Rindu

100 9 6
                                    


🌸

Aku berjalan menyusuri jalanan yang lenggang, sesekali menghirup udara sore yang lebih sejuk dibandingkan dengan siang hari. Kesibukan yang kian hari kian membunuhku rasanya sirna ketika bertukar kabar dengan teman-temanku melalui jejaring sosial. Terkadang, aku bahkan tertawa sendiri di halte bus atau didalam bus seusai kegiatanku. Ah, aku belum bekerja, hanya seorang mahasiswi yang sedang liburan. Ya, liburan. Berbeda dengan liburan ketika masa sekolah yang hanya beberapa minggu, liburan yang diberikan pihak universitas sedikit banyak membuatku bosan, tiga bulan.

Aku melihat ponselku, ah, group chat dari komunitas drama musikal. Aku tergabung disana, sudah sangat lama. Sejak tingkat akhir sekolah menengah pertama, mungkin? Aku tidak ingat. Panggung sandiwara memang tempatku, sepertinya. Aku selalu menyumbangkan karyaku disana, berupa sebuah naskah atau hanya sebuah alur cerita. Tidak banyak memang, tapi menurutku itu sedikit membantu. Pertama aku mengenal tentang naskah dan panggung tentu saja melalui orang dalam, Ibuku. Ibuku adalah salah satu penulis naskah. Memang hanya sebuah komunitas, tetapi komunitas ini sudah mencapai tingkat internasional.

Begitu pula dengan kisah pilu yang selalu kubaca melalui buku, cinta. Panggung sandiwara yang kutulis memang sedikit banyak mengandung unsur percintaan, hey! Cerita tanpa cinta pasti terasa sedikit.. kosong? Ayolah, aku tidak memiliki banyak waktu hanya untuk sekadar berkencan ataupun makan malam bersama. Semua cerita yang kutulis adalah kebohongan, cerita cinta yang manis dan menarik dalam naskahku juga sebuah kebohongan. Aku tidak memiliki banyak pengalaman berkencan seperti gadis pada umumnya. Aku tidak tertutup, hanya sedikit kesalahan di masa lalu yang memang tidak mengizinkanku untuk menjamah apa itu arti berkencan.

Benar. Aku adalah Salma. Gadis berambut sebahu dan tidak terlalu pendek. Dan dia adalah Putra. Sumber imajinasi dan khayalanku dalam semua naskah yang kupunya. Kami hanya pernah berkencan lima kali. Sesingkat dan semenarik itu, sampai aku dapat membayangkan bagaimana perasaanku didalam imajinasi yang kutumpahkan dalam naskah. Dia bukan lelaki yang suka mengencani banyak wanita, bukan pula lelaki udik ataupun kutu buku. Dia menarik karena itu dia, bukan orang lain.

Kencan pertamaku hanyalah diam di taman dekat rumah dengan berbekal ice cream ditanganku dan ditangannya, kami bercengkrama hingga senja tak terlihat lagi. Kencan keduaku ditemani americano miliknya dan milkshake coklat milikku, tanpa terasa kami bercengkrama kembali hingga rembulan menjemputku untuk segera pergi. Kencan ketigaku cukup singkat, tetapi menarik. Dia, Putra Mahendra, seorang yang memimpin komunitas drama musikalku juga seorang sutradara. Kencanku saat itu hanyalah di atap Gedung Pementasan Drama, ditemani makanan yang ku masak dan cola yang dibelinya. Sedangkan kencan keempatku ditemani harumnya buku dan manisnya susu kotak milikku, bercengkrama tak ada habisnya hanya sekadar berbicara mengenai panggung dan perkuliahanku atau perkuliahannya.

Hingga aku tersadar, perjalanan sore yang kutempuh dari halte sudah berakhir. Aku menatap pintu coklat yang ada dihadapanku, pintu rumah yang menjanjikan kehangatan didalamnya. Ah, kencan terakhirku. Kencan kelimaku dengannya masih sama, diisi dengan cengkrama kami berdua. Jika sebelumnya aku dapat berlari kesana kemari, di kencan terakhir kemarin, aku hanya dapat duduk disebelahnya dengan senyum yang selalu kubawa untuk menyemangatinya. Putra adalah penantianku yang terakhir dan semuanya sudah kandas berakhir.

Aku membuka pintu dihadapanku dan disambut dengan senyuman Ibuku yang kian menua. Aku melirik ke tembok yang terdapat kalender disana, tanggal itu hitam seperti yang lainnya. Normal. Benar, ternyata sudah setahun lamanya.

"Ma, Salma besok pulang terlambat ya!" Aku membuka percakapan dengan Ibuku.

"Mau kemana, hm?" Ibuku menghampiriku yang masih melihat kearah kalender.




















"Beli bunga untuk Putra sekalian nyekar diatas makamnya." Aku mengulum senyum dan memeluk Ibuku setelahnya, menumpahkan tangis rindu yang telah melebur dalam diriku hingga menjadi sendu.

🌸

Regards and hug,
la.

Untitled | Indonesian CastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang