22 : Raya Mencoba Kabur...

165K 11.3K 251
                                    

Happy Reading

****

Setelah membayar tagihannya, Edo buru-buru menarik pergelangan tangan Raya, meninggalkan Miko.

Sakit!

Raya ingin mengucapkan satu kata itu, namun melihat bagaimana ekspresi Edo saat ini, membuat Raya menelan salivanya kembali.

Raya lebih memilih diam. Edo memang menakutkan jika sedang marah.

"Hey! Kok Lo dorong Gue sih? Punya masalah apa Lo sama Gue!" Merasa tidak terima atas sikap Edo, Miko mengambil langkah sengit dengan menghadang langkahnya.

Raya melirik Edo sekilas, wajah sang kekasih terlihat semakin menakutkan dari sebelumnya.

"Masuk."

"Edo, jangan dengar-" ucapan Raya terpotong begitu saja karena Edo telah terlebih dahulu mendorong tubuhnya masuk ke dalam mobil.

Raya melihat Miko berdiri dengan wajah congkak yang khas. Kepalanya sedikit terangkat karena tubuh Edo jauh lebih jangkung sepuluh senti darinya.

Apa yang mereka lakukan? Raya jarang melihat Edo marah. Sikap Edo saat ini mengingatkan percakapannya dengan Eza dan Sigit beberapa hari yang lalu.

Flashback on.

"Ra, Gue boleh kasih saran nggak sama Lo?" Eza menarik tangan Raya agar duduk lebih dekat dengannya di sofa.

"Saran?" Raya mulai tidak nyaman.

"Ini demi kebaikan Lo." Sigit ikut menimpali ucapan Eza seraya duduk di samping kiri Raya.

Raya menjadi takut.

"Kalau Edo lagi marah, lebih baik Lo pergi dan tinggalin doi sendirian." Ucapan Eza diikuti oleh Sigit yang juga menyuarakan hal yang sama, "Dengan kata lain adalah ... jaga jarak."

"Ke-kenapa harus begitu?"

"Ada alasan kenapa dia sering dijadiin ketua di klub PA."

"Ketua?"

Sigit mengangguk antusias. Tatapan mata lelaki itu membuat Raya risih.

"Edo jago bikin orang babak belur. Gue buktinya. Lihat!" Eza menunjukkan bekas luka permanen di lengan kiri. Bekas jahit membujur terlihat jelas saat Eza menarik kemeja lengan ke atas.

"Ta-tapi kenapa bisa ...?" Raya menunjuk luka itu dengan tangan gemetar.

"Ini karena Gue pernah bikin Edo marah."

"Tapi ... tapi aku kan perempuan! Edo nggak mungkin melakukan hal itu kepada perempuan kan ...?"

Sigit bertukar pandang dengan Eza, "Kalau perempuan ... mungkin Edo akan menggunakan cara lain selain kekerasan untuk melampiaskannya."

"Cara lain ...?"

"Ehm ..." Sigit menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu memilih untuk bersiul dan meminta Eza untuk menjawabnya, "Eza aja deh yang jelasin. Gue mau bogan dulu."

"Anjir. Apaan dah itu bogan?" Eza mengerutkan kening. Jelas sekali ia kesal.

"Bobok ganteng. Ah, nggak gaul lu!" Sigit menepuk bahu Eza, lalu berlari ke arah tangga saat dilihatnya wajah Eza berubah padam.

RELATIONSHIP GOALS (1) | 17+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang