Kalau ada pelajaran sejarah yang menyenangkan, Jaemin jamin itu cuma sejarah bagaimana seorang Renjun bisa terlahir.
Pelajaran sejarah udah berlangsung selama empat puluh lima menit dan selama itu juga Jaemin menahan diri supaya nggak tidur. Bukan, bukan takut dimarahin Pak Kim. Tapi karena ujian tengah semester sebentar lagi dan Jaemin benar-benar nggak punya bekal apa-apa buat mata pelajaran satu ini.
Ketika temen-temennya yang lain punya catatan tentang bagaimana perkembangan dunia, Jaemin cuma punya catatan tentang Renjun. Mulai dari nama lengkap, nama panggilan, jabatan di MPK, zodiac, shio, makanan dan minuman favorit, nomor telepon, dan juga ID LINE. Persis banget kayak biodata yang suka ditulis anak TK.
"Jaemin!"
Kepala Jaemin yang terkapar di atas meja langsung terangkat begitu dengar namanya dipanggil. Dia mengerjap, menatap ke depan dan mendapati Pak Kim yang natap dia dengan kacamata bertengger dipucuk hidung.
"Kenapa, Pak?" tanya Jaemin setelah ngucek mata.
"Jangan tidur. Nilai sejarah kamu itu paling rendah seangkatan. Cuci muka sana!"
Jaemin meringis sambil garuk-garuk kepala, malu karena dia baru tau kenyataan kalau nilai sejarahnya paling jelek seangkatan. Jaemin pikir cuma paling jelek sekelas.
Sambil merapikan kemejanya yang berantakan, Jaemin berdiri dari kursi kemudian pergi ke toilet untuk cuci muka. Begitu selesai, Jaemin nggak balik ke kelas, tapi malah jalan ke perpustakaan. Jangan harap Jaemin belajar di sana. Dia cuma mau tidur. Masa bodolah sama nilai sejarah. Toh nanti kalau interview kerja, nggak ditanya juga gimana kronologi perang dunia.
Ternyata, pergi ke perpustakaan bukan keputusan yang salah. Jaemin melangkah dengan senyum lebar ke meja di sudut ruangan sana. Tebak apa? Iya, betul. Di sana ada Renjun!
"Hoi," sapa Jaemin, menepuk pundak Renjun.
SRETT
Renjun menatap buku tulisnya dengan mulut mangap lebar, sekaligus rasa degdegan gara-gara kaget karena tepukan dan sapaan Jaemin. Sementara pelaku malah cengar-cengir, belum sadar kalau tindakannya barusan mancing singa dalam diri Renjun untuk bangkit.
"Ngapain sih?! Ngagetin kan jadi kecoret!" Renjun berdecak sebal. Sebuah garis panjang menghiasi rangkumannya yang hampir mencapai baris terakhir buku tulis.
Jaemin melongo lebar saat liat buku tulis Renjun. Tapi kemudian malah cengar-cengir. "Maaf, Jun, hehe," kata Jaemin.
"Nggak usah cengar-cengir. Ganteng banget apa lo," ketus Renjun, bikin cengiran Jaemin lenyap.
Sebenernya Jaemin mau nyaut iya, tapi nggak jadi. Wah, ini sih si Renjun lagi mode singa.
"Sorry deh, sorry. Nggak maksud ngagetin," ucap Jaemin sambil melempar tatapan melas.
Renjun diam aja, nggak merespon Jaemin. Dengan satu gerakan cepat, Renjun merobek halaman yang kecoret itu. Suara robekannya kenceng banget, bahkan sampai bikin beberapa pengunjung perpus yang lain noleh ke arahnya. Jaemin meringis. Duh, salah banget nih.
"Jun, maaf ya, beneran deh nggak sengaja ngagetin," melas Jaemin, sekarang sambil goyang-goyangin tangan kiri Renjun.
"Brisik!"
Hari ini mood Renjun lagi nggak bagus. Proposal Valentine Day nggak diacc karena sekolah nggak mau ngeluarin dana. Renjun nggak ngerti kenapa kepsek yang sekarang pelit banget sama dana. Padahal acara ini juga buat sekolah.
Mood-nya makin buruk pas Bu Jess nyuruh Renjun keluar kelas dan bikin rangkuman materi bahasa Inggris gara-gara Renjun lupa nggak bawa buku PR-nya. Padahal PR itu Renjun kerjain sampai begadang, bahkan repot-repot nelpon Mark untuk minta bantuan. Kampret banget malah ketinggalan.