Senyum super lebar langsung muncul di wajah manis Renjun saat dia buka pintu rumahnya dan mendapati Jaemin berdiri di sana, lengkap dengan senyum yang bikin meleleh sampai ke ujung kaki.
Renjun nggak tau kenapa dia bisa senyum selebar ini padahal kalau ketemu Jaemin bawaannya selalu mau ngomel. Tapi hari ini beda. Entah kenapa. Ditambah hari ini Jaemin keliatan super ganteng.
Ya ampun, Renjun ke mana aja baru sadar kalo selama ini Jaemin secakep itu?
"Udah siap?" tanya Jaemin, disambut anggukan oleh Renjun. "Nyokap lo mana? Calon menantu mau pamitan dulu, nih."
Renjun nggak tau kenapa dia nggak nepak mulut Jaemin yang nyebut dirinya sebagai calon menantu.
"Nggak ada. Bunda lagi ada dinas keluar kota," kata Renjun, berhasil menghentikan Jaemin yang celingukan ke dalam rumah.
Jaemin ber-oh ria. "Ya udah langsung berangkat aja kalo gitu," ucap Jaemin. Renjun ngangguk.
Setelah mengunci pintu rumah dan pintu gerbang, keduanya jalan bersisian menuju halte bus di depan komplek rumah Renjun. Semalam Jaemin ngajak Renjun berangkat bareng ke sekolah. Tadinya Jaemin mau bawa motor, tapi dilarang sama Renjun.
"Cari mati, ya? Belum punya SIM. Nggak mau, ah. Ntar ditilang."
Ya udah. Kalau Renjun udah bersabda, Jaemin bisa apa selain nurut? Bucin kan, gitu.
"Jun, jalannya sinian," tangan Jaemin terulur, merangkul bahu Renjun supaya anak itu berjalan agak ke pinggir. Pagi-pagi begini jalanan komplek cukup ramai dilewati beberapa kendaraan. "Eh atau lo yang di sebelah sini deh."
Renjun nurut aja ketika Jaemin bergerak untuk tukar posisi. Lagi-lagi heran kenapa dia nggak misuh-misuh? Renjun kan bukan anak kecil yang kalo jalan harus di pinggir banget.
"Nah, lebih aman," Jaemin tersenyum, bikin Renjun deg-degan setengah mampus. Ah, sialan. Cakep banget senyumnya.
Pagi ini angin berhembus agak kencang, berhasil menggerakan apa pun termasuk rambut Jaemin yang hari ini warnanya dark brown.
Renjun berhenti melangkah, bikin Jaemin ikutan berhenti. "Kenapa?" tanya Jaemin.
"Rambutnya berantakan. Nggak pake pomade, ya?"
Di tempatnya berdiri, Jaemin nahan napas saat Renjun maju beberapa langkah, mengulurkan tangannya untuk merapikan rambut Jaemin yang sedikit berantakan karena ketiup angin. Jaemin deg-degan, tapi dia berhasil mengontrol diri jadi lebih rileks. Aroma tubuh Renjun yang manis langsung berebut masuk ke indra penciuman Jaemin.
Wangi banget. Bikin candu.
Jaemin senyum. Dia rendahin kepalanya supaya Renjun lebih gampang rapihin rambutnya. "Iya, tadi buru-buru. Takut telat," katanya.
Nggak butuh waktu lama buat rambut Jaemin rapi. Meskipun maish ketiup angin, seenggaknya sekarang sedikit lebih rapi.
"Dah selesai," kata Renjun.
"Makasih," Jaemin mengulas senyum.
"Sama-sama."
Keduanya kemudian lanjut berjalan.
Jarak dari rumah Renjun ke halte bus sebenernya nggak jauh-jauh amat, tapi nggak tau kenapa hari ini rasanya jaraknya jadi lebih jauh. Padahal Renjun udah nggak sabar mau cepet-cepet sampe sekolah kemudian makan di kantin. Renjun belum sarapan karena dia nggak punya apa-apa yang bisa dia masak.