38. The Last .... (1)

80.9K 6.3K 761
                                    

You are the reason...👆

###

"Jika kamu mencintai sampai kamu merasa sakit ... sakit yang begitu dalam, tak akan ada lagi rasa sakit yang tersisa. Yang ada hanya cinta."

- Edo -

####


Raya merasa ada yang aneh dengan sikap Edo saat ini. Edo mengajaknya ke bioskop dan terus-menerus menggenggam tangannya, hingga Raya mulai sedikit resah karena perubahan
sikap Edo yang menjadi terlampau tenang.

"Edo, kita ada di mana?" tanya Raya saat mobil milik Edo berhenti di depan sebuah taman. Tidak terlalu ramai, tetapi tidak juga sepi. Raya menyukainya.

Edo tersenyum tenang, lalu keluar, membukakan pintu untuk Raya. "Kita ada di Taman Kota."

Edo mengulurkan tangannya, dan Raya menyambutnya dengan senyum bahagia. Untuk pertama kalinya, Raya bersikap seperti itu. Untuk pertama kalinya, Raya menyukai kebersamaan mereka.

Mereka berjalan menyusuri jalan kecil yang di sekitarnya dikelilingi oleh berbagai jenis bunga dan tanaman merambat yang indah. Raya terenyuh dan tersadar kembali saat Edo melepaskan genggaman tangannya secara tiba-tiba. Edo memutar tubuhnya menghadap Raya.

"Edo?" Raya melihat pancaran aneh di mata kekasihnya, yang di wajahnya, terpancar kelelahan dan kesedihan.

"Edo, kamu kenapa, sih?" Raya berjalan menghampiri dan merangkul lengannya.

Kepada seseorang yang telah melakukan apa pun untuknya ... kepada seseorang yang telah menerima sifat buruk dirinya ... ingin rasanya Raya mengangkat beban dan kesedihan di wajah Edo.

Untuk pertama kalinya, Edo melakukan penolakan. Ditepisnya rangkulan dari Raya, tetapi dengan pandangan yang tidak sekali pun menatap wajah Raya.

"Hampir empat tahun," Suara Edo yang sebelumnya tampak begitu tenang, kini terdengar tercekat, "empat tahun, aku
mengejarmu, dan baru kali ini, kamu akhirnya menerimaku." Edo tersenyum, tetapi matanya menunjukkan kesedihan.

"Kok kamu tiba-tiba ngomongin itu, sih?" Raya sekali lagi mencoba merangkul lengan Edo, tetapi Edo lagi-lagi menolaknya. Dengan tatapan lelahnya, Edo melanjutkan kalimatnya.

"Makasih ... karena kamu sudah menerimaku dengan baik. Mengabaikan kebiasaan burukku, dan ... sekali lagi ... kamu masih menerimaku."

Raya berjalan menjauh dengan perasaan tidak tenang. Ia merasa takut dengan arah pembicaraan Edo. Raya teringat dengan mimpinya. Mimpi buruk itu.

"Edo ...."

Namun, Edo menahan tangannya. Sambil menatap kedua bola mata Raya, dengan kedua tangannya, Edo kemudian menyentuh pipi Raya, lembut.

"Maaf kalau selama ini aku selalu memaksamu, membentakmu," Edo tertawa pelan, miris, "dan selalu ... menciummu."

Raya menggeleng. "Edo, jangan bilang seperti itu! Aku-"

Edo menyentuh bibir Raya, membuat wanita itu seketika diam. Edo tidak membutuhkan penjelasan dari Raya. Sebelum hatinya goyah dan keputusannya berubah.

"Dan untuk semuanya ... aku minta maaf."

Raya merasa sakit ... rasa sakit di jantungnya. Matanya memanas hanya karena tatapan lelaki itu. Mata Edo, tengah menunjukkan kalau lelaki itu berduka begitu dalam.

Raya memejamkan matanya saat Edo mendekatkan wajah ke arahnya. Kecupan ringan di keningnya terasa begitu berbeda dari biasanya. Kecupan itu begitu dalam dan dingin. Lama, seakan sebuah ciuman panjang yang akan membawanya ke sebuah jurang perpisahan.

"Maaf, aku tidak bisa menepati janjiku." Edo melepaskan bibirnya dari kening Raya. Mereka saling menatap lama. "Maaf ... karena aku sudah menjadi sumber perbedaan untukmu."

Raya menatap Edo dengan permohonan di matanya, memohon pada Edo untuk tetap berdiri di sampingnya.

Edo menatap Raya dengan tatapan kosong dan lelah. Kejatuhannya hari ini begitu sempurna. Edo merelakan Raya pergi untuk seseorang yang lebih pantas mendampinginya.

"Dia berpendidikan tinggi, dan lebih dari itu, dia memiliki 'satu keyakinan' dengan Raya."

"Maafkan aku ...." Sebagai salam perpisahan, Edo memeluk Raya dengan erat. Sangat erat.

Raya tidak bisa membendungnya lagi.

"Nggak! Aku nggak mau! Hiks ...." Raya akhirnya menangis. Tubuhnya menggigil hebat. Pelukan itu begitu menyesakkan dadanya, membuatnya sulit untuk bernapas, dan menyisakan rasa sakit di hatinya yang paling dalam.

Raya tidak sanggup lagi.

Tubuhnya tiba-tiba terasa lumpuh. Untuk menopang tubuhnya, Raya melingkarkan kedua tangannya di leher Edo dan memeluk lelaki itu erat.

Raya tidak ingin melepaskan pelukannya. Ia tidak ingin kehilangan Edo.

"Edo ... hiks!" Raya mengeratkan pelukannya saat ia merasakan penolakan Edo.

Edo memejamkan kedua matanya. Sama sekali tidak ada niatan untuk melepas pelukannya. Tidak ada. Namun, Edo telah berjanji kepadanya. Dengan perasaan yang sama hancurnya, dilepaskannya pelukan itu seraya mendorong tubuh Raya menjauh.

"AAAAA! HIKS!!"

Setelah Edo melepaskan pelukannya, Raya langsung jatuh lemah di tanah. Air matanya mengalir deras. Kedua tangan gadis itu memeluk dadanya dengan erat.

Raya seperti ingin pingsan.

Sakit .... Jantungnya terasa sangat sakit.

"HIKS!!!"

RELATIONSHIP GOALS (1) | 17+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang