itu karena telah mencuri ciuman pertamaku.
"Ikut saya ke kantor—"
"Baiklah baiklah saya nyerah komandan." Dia angkat tangan. "Sebagai seorang pria kamu terlalu wangi. Saya cuma iseng dan penasaran. Demi apa pun saya pria normal."
***
Sebagai seorang tentara pindah tugas ke luar kota memang sudah biasa. Kali ini pindah ke Bandung. Hujan biasanya turun membawa rasa dingin. Aku suka tempat ini. Banyak gunung, banyak makanan enak, banyak, banyak hiburan menarik mulai dari tempat wisata atau acara kota di alun-alun.
Kebetulan Kakekku pernah tinggal di sini. Rumahnya dia sewakan meskipun sekarang tidak lagi karena rumah itu kutinggali sendirian. Dia, bersama orang tuaku ada di Jakarta.
Selama 2 tahun tinggal di Bandung aku tidak pernah merasa terganggu seperti ini. Maksudku, kemarin malam aku bertemu dengan seorang preman saat perjalanan pulang dari kantor. Penyebabnya karena aku gak kuat ingin buang air kecil. Premannya sih tidak masalah, namun kelakuannya sungguh sangat mecelehkanku. Ngentot yuk. Dengen entengnya dia meluncurkan kalimat itu. Apakah urat malu dan sopan santunnya ada di kakinya?
"Pagi, Pak. Lari ke mana?"
"Keliling Lembang. Mari."
Aktivitasku di hari minggu biasanya lari atau main bulu tangkis di gor dekat rumah. Namun kali ini lariku bukan sekadar mengisi waktu luang. Entah kenapa aku merasa harus mengenyahkan ngentot yuk yang dikatakan preman itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/149315056-288-k997042.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Addict [ManXMan] [Tamat]
RomanceKisah membosankan antara preman dan tentara.