Kantor Polisi Cassa Center
wilayah Statenhüß
pukul 1.00 a.m.Seorang pria bermantel biru dongker tiba dini hari itu, mengejutkan petugas yang baru saja menggilir jam. Salah satu dari mereka menghampiri pria tersebut.
"Selamat malam, Tuan. Ada yang bisa dibantu?"
Pria itu tersenyum ramah. "Selamat malam, Pak. Maaf harus datang malam-malam begini. Saya baru saja mendapat komando mendadak dari pusat."
Polisi tersebut menerima sebuah amplop yang pria itu sodorkan. Dibukanya amplop tersebut, lalu mengeluarkan selembar surat dari dalamnya. Ia menelisik isi kertas yang ternyata Surat Keterangan Perintah dari CIA Pusat tersebut, kemudian mengembalikannya pada empunya dan mengantar pria itu menuju tempat tujuannya.
"Lewat sini."
Pria bermantel biru mengekori polisi tersebut hingga tiba di salah satu sel. Ia berdiri sedikit agak jauh ketika polisi tersebut membuka kunci sel.
Seorang tahanan pria yang selnya dibuka itu mengangkat wajahnya perlahan, menatap wajah siapapun itu yang bersama polisi di hadapannya. Ia lalu beranjak, mengekori polisi tadi untuk mengganti pakaiannya sebelum akhirnya pergi bersama pria bermantel biru.
"Kukira kau akan datang lebih awal," tutur tahanan pria tersebut ketika mobil telah melaju membelah malam.
"Kukira juga begitu, Ndre. Tapi aku perlu bersiap." Pria bermantel fokus pada kemudi, menjawab pertanyaan pria di kursi sampingnya tanpa menoleh.
Andreas.
"Hm. Baguslah." Andreas merogoh sekotak rokok di saku mantelnya, kemudian menyalakannya dan sedikit membuka jendela.
"Bagaimana rasanya jadi napi?"
"Akan kubuat kau merasakannya, Rae."
Pria bernama Raegis itu hanya terkekeh singkat sambil menggelengkan kepala.
Asap yang mengepul dengan cepat keluar melalui celah di jendela hingga mereka tiba di suatu kompleks rumah. Raegis memarkirkan mobil di seberang sebuah rumah yang pagarnya cukup tinggi. Mereka keluar dari mobil, masih berdiri di sekitaran mobil entah menunggu apa.
"Bagaimana Byan?" tanya Andreas. Mereka menyandarkan punggung pada mobil.
"Dia akan pulang lusa, atau paling lambat besok Kamis," sahut Raegis.
"Mampir ke mana saja dia?"
"Moskow dan Filipina. Ia cukup lama di Singapura."
Senyum Andreas merekah. "Begitu, ya."
Mereka masih berdiri di sana, sesekali menengok jam yang melingkar di tangan kiri.
"Sudah bertemu kakakmu?" tanya Andreas lagi. Mereka saling pandang.
"Tadi."
"Reaksinya?"
"Hampir melarangku pergi. Tapi aku di sini sekarang, kan."
"Dia tahu kau ke mana?"
"Rasanya tidak."
Andreas memicingkan mata. "50% Ganesha benar-benar milikmu, kan?"
Raegis mengangkat satu alis. "Haruskah kujadikan 100?"
Andreas tersenyum miring. "Kasihan dia, terlalu tampan untuk jadi gelandangan."
Ketika jam hampir menunjukkan pukul tiga, mereka beranjak. Mereka hendak masuk ke rumah dimana mereka memarkir mobil di seberangnya tadi, tetapi rantai tergembok menghalangi mereka. Raegis mengambil pistol dari balik mantelnya, kemudian menembak gembok tersebut. Pagar itu terbuka dan mereka masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Expendables [FINISHED]
ActionUsaha Ezra untuk mengumpulkan kembali teman-temannya demi menangkap pembunuh Theodore tak berjalan semulus itu. Ia harus mengumpulkan kelima temannya yang memutuskan pensiun, lalu mau tak mau kembali ke markas utama CIA untuk meminta bantuan dan per...