Adipati POV
Aku. Seorang preman? Itulah yang dikatakan orang-orang padahal aku hanya manusia biasa yang akan melayangkan pukulan jika diganggu, marah jika diusik dan kesal jika diabaikan. Aku akui, aku jauh dari Tuhan. Namun, bukan berarti aku tidak percaya. Biasanya kadang aku ingat jika langkah kakiku terseok-seok menjalani hidup yang cukup keras. Itulah aku. Pria tak tahu diri yang hanya ingat Tuhan jika sedang ada masalah saja.
"Kadieu, bangsat! Buru pang melikeun kopi tong loba lila!" Orang yang menyuruhku membeli kopi di warung dengan suara lantang barusan adalah Baron. Dia Ayahku. Dia orang paling ditakuti di kampung ini karena punya daerah kekuasaan. Masyarakat tidak mempersalahkan karena sejak itu kampung jadi aman dari pencurian.
"Tunggu sebentar, Pak."
Baron punya anak buah. Aku? Adipati pun punya meski gerak kami dibatasi Baron. Anak buahnya memang banyak! Dari berbagai penjuru kampung. Aktivitas mereka jika bukan main catur, ngerokok, minum minuman keras, nge-sex ya tidur. Lalu dari mana uang mereka ngalir? Baron bosnya di sini. Anak buahnya tersebar jadi preman pasar, tukang parkir, rentenir dan segala macam penghasilan tidak halal lainnya.
Untuk itu, aku memutuskan punya anak buah sendiri dan hidup dengan uang hasil jerih payah sendiri. Meski, "Jangan lihat dia, Kang! Si Adi kan anaknya Kang Baron. Dia pasti sama-sama belangsak kayak Ayahnya." Ujaran semacam itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Biasanya aku tak memedulikan ucapan mereka. Namun, jika mereka berucap sambil menatapku penuh kebencian, kuhampiri mereka lalu kupukul hingga hidungnya berdarah.
Hidupku memang liar. Satu-satunya hal baik yang aku miliki adalah aku dipertemukan dengan wanita cantik bernama Anggun. Sesuai namanya, wajah dan tubuh yang dia miliki anggun sekali. Orang tuanya pemilik perusahaan besar dan tentu saja dia anak orang kaya.
Namun, itu tak menjadi hal indah lagi. Ternyata Anggun hanya ingin sex saja denganku. Ketika dia hamil, dia tidak memperjuangkan aku sebagai sosok seorang Ayah yang dikandungnya. "Aku pergi, Bang. Ke Amerika. Jangan cari aku."
"Lah kok pergi!? Itu anak Abang, Anggun! Abang siap tanggung jawab!"
Kepalanya menggeleng lemah. "Jika Ayah sudah memutuskan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Aku ke sini cuma mau bilang, hati-hati. Hamilnya aku dianggap aib keluarga jadi mungkin Ayah akan sedikit memberimu pelajaran."
Nyatanya bukan sedikit, melainkan banyak. Nyawaku hampir melayang dibuatnya. Ditambah skenario picik membuat Baron mempunyai hutang hingga dia pun dicari. Hasilnya? Baron, Ayahku sendiri, benci kepadaku dan mengusirku dari rumahnya karena dianggap pembuat masalah.
Saya ke rumahmu sekarang. Jemput bro kalau bisa, saya tunggu di sisi jalan raya yang banyak pohonnya. Pesan yang kukirim pada Haris. Aku tinggal dari satu rumah ke rumah lain.
Sambil menunggu aku coli. Tidak etis memang dilakukan di tempat yang seperti ini. Namun hanya ini yang bisa kulakukan di saat setres. Tiba-tiba muncul seorang tentara bertubuh tegap dengan wajah tampan rupawan. Parfum yang dia pakai menusuk hidungku. Aromanya wangi sekali. Tentara itu sedang buang air kecil di semak-semak. Cih. Kalau aku ngesex sama cowok mungkin kejadiannya gak akan seperti ini. Tiba-tiba saja aku iseng mengerjai dia. Di luar dugaan dia langsung memukulku ketika kucium lalu dia pun pergi.
Ngentot sama tuh tentara? Yang benar saja! Aku tertawa sendiri memikirkan apa yang kukatakan padanya barusan. Meski, jika dipikir kembali ketika mencium bibirnya terasa enak dan empuk.
Beberapa bulan kemudian aku tak punya teman untuk kumintai tinggal di rumahnya. Terpaksa aku mencari kontrakan dengan harga terjangkau. Kerjaku pengangkat barang di pasar. Meski ngekos cukup memberatkan tapi aku tidak punya pilihan lain, kan? Sialnya baru saja satu hari tinggal di sana, penghuni kos berbadan ceking menabrakku dan membuat ponselku jatuh ke selokan yang ada airnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Addict [ManXMan] [Tamat]
RomansaKisah membosankan antara preman dan tentara.