(v) confirm again.
.
Jihoon frustasi, hampir menangis.
Di sebelah Manajer-hyung yang sedang menyetir, Jisung terus-menerus berbicara tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan (dan dikatakan) di acara mereka nanti.
"MC kita semuanya senior, lho, dan reputasinya sangat baik." Ia mengulang kata-kata ini berkali-kali.
Jihoon tidak peduli lagi. Pikirannya penuh akan Woojin, dan semua jawaban yang tadi didapatnya dari rekan-rekannya.
"Woojin siapa?"
"Park Woojin, member kita! Seharusnya kita bersebelas, 'kan? Kenapa tiba-tiba kalian buta matematika?"
Jihoon tidak dapat menahan sesak di dadanya kala semua orang menatapnya dengan bingung, apalagi kalimat yang keluar dari mulut mereka...
"Kita memang selalu bersepuluh, Jihoon-ah. Kenapa kau jadi aneh begini?"
... jahat sekali.
Jelas-jelas mereka menghabiskan waktu bersama setiap hari, kenapa bisa melupakan Woojin?! Apa Woojin sedang dikerjai? Tapi untuk apa? Ulang tahunnya di musim dingin, masih beberapa bulan lagi. Lagipula kalau memang benar, kenapa Jihoon tidak tahu?
Melalui kaca mobil, Jihoon hanya dapat melihat siluet lampu kota yang berwarna-warni saking cepatnya van mereka melaju. Jisung masih bicara tentang MC dan hal penting lainnya, sesekali ditimpali oleh hyung-line yang duduk di belakang. Jihoon menoleh ke samping kanannya, ada Guanlin, serius memandangi layar smartphone dengan earphone menyumpal sebelah telinga. Jihoon menyikut lengan Guanlin.
"Guanlin-ah... kau sayang padaku, 'kan?"
Guanlin mengerjap-erjap, "E-eh? Kenapa tiba-tiba, hyung? Iya, aku sayang kalian semua, kok..."
Jihoon meremas lengan adiknya itu, lalu menajamkan intonasi bicaranya. "Kalau begitu jujur padaku, dimana Woojin? Kenapa kalian pura-pura melupakannya?"
Guanlin, yang sepertinya sudah lelah karena ditanyai hal yang sama untuk ketiga kalinya, hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Hyung... sepertinya hyung kurang tidur..."
Jihoon jadi kesal.
Dia tidak sedang main-main, demi Tuhan! Dia khawatir pada Woojin! Kenapa semua orang seperti mempermainkannya? Bahkan manajer mereka juga ikut-ikutan berakting. Mana semua orang aktingnya mendadak bagus, lagi. Bahkan Jinyoung, yang tidak bisa berbohong padanya, nampak sangat meyakinkan saat berkata, "Woojin siapa?"
Jihoon sakit hati. Seolah-olah ia telah dikhianati. Dia tak suka.
Saat mereka bersiap-siap di ruang tunggu, akhirnya Jihoon mencoba peruntungan terakhirnya. Jisung mungkin bisa berbohong padanya sekali, tapi jika Jihoon sudah memelas, Jisung tidak akan tega. Ia terlalu baik.
"Ayo, semuanya. Kita berbaris."
Jisung mengabsen mereka semua seperti biasa, dan Jihoon ikut menunggu dalam detak jantung yang bergemuruh. Ketika hitungan Jisung berhenti di angka sepuluh, dia berhenti dan mengangguk.
"Semuanya lengkap."
Jihoon mencelos.
Ia menyusul Jisung dan menahan lengannya, berkata gagap. "Hyu-hyung, kumohon jangan begini... ka-katakan yang sebenarnya."
Jihoon putus asa. Jisung yang melihat adiknya begitu, ekspresinya berubah khawatir. "Ada apa? Kau merasa tidak enak badan?"
Kenapa dia tidak mengerti juga?!
"Woojin, hyung! Dimana dia? Apa dia ada individual schedule? Kenapa tidak bersama kita? Tolong katakan padaku yang sebenarnya—a-aku tidak akan membocorkan rencana kalian pada siapa pun—atau jangan-jangan kalian sengaja mengerjaiku? Apa ini ide Woojin?"
Jisung memijit pelipisnya, pusing akan pertanyaan beruntun Jihoon. Sang leader menghela napas, "Jihoon-ah... aku akan mendengarkanmu selama apa pun saat kita sampai di dormnanti. Saat ini, kita harus tersenyum untuk Wannable. Kumohon padamu, tahan sedikit lagi... ya?"
Jihoon menggigit bibir bawahnya, tenggorokannya terasa serak. "Baiklah, hyung..."
Tapi Jihoon tidak tahan. Permainan apa pun yang sedang mereka mainkan, ini sudah keterlaluan. Semua staff, bahkan MC pun, bersikap seolah-olah mereka memang bersepuluh, bukan sebelas. Bagaimana perasaan fans nanti?
Bagaimana perasaan Woojin?
Jadi di sela-sela pertanyaan yang diberikan MC padanya, Jihoon dengan sengaja menyinggung Woojin agar mereka semua berhenti mempermainkannya dan mengatakan dimana Woojin saat ini. Yah, mungkin member Wanna One berhasil mengelabuinya, tapi MC tidak akan berbohong di depan kamera, 'kan?
"... Ya, biasanya aku sering bermain bersama Woojin. Dia sering berteriak tidak jelas—"
"Woojin?"
Sang MC menangkap nama tersebut. Jihoon mengangguk penuh harap, kali ini mereka pasti membahas kenapa Woojin tidak bisa datang—
"Maksudmu Lee Woojin? Maknae-nya Produce 101?"
Sekujur tubuhnya kebas.
"H-huh...?"
Jihoon menunduk, air matanya tumpah.
KAMU SEDANG MEMBACA
forget-me-not
FanfictionHari itu, eksistensi Park Woojin menghilang dari ingatan semua orang. Kecuali Jihoon. ⚠ friendship ⚠ jihoon-centric ⚠ baku