II

91 20 20
                                    

Wilayah Smaradana
pukul 8.47 a.m.


Dengan memacu motornya, Ezra seorang diri pergi pagi itu setelah selesai mandi dan mengisi perutnya. Ia membelah jalanan Kota Cassa Center dengan sedikit terburu. Motor ia belokkan melewati jembatan menuju wilayah Smaradana—wilayah pertokoan—dan berhenti di depan sebuah toko berlabel 'LILYABAY FLORAL'. Ia menurunkan resleting jaketnya, kemudian melangkah masuk ke toko dan dihampiri seorang pria.

"Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?" sapa pria itu ramah dengan senyum merekah. Tak lama senyum itu memudar ketika memori lamanya memaksa naik dan menyadarkannya.

"Haggai?" ucapnya. Ezra mengangguk singkat.

"Mau beli bunga?" Pria itu mengangkat satu alisnya.

"Bisa aku bertemu Ligia?"

Pria yang akrab disapa Van itu terdiam sejenak sebelum akhirnya menyilakan Ezra untuk menunggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria yang akrab disapa Van itu terdiam sejenak sebelum akhirnya menyilakan Ezra untuk menunggu. Ia masuk ke dalam, ke bagian rumah di belakang toko, lalu tak lama kembali bersama seorang wanita. Van pergi untuk melayani pembeli sementara wanita bernama Ligia itu terdiam cukup lama sambil netra teduhnya beradu dengan tajam milik Ezra.

"Masih ingat denganku rupanya?" sarkasnya sambil menyandarkan lengan ke etalase. Kedua tangannya ia lipat ke depan dada.

"Ada sesuatu yang perlu kubicarakan," sahut Ezra. Ligia mencari rona keseriusan dari kedua mata Ezra, kemudian menggerakkan kepalanya ke samping.

"Ayo masuk."

Mereka berpisah di ruang tamu. Walau ditolak Ligia tetap memaksa menyeduh minuman untuk kawan lamanya itu. Ia kembali dengan dua cangkir teh hijau hangat lalu duduk di seberang pria itu.

"Kukira kau bersama Ay," tuturnya.

Ezra menggeleng.

"Kenapa? Kalian bertengkar?"

"Tidak, kok." Ezra terkekeh singkat. "Tapi kurasa ya."

Ligia mendecih. "Apa yang mau kau bicarakan?"

Ezra selangkah menyesap teh hijaunya, diikuti Ligia yang terus melekatkan pandangan padanya.

"Kau tidak berniat meracuniku, kan?" ujar Ezra.

"Belum berniat." Ligia menyesap tehnya lagi.

"Theo tewas." Ezra meletakkan cangkirnya kembali.

"Sakit?" Ligia pun mengulurkan tangan hendak mengembalikan.

"Andreas membunuhnya."

TRANG

Isi cangkir Ligia sebagian tumpah. Ezra menatap sisa teh di cangkir tersebut yang bergoyang sehabis dihentak, kemudian Ligia bergantian.

"Apa? Aku tidak dengar." Ligia memicingkan mata.

Ezra menghela napas. "Semalam, pukul tiga dini hari Theo meneleponku. Sepertinya ia sudah bersama Andreas sejak awal, atau cecunguk itu datang kemudian."

The Expendables [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang