11. koridor lapangan

4.6K 907 95
                                    

Jaemin mengerang tiap kali membayangkan bagaimana mulai hari ini, lagi-lagi dia harus bersibuk-sibuk ria dengan pelajaran selama seminggu ke depan. Oh, hari apa ini? Selasa.

"Kenapa lagi sih, Jaem?" Renjun inginnya menepuk belakang kepala Jaemin dengan buku yang dibawanya, tapi diurungkannya niat untuk berlaku demikian karena untungnya dia ingat buku apa yang dibawanya sekarang; kamus bahasa inggris terbitan lama. "Dari pagi kamu kerjaannya hanya mengeluarkan suara aneh. Suaramu itu berat, Jaem. Nggak enak didengar."

"Hih. Berat-berat begini juga tetap enak didengar! Enak saja kalau bicara." Dia mendengus. "Kamu kepikiran nggak sih, Njun? Haechan, tuh."

"Kenapa Haechan?"

"Dia aneh! Sepertinya dia benar-benar sudah diracuni anak Romawi!"

Renjun terkekeh geli mendengar pemilihan kata yang Jaemin gunakan. "Diracuni? Oh, soal tadi pagi?"

"Bukan tadi pagi saja! Kemarin! Kemarin dia juga begitu!"

Sebenarnya, apa yang sedang Jaemin bicarakan sih? Apa yang aneh dari Haechan kemarin dan juga tadi pagi?

"Kurasa ini pasti kerjaan prefek sebelah! Mereka bercerita yang aneh-aneh pada Haechan soal kita, makanya sekarang Haechan jadi terus mengajak kita semeja!"

Iya, lagi-lagi Haechan mengajak Jaemin, Renjun, dan Chenle untuk makan semeja dengan para prefek Romawi. Mereka mungkin sudah mulai mengerti kalau Haechan adalah tipe-tipe yang sedikit pemaksa, tapi mereka tidak menyangka Haechan ternyata juga keras kepala. Berkali-kali mereka menolak, dan berkali-kali juga dia tidak menyerah.

"Aku berani yakin mereka cerita yang aneh-aneh!"

"Aneh-aneh itu maksudnya yang seperti apa?"

"Ya... aneh-aneh! Pokoknya apapun itu, itu membuat Haechan jadi ingin melihat bagaimana tingkah kita kalau sedang makan bersama mereka!"

Renjun tampak memikirkan kata-kata Jaemin. Dia juga mulai kepikiran kenapa Haechan sepantang menyerah itu. Renjun memang bisa terus menolak, tapi entah kenapa dia juga takut meninggalkan kesan kalau prefek kedua jurusan itu saling menghindar.

"Bagaimana ya... memang kataku dia itu ngotot ya, tapi selebihnya kurasa bukan gara-gara prefek Romawi atau apa. Memang Haechan itu orangnya begitu kan? Dia seperti ingin membantu kita akrab."

Melihat Jaemin cemberut mendengar omongannya, Renjun menahan tawa. Tapi dia mengerti. Bisa dibilang memang Renjun juga merasa ada sesuatunya, tapi menghabiskan waktu kurang lebih seminggu bersama Haechan kemarin... lumayan membuatnya tidak ingin terlalu mempermasalahkan itu lagi.

Tapi Jaemin menghentikan langkahnya. Dia menatap Renjun dengan tatapan yang sedikit mengesalkan. "A-Apa?" Renjun risih.

"Kamu bilang 'membantu'," katanya. "Kamu terdengar seperti ingin dibantu agar lebih akrab dengan prefek sebelah."

"T-Tidak juga!"

"Ayolah! Mengaku saja kalau kamu ingin bantuan!"

Jaemin baru saja ingin lebih jauh menggoda Renjun, tapi mata mereka kemudian menangkap sesuatu di lapangan. Dari koridor, mereka bisa melihat langsung ke lapangan. Kelas 2 Romawi sedang olahraga, rupanya.

Bukan secara kebetulan mereka tiba-tiba jadi melihat ke arah lapangan yang sudah secara jelas pasti akan terisi anak kelas Romawi yang manapun itu. Mereka tiba-tiba menoleh karena terdengar ada yang ramai di sana, mengelukan nama yang mereka berdua kenal baik. "HAECHAAAAN!!"

"Haechan?" Renjun kelepasan menggumamkan nama itu, apalagi ketika dia berhasil menemukan si pemilik nama yang melesat dari ujung lapangan yang satu ke ujung yang lain. Melesat dengan kecepatan yang luar biasa.

Akademi Onct ¦¦ Noren, Markmin, SungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang