Jisung memasuki gedung serba putih itu dengan langkah yang berat.
Apalagi kali ini ia sendirian, dan baru pertama kali juga dia sendirian. Di kedua tangannya, terdapat plastik berisi buah-buahan dan ayam kesukaan Jihoon. Sesampainya di ujung koridor, Jisung berbelok ke kiri, lalu lanjut berjalan menuju ruangan nomor 47. Dibukanya pintu, bau khas rumah sakit langsung masuk ke penciumannya.
"Halo, Jihoon-ie."
Jihoon yang sedang menonton televisi, membalikkan badan. "Jisung-hyung!"
Jisung meletakkan semua bungkusan yang ia bawa, yang langsung dibuka Jihoon kelewat semangat. "Wah, ayam kesukaanku! Terima kasih, hyung. Makanan di sini tidak enak."
Jihoon banyak bicara sembari makan dengan lahap. Katanya dia ingin sekali berkenalan dengan pasien lain, tapi tidak bisa dilakukan karena status selebriti yang melekat padanya. Jisung mendengarkan dengan sabar. Jihoon bilang, dia sudah bosan.
"Kapan aku bisa pulang, hyung?"
"Secepatnya, kok. Makanya Jihoon-ie fokus saja menyembuhkan diri, patuhi kata dokter."
Jihoon mengernyit. "Tapi aku sehat, hyung."
"Kau tidak ingat perutmu sering bermasalah kalau kebanyakan bergerak? Ikuti saja kata dokter, ya? Biar cepat sembuh."
Jihoon mengangguk patuh, luput menyadari telunjuk dan jari tengah Jisung saling bersilang di balik punggungnya.
Pintu terbuka dan sosok Dokter Jung memasuki ruangan. "Oh, Jisung-sshi."
Sang dokter melakukan pekerjaannya dengan cepat. Memeriksa tekanan darah Jihoon, memberi obat, berkata bahwa sebentar lagi Jihoon bisa meninggalkan rumah sakit, lalu berbalik menghadap Jisung.
"Kebetulan, ada yang ingin saya tanyakan pada Jisung-sshi."
Jisung mengerjap-ngerjap. "Ba-baik."
Dokter Jung lebih dulu meninggalkan ruangan, diikuti Jisung. Sebelum Jisung menutup pintu, Jihoon memanggilnya pelan.
"Hyung!"
Jisung mendongak. "Ya?"
Jihoon terlihat ragu. "Anu... itu," ia menunduk, menggigit bibir bawahnya. Tiga detik berlalu sebelum akhirnya Jihoon membuka suara.
"Apa... hyung sudah bisa mengingat Woojin?"
Mata Jisung melebar. Akhirnya dia menanyakan hal itu. Jisung tersenyum getir kemudian menggelang pelan, "Maaf, ya, Jihoon-ie."
Jisung tidak mau melihat wajah kecewa Jihoon untuk yang kesekian kali, jadi dia cepat-cepat menutup pintu dan menyusul Dokter Jung. Sembari mengekori si dokter, Jisung bertanya-tanya apa yang ingin beliau tanyakan padanya. Hari ini adalah hari ke-17 Jihoon di sini, jadi bisa dibilang Jisung sudah cukup familiar dengan dokter berkacamata ini.
Mereka memasuki ruangan khusus Dokter Jung yang langsung duduk di kursi kerjanya. Jisung dipersilahkan duduk di depan sang dokter. yang ia patuhi dengan kikuk.
"Jangan gugup begitu, saya ingin menyampaikan kabar baik, kok." Dokter Jung tertawa kecil, menghilangkan kekhawatiran Jisung.
"Apa ini berkaitan dengan pulangnya Jihoon?"
"Iya. Kondisi Jihoon-sshi membaik, jauh membaik. Gejala skizofrenia-nya sudah jarang muncul. Orang-orang di dekatnya juga sangat membantu. Sekarang ini pola pikir Jihoon-sshi berubah. Dia percaya bahwa semua orang hanya lupa pada Woojin, tapi dia yakin suatu saat kalian akan mengingatnya. Dia sudah tidak memaksa orang lain untuk mengingat lagi. Jihoon-sshi sepertinya mulai pasrah akan hal itu."
Jisung setuju. Tadi saja setelah mendengar respon Jisung, Jihoon cuma menunduk sedih dan bergumam 'oh' pelan. Tidak seperti seminggu yang lalu dimana ia marah-marah tidak terima karena tak seorang pun yang ingat.
"Tapi dia tidak putus asa, 'kan, Dok? Maksud saya, dia pasrah lalu akan melanjutkan hidup, 'kan? Dia tidak akan pasrah lalu—lalu kehilangan semangat hidup, 'kan?"
"Saya kira akan begitu. Jihoon-sshi sejak awal tidak punya kecenderungan bunuh diri. Jadi saya rasa, semua akan baik-baik saja."
Jisung membuang napas lega. Semua akan kembali normal, hanya saja ia perlu memberitahu member lain untuk 'menerima' keberadaan Park Woojin—teman imajinasi Jihoon. Mereka hanya perlu pura-pura percaya bahwa Woojin ada, dan mereka hanya lupa padanya. Jika Jihoon sudah pasrah, lama-lama ia mungkin juga akan lupa pada Woojin.
"Sebenarnya, saya heran sampai sekarang." perkataan Dokter Jung membuyarkan pikiran Jisung.
Pria paruh baya itu melepas kacamatanya. "Genetik Jihoon-sshi baik-baik saja, lingkungannya baik-baik saja, bahkan struktur kimia di otaknya juga tidak cukup untuk membuatnya mengalami skizofrenia. Lalu, bagaimana semua ini bisa terjadi?"
Jisung terdiam. Bahkan medis pun bingung dengan kondisi Jihoon, apalagi dia. Memang, sih, obat-obatan untuk pasien skizofrenia itu benar membantu, tapi apa penyebabnya?
"Kami juga tidak tahu." Jisung menunduk, menggali memori ketika pertama kali Jihoon menjadi aneh.
"Awalnya dia cuma menemukan pot bunga di halaman belakang—"
KAMU SEDANG MEMBACA
forget-me-not
FanfictionHari itu, eksistensi Park Woojin menghilang dari ingatan semua orang. Kecuali Jihoon. ⚠ friendship ⚠ jihoon-centric ⚠ baku