Keduanya duduk berhadapan di sebuah sofa dalam ruangan Duta, setelah mengajak ke ruangan ini baik Hadi maupun Enzy sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Dalam keterdiamannya Hadi fokus pada calon istri cantiknya yang meski hari ini wajahnya terlihat lesu tapi tak bisa menutupi paras manis sempurna miliknya, rasanya ingin sekali memeluknya sepanjang malam seperti yang dia lakukan malam itu. Tidur dalam pelukan hangat tubuh Enzy.
"Om," panggil Enzy lemah. Membuat Hadi tersentak kecil.
"Ya, Sayang?"
Mata Enzy berubah tajam. "Jangan panggil gue sayang!"
Hadi menggigit lidahnya, mengutuk dirinya yang tak sadar mengeluarkan kata sayang pada Enzy. Sabar, sabar.. Semua akan ada waktunya, batinnya.
"Maaf."
Enzy menghela napas panjang. "Seminggu ini gue udah mikirin semuanya, gue udah memutuskan untuk melupakan kejadian kemarin. Anggap aja nggak pernah terjadi sama sekali, ini semua demi kebaikan kita semua. Dan soal tanggung jawab." Enzy berhenti sejenak seraya menatap lekat bola mata Hadi hingga membuat lelaki itu berdebar. "Om nggak usah tanggung jawab apa-apa, gue hanya berharap setelah ini kita nggak ada urusan lagi dan jangan temui gue!"
"Nggak boleh!" teriak Hadi tiba-tiba. Saking paniknya dia berjalan mendekati Enzy lalu duduk di sampingnya. "Kamu jangan ngomong gitu dong, aku bahkan belum menjelaskan apa-apa tentang diri aku ke kamu. Sekarang kamu dengerin aku ngomong dan simak baik-baik."
"Selama 42 tahun aku hidup aku belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, aku akui aku memang punya hidup bebas dulu bahkan sampai mempunyai anak dari perempuan lain tanpa adanya pernikahan." Hadi dengan memegang erat tangan Enzy begitu melihat kesayangannya itu akan membuka mulut. "Kamu dengerin dulu ya, pleasee...." mohonnya memelas, Enzy yang tak tega sampai mengangguk tak sadar. "Dan saat pertama kali melihatmu di pantai dengan kostum mermaid, senyum tulus yang kamu berikan membuat aku jatuh terpesona. Semuanya terjadi begitu saja, aku jatuh cinta pada pandangan pertama padamu. Dan untuk masalah status aku nggak terikat pernikahan dengan siapapun saat ini, kamu bukan pelakor atau nggak merebut aku dari siapa-siapa karena dari awal hati aku telah digenggam oleh kamu, Enzyna Rubika."
Enzy membuka mulut saking terkejutnya, semua pengakuan yang diutarakan oleh Hadi sungguh membuatnya tak bisa berkata-kata lagi. Ingatannya kembali pada kejadian dua tahun lalu saat dia dan Mima pergi berdua ke Bali dalam rangka liburan bersama, pada saat itu dia mengajak Mima main ke pantai tapi sahabatnya malah menolak karena mengantuk dan ingin tidur di kamar saja. Itulah mengapa dia memilih pergi sendiri ke pantai untuk jalan-jalan ketika membuka koper mengganti bajunya Enzy melihat kostum mermaid yang dia beli bulan lalu di online shop, ide di kepalanya muncul begitu saja dan akhirnya memakai kostum itu sambil duduk di pinggir pantai. Pasti sangat menyenangkan, pikirnya.
Memang saat itu Enzy merasa puas menjadi pusat perhatian orang-orang yang tak disangka adalah ada satu sosok yang mengaku jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Jadi pertemuan kita bukan di lift gedung Randhika Group?" Hadi menggeleng keras, merasa senang karena Enzy masih mengingat pertemuan yang menurutnya merupakan pertemuan pertama.
"Bukan, itu adalah pertemuan kita yang kedua. Mungkin kamu nggak ingat tapi aku selalu ingat di mana momen pertemuan-pertemuan kita." Genggaman tangan Hadi kian erat. Namun, tak menyakitinya sama sekali. Malah rasa hangat dan nyaman menyeruak ke relung hatinya paling dalam, perutnya bagai tergelitik jutaan kupu-kupu berterbangan di sana dan tiba-tiba saja jantungnya berdebar makin cepat hingga membuatnya sesak napas karena buncahan rasa senang.
Oh tidak, apakah Enzy mulai jatuh cinta pada lelaki tua yang menggenggam tangannya?
***
"Ngapa tuh teman lo, Mim. Sejak tadi senyum aja dari tadi?" Mima mengangkat bahunya acuh. Meski dalam dia pun penasaran dengan keadaan Enzy yang beberapa hari belakangan ini agak sedikit gila. Senyum-senyum sendiri sambil menatap ponselnya.
Duta yang diabaikan Mima pun hanya bisa mendesah kecewa, dia begitu heran kenapa bisa berteman dengan dua perempuan aneh seperti Enzy dan Mima. Yang satu ceria, supel, ramah, tapi kelakuannya barbar yang satunya galak, dingin, cuek, tapi sangat peduli pada yang lainnya.
Sementara perempuan yang menjadi bahan perhatian sahabatnya kembali tersenyum dengan wajah memerah seraya menatap ponselnya.
Enzy tiba-tiba berdiri dari duduknya hingga membuat kursi di belakangnya ikut terpental dan menghantam lantai hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring sampai menyiksa telinga. Mima dan Duta tersentak kaget dengan gerakan cepat Enzy, wajah panik sahabatnya itu jelas terlihat sekali.
"Lo kenapa sih? Rusuh banget! Tadi senyum-senyum nggak jelas sekarang malah pucat kayak abis lihat hantu, atau lo emang abis lihat hantu ya?" Duta ikut berdiri dari duduknya menatap waspada sekitar kedai yang mulai sepi pelanggan hanya menyisakan beberapa pegawainya yang masih membersihkan kursi dan meja.
Mima memutar bola matanya bosan menyaksikan sikap berlebihan yang dilakukan Duta, lalu matanya beralih pada Enzy yang terlihat linglung. "Zy, kenapa sih?"
"Ah, itu.... Gue harus balik sekarang deh," kata Enzy gelagapan. "Ta, lo yang tutup kedai ya." Tanpa menunggu jawaban dari Duta, perempuan itu berlari naik ke lantai dua membereskan barang-barangnya.
"Woii! Enak aja mau pulang gitu aja. Gue nggak mau tahu lo bantuin gue tutup kedai," teriak Duta kesal.
"Udah biarin aja sih, gue bakal temenin lo kok kalau lo takut tutup kedai sendirian," sela Mima santai.
Duta spontan mendelik. "Dih, siapa yang takut?" serunya galak.
"Syukurlah kalau lo nggak takut, artinya gue bisa pulang sekarang. Gue juga udah ngantuk." Mima tanpa basa basi beranjak dari duduknya setelah memasukkan ponsel dan dompetnya dalam tasnya.
"Hei, Mim. Lo kok tega sih? Mimaaa," panggil Duta yang diabaikan oleh Mima yang sudah berjalan keluar kedai meninggalkannya sendirian di meja mereka, mata pegawainya beralih padanya lantas dia berseru. "Cepatan beres-beresnya gue udah mau pulang!" Karena tak bisa melampiaskan pada kedua sahabatnya Duta akhirnya melepaskan kekesalannya pada para pegawainya.
Duta melihat Enzy turun dengan tata rambut yang rapi serta aroma manis semerbak bagai bunga. "Lo yakin mau pulang, hah?" sindirnya cukup pedas.
"Iyalah! Dadah, Duta. Gue jalan duluan ya," pamit Enzy tanpa rasa bersalah berlari ke arah pintu depan dan menghilang di baliknya.
Duta hanya bisa mendengus kesal, protes pun dia tetap kalah dengan manusia barbar macam Enzy. Daripada kena gebuk mending dia diam dan cari aman saja, meski dongkol setengah mati juga.
"Bos, semuanya udah beres. Boleh kami pulang juga?"
"Jangan," teriak Duta panik. Hari ini entah sudah beberapa kali Duta berteriak. "Tunggu gue sampai tutup kedai, gue mau ambil laporan dulu di atas. Kalian berdua jangan kemana-mana dan jangan bergerak satu senti pun atau kalau nggak gaji kalian gue potong!"
Tentu saja ancamam itu membuat keduanya takut. "Baik, Bos."
Setelah memastikan kedua pegawainya menunggunya, Duta segera berlari ke atas mengambil map berisi laporan harian penghasilan kedai untuk dia periksa di rumahnya. Terpaksa dia bawa pulang karena si boncel seenaknya meninggalkannya sendiri menutup kedai.
"Lihat aja besok gue kerjain si Boncel!"
Namun, ancaman itu hanya berakhir dengan ancaman karena Duta tidak akan berani dengan perempuan macam Enzy yang barbar dan ratu tega.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Close Friend
General FictionKatanya, ada tiga kemungkinan yang terjadi di antara persahabatan laki-laki dan perempuan. Pertama, kalau bukan si laki-lakinya yang diam-diam jatuh cinta. Kedua, atau bisa jadi si perempuan yang diam-diam jatuh cinta. Ketiga, keduanya saling cin...