Tokyo

23 8 0
                                    

Happy reading.

🌸

Tidak pernah sekalipun terpikirkan olehku, musim semi yang kualami beberapa tahun lalu dapat tersimpan dengan baik dalam memori. Menyenangkan. Aku tidak pintar, tetapi karena keberuntungan yang memang berpihak padaku. "Aku dapat berdiri disini, Tokyo." Itu yang terbesit dibenakku saat itu. Sebuah hadiah yang diperuntukkan bagi pemenang lomba menulis.

Wah. Aku hanya dapat berdecak kagum. Kami memang tidak diarahkan oleh tour guide, kami hanya diberi uang saku dan bebas kemanapun. Luar biasa. Dengan memakai coat coklat selutut, membawa tas yang berisi keperluan wanita dan kamera yang bertengger di leherku, aku siap untuk berkeliling Tokyo. Berbekal bahasa inggris yang memang seadanya aku mulai melangkahkan kaki keluar hotel.

Aku ingat, saat itu, aku menatap langit Tokyo dan menghembuskan napas kasar beberapa kali. Aku belum menyantap sarapan pagiku. Aku lapar. Melihat beberapa kedai dipinggir jalan, aku mulai masuk kedalamnya, mencoba menerka apa saja yang dapat ku makan. Setelah memesan, aku menuju meja yang kosong.

"Orang Indonesia ya?" Suara yang berasal dari belakang membuatku terperanjat ketika sedang melihat beberapa foto yang kutangkap di jalan tadi. Aku menyunggingkan senyum sebagai pengganti jawaban.

"Raka." Lelaki yang memakai coat hitam itu mengulurkan tangannya dan aku hanya melihat tangannya hingga beberapa saat aku tersenyum dan menyambut uluran tangannya. "Tasya." Jawabku sembari tersenyum.

"Mahasiswa? Atau kerja?" Raka terlihat seperti orang yang ramah dilihat dari kerutan dimatanya karena terus menerus tersenyum. "Liburan.. mungkin?" Aku menjawabnya dan dengan cepat Raka berpindah ke kursi kosong dihadapanku.

"Keren ya, liburan ke Tokyo." Pernyataannya disertai kekehan manis diakhir kalimat. "Hadiah kok." Aku membalas dengan terkekeh.

"Saya duduk disini, ngga masalah?" Raka bertanya dan lagi-lagi disertai kekehan manisnya. Dan aku hanya menjawab dengan anggukan saja.

"Raka, mahasiswa atau kerja?" Setelah hening beberapa saat, aku memberanikan diri bertanya. "Mahasiswa akhir. Doakan tahun ini pulang ke Indonesia." Raka menjawabnya dengan cepat setelah menyimpan ponselnya.

"Di Indonesia, mahasiswa ya?" Raka menopang dagu dengan tangan kirinya dan melihat kearahku. Aku kembali mengangguk sebagai jawaban. "Di kampus mana?" Raka melanjutkan pertanyaannya. "Diponegoro." Aku menjawab disertai senyuman diakhirnya. Dan Raka mengangguk-anggukan wajahnya.

Makanan yang kami pesan datang dan kami berterimakasih setelah semua makanan ada di meja kami berdua.

"Liburannya sudah ada plan? Atau masih bingung?" Raka bertanya dengan sumpit masih bertengger di jemarinya. Jika kuperhatikan, jemarinya begitu lihai menggunakan sumpit itu.

"Belum. Belum ada plan sama sekali." Aku menjawabnya sembari mengganti sumpit dengan sendok. Aku menyerah menggunakan sumpit.

"Saya temenin deh." Raka memutuskan dengan cepat ketika mendengar jawabanku. "Eh, serius?" Aku langsung mengangkat wajahku. Dan dibalas dengan anggukan dari Raka.

Selanjutnya, kami hanya makan dalam diam. Terbesit sedikit keinginan untuk bertanya, mengapa dia membantuku? Tapi kupikir, hal itu sangatlah tidak pantas untuk ditanyakan. Tak apa, aku memiliki sedikit bekal ilmu bela diri, macam-macam sedikit saja, aku pukul kepalanya!

Raka selesai lebih dulu dan mendapat panggilan dari ponselnya, dia hanya berisyarat meminta izin padaku untuk menjawab telepon. Aku menganggukan kepalaku dan yang kudengar selanjutnya adalah bahasa yang tidak kumengerti, Jepang. Tetapi kulihat, Raka sepertinya bukanlah orang jahat.

Untitled | Indonesian CastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang