Renjun nggak ngerti kenapa dia secengeng ini. Udah hampir lima belas menit dia diam di bilik toilet. Ngapain? Nangis.
Ck. Yang ditolak Jaemin, harusnya Jaemin yang nangis mengingat sedalam apa rasa cinta Jaemin buat Renjun.
Untuk yang kesekian kalinya, Renjun menarik napas dalam. Mengisi rongga paru-parunya dengan oksigen sebanyak mungkin biar lebih tenang, biar rasa sesak setelah menolak Jaemin hilang. Tapi mau sebanyak apa pun oksigen yang masuk, perasaan itu masih ada.
Perasaan bersalah.
Renjun kesal sama dirinya sendiri yang udah bikin Jaemin sakit hati. Renjun kesal sama dirinya sendiri yang nggak bisa bilang 'yes' untuk permintaan Jaemin tadi. Renjun kesal karena rasa trauma itu masih ada.
Ini semua salah Ayah, batin Renjun.
"Udah dong. Jangan na-huk ngis..."
Kepalan tangan Renjun mukul-mukul dadanya sendiri.
Beberapa menit kemudian Renjun tenang. Napasnya mulai teratur dan isakannya mulai hilang. Dia udah siap buka pintu bilik dan akan cuci muka. Renjun nggak boleh kelamaan di sini. Teman-teman OSIS/MPK masih perlu bantuan.
PRANG!
Renjun sudah akan keluar saat suara itu terdengar tapi niatnya urung ketika seseorang menyerukan sebuah nama.
"JAEMIN!"
***
Seganteng apa pun Jaemin, semanis apa pun senyumnya, selicin apa pun mulutnya, sengeselin dan setegar apa pun dia, Jaemin tetap manusia yang punya emosi.
"Jaem-"
Ucapan Haechan terhenti karena Jaemin tau-tau berdiri, melangkah cepat keluar kelas.
Sementara itu Jaemin berjalan kayak dikejar setan. Dia nggak peduli Haechan yang teriak-teriak manggil namanya. Emosi Jaemin udah sampai ubun-ubun. Jaemin perlu pelampiasan.
Napas Jaemin pendek-pendek saat dia sampai di toilet. Tangannya mencengkram pinggiran wastafel erat-erat. Pandangan Jaemin tajam, menatap pantulan wajahnya yang ada di cermin. Tatapannya jatuh pada stiker hati di pipi kanannya. Emosi Jaemin makin membuncah saat mendapati nama Renjun di bawah stiker itu.
Tangan Jaemin terangkat-menggosok bagian pipinya yang tertulis nama Renjun di sana.
Sialan. Nggak mau ilang!
Gerakan tangan Jaemin semakin kuat tapi nama Renjun yang ditulis pakai spidol itu nggak hilang sepenuhnya.
Kesal, Jaemin ngepalin tangan dan dalam hitungan detik, kepalan itu mendarat tepat di pantulan wajahnya.
PRANG!
"JAEMIN!"
Jaemin terengah, merasa lega setelah berhasil nonjok cermin di hadapannya sebagai pelampiasan emosi.
"Jaemin..."
Jaemin menoleh dan mendapati Haechan menatap ngeri ke suatu arah. Jaemin mengikuti pandangan Haechan.
Berdarah.
Tangannya berdarah.
***
"Kerja bagus semuanya. Makasih kerja kerasnya hari ini."
Kalimat yang keluar dari mulut Jihoon jadi penutup evaluasi kegiatan hari ini. Pengurus OSIS/MPK cuma nyahut dengan gumaman nggak jelas karena udah mulai kecapekan. Jam dinding di ruang sekre udah nunjukkin pukul tujuh lewat tiga puluh lima menit.