Dua Kali serangan dari pihak musuh di lakukan untuk menaklukan Kota Biru Biru, yang menjadi satu satunya tempat di Samatrah yang belum bisa dikuasai oleh pasukan musuh.
Satu Jendral terbunuh dan banyak prajurit yang gugur demi menaklukan Djohanan Saman beserta pasukannya yang menjadikan Kota Biru Biru basis perlawanan bersama Jendral Amangpun.
Para petinggi dari 3 kerajaan yang menjadi dalang runtuhnya Kerajaan Samatrah dibawah dinasti Heba, tidak percaya serangan yang dilakukan sebanyak 2 kali belum mampu menaklukan Djohanan Saman dan pasukannya.
Serangan dengan kekuatan besar direncanakan untuk merebut Kota Biru Biru dan menaklukan Djohanan Saman beserta pasukannya.
Jendral Fabio mencari apa yang menyebabkan pasukannya selalu berhasil di kalahkan dan mengapa Jendral Scoot bisa terbunuh.
Berpikir keras itulah yang dilakukan oleh Jendral Fabio, ia mulai melacak mata mata yang bekerja untuk pasukan Djohanan Saman, namun selalu menemukan jalan buntu.
Latar belakang Djohanan Saman dicari demi mengetahui siapa sosok Panglima perang yang sedang dihadapi oleh pasukannya.
Jendral Fabio sebagai Panglima yang bertanggung jawab atas penaklukan Samatrah, bukan main di buat terkejut dengan siapa sosok Djohanan Saman sebenarnya.
Seorang pemuda dengan umur 19 tahun bisa menyusun strategi perang dan memanfaatkan keadaan bentang alam menjadi sebuah medan pembantaian bagi pasukan yang dikirimkan.
Mengetahui bahwa Djohanan Saman adalah keturunan dari Mulia Djohan, yang tercatat sebagai seorang pemimpin Samatrah dengan kekerasan kepalanya yang tidak mau bekerjasama dengan pihak asing terlebih jika kerjasama hanya menguntungkan penguasa bukannya rakyat, Jendral Fabio makin membenci sosok Djohanan Saman.
Demi melancarkan serangan pamungkasnya, Jendral Fabio menunda penyerangan hingga 6 bulan lamanya.
Salah seorang penduduk Samatrah yang merupakan bekas Walikota Heba yang saat ini telah bekerja sebagai Kepala Pelabuhan Heba dikirim ke Kota Biru Biru sebagai mata mata.
Jendral Fabio tidak menguasai demografi kota Biru Biru, sehingga salah satu tugas mata mata yang dikirimkannya adalah membuat peta dari Kota Biru Biru.
Wan Sama Heba, seorang Walikota di era Kerajaan Heba di kirimkan ke kota Biru Biru, selain ditugaskan untuk memata matai pasukan Djohanan Saman dan membuat peta Kota Biru Biru, Wan Sama juga memiliki misi untuk mengajak Jendral Amangpun menyerah.
Wan Sama berangkat dari Kota Datar menuju Kota Biru Biru, hanya seorang diri, kondisi bentang alam sangat dikuasainya, dikarenakan Kota Biru Biru adalah tempat kelahiran dan kampung halamannya.
Setelah sampai di Kota Tuha, Wan Sama terheran heran, melihat kondisi kota yang hancur tidak karuan, masih terkenang di ingatannya, bagaimana kondisi kota Tuha sebelum luluh lantak.
Kota Tuha merupakan kota persinggahan yang ramai, walaupun hanya sebuah Kota kecil namun banyak orang menyempatkan diri singgah untuk sekedar beristirahat dan menikmati bebek bakar yang menjadi makanan khasnya.
Seorang diri tanpa ada pengawalan Wan Heba menyusuri Lengangnya Kota Tuha, dengan mengenang kondisi sebelum perang berkecamuk.
Memori Wan Sama akan Kota Tuha terhenti, ketika perjalanannya harus terhenti oleh prajurit Djohan Saman yang berjaga memantau pergerakan musuh.
Wan Sama diberhentikan serta di periksa perbekalannya, dan segera dibawa ke Kota Biru Biru, untuk di tanyai lebih jauh.
Sesampainya di Kota Biru Biru, Wan Sama meceritakan kepada prajurit yang menahannya, bahwa ia adalah seorang Walikota dari Kota Labuhan Heba di dinasti Heba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samatrah Bumi Malaya
Historical FictionKesultanan Samatrah dan penguasa yang hilang, kekuasaan dan tahta tidak akan pernah tertukar.