III

67 13 8
                                    

Boleh Ezra akui ia muak dengan jawaban teman-temannya yang secara tegas menolak rencananya. Padahal, belum juga ia mengajak mereka menghadap CIA langsung untuk mengutarakan permasalahan ini. Sepulang dari kediaman Dirga ia lanjut pergi ke sebuah rumah di kawasan Ilnoit. Di sana ia mengetuk cukup lama sampai akhirnya seorang wanita membukakan pintu.

"Ya?" tutur wanita itu. Tatapannya seketika berubah. "Ezra, ya?"

Ezra menyunggingkan senyum.

"Ada ... perlu apa?" tanya wanita cantik bernama Kinaya tersebut. Dari sorot matanya nampak ia takut, entah karena apa.

 Dari sorot matanya nampak ia takut, entah karena apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ezra memiringkan kepala. "Leo?"

"Oh, Leo ... " Kinaya menggigit bibirnya. "Belum pulang."

Ezra terdiam.

"Masuklah."

Cukup lama Ezra menunggu Leonar pulang. Minuman yang Kinaya suguhkan sama sekali tak ia sentuh. Pikirannya berputar pada Andreas, memaksa dirinya kembali mengingat telepon semalam. Rasanya ia menggigil. Jaket ia rapatkan, napas berat ia hela. Kemudian, Leonar tiba.

"Agak macet di jalan tadi. Menunggu lama?" sapanya. Mereka berjabat tangan.

Ezra mengedik. "Tak masalah."

"Tumben kau ke sini. Ada apa?" Leonar menyimpan tasnya di kamar—melemparnya ke dalam—kemudian menghampiri Ezra dan duduk di hadapannya.

"Ada sesuatu yang perlu kukatakan."

"Serius sekali?"

"Yah, begitulah." Ezra mengusap tengkuknya.

"Apa kabar adikmu?"

"Baik. Kau sendiri? Kalian sudah menikah?"

"Siapa?" Leonar menautkan alis.

"Kau dan Kinaya?"

"Ah, belum." Leonar tertawa renyah. "Orang tuanya memang meminta Naya tinggal bersamaku. Aku juga setiap hari membantu menjaga butik milik ibunya."

Ezra mengangguk paham. "Aku sempat terkejut dia ada di sini. Kupikir aku salah rumah."

"Oh ya, apa yang mau kau bicarakan?"

Air muka Ezra mendadak berubah. Ia tersenyum getir. "Theo tewas."

Leonar membulatkan matanya. "Kenapa?"

"Andreas membunuhnya."

Andreas ...

"Tidak mungkin." Senyum getir itu segera menulari Leonar. "Andreas sudah di penjara sejak saat itu."

"Tidak. Itu memang Andreas. Kami sempat berbicara di telepon, saat Theo meneleponku semalam."

Leonar terdiam. Senyumnya perlahan hilang. Dua netra tajam itu saling beradu, yang satu meminta pertanggungjawaban yang lain.

"Rusia. Itu yang Theo katakan." Ezra meremas ujung jaketnya. "Aku butuh kalian."

The Expendables [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang