Dan Kini (6)

44 13 0
                                    

Author POV

Sudah beberapa bulan berlalu semenjak insiden rumah sakit itu, keadaan kembali seperti semula.

Aira yang harus menggeluti kelas dan organisasi barunya itu sangat frustasi dihadapkan kenyataan bahwa satu tahun kedepan ia akan menjabat jadi sekertaris organisasi itu.

Wajahnya terlihat mengkerut saat ia dihadapkan proposal dengan cover hijau itu.

"Kenapa lagi?" Tanyanya tanpa menatap lelaki yang tengah berdiri dihadapannya.

Lelaki itu juga tak menatap Aira.

"Emm, ada revisi dari bendahara. Vanya bilang ada pemasukan lain dari donatur. Dia sudah menghitungnya, dan aku juga sudah menelitinya. Kamu bisa menggantinya lagi kan?" Jelasnya.

Mereka tak saling melihat, tapi percakapan itu terus berlangsung. Sampai pada akhirnya Aira mengeluarkan laptopnya dan mencari file bejudul proposal kurban.

"Li, lo disini dulu ya? Gue nggak mau sendiri ngerjainnya." Aira tetep tak melihat Ali

Ali yang disitu hanya terperanjat, merasa tak enak.

"Tapikan Ra-"

"Udah tenag aja, aku udah sms Tari sama Tara buat kesini." Potong Aira.

Ekspresi lega muncuk dari wajah Ali.

Bukannya apa-apa, hanya saja semenjak Ali menyadari perasaannya ke Aira ia jadi merasa gelisah jika ia harus berada disampaing gadis itu.

"Sorry lama, kalian beneran nggak pulang aja?" Tari masuk dengan rasa bersalah membiarkan sahabarnya itu bersama seseorang yang buka mahramnya.

"Emm nggak, kalian temenin kita disini ya?" Aira memandang sahabatnya yang sekarang sedang berdiri dengan seorang lelaki Bernama Tara.

"Eh mbar, kalian nggak keberatan kan?" Ali menyenggol Tara.

"Ya nggak lah! Orang ini juga tugas kita sesama organisasi." Jawab Tara.

Mbar kembar. Ya mereka berdua kembar, hanya saja tidak mirip. Ya bagaimana mau mirip orang mereka juga beda kelamin.

Sesekali Aira melepaskan kacamatanya dan mengucek matanya.

"Masih lama ya Ra?" Tari merasa iba dengan keadaan sahabatnya,apalagi ketika kemarin periksa kedokter mata minus Aira nambah lagi.

"Alhamdulillah selesai. Li udah sekarang tinggal diprint doang." Aira mendongkakkan wajahnya bersamaan dengan Ali.

"Astaghfirullah!" Seru mereka bersamaan.

"Sorry Li gue nggak bermaksud gitu."

"Ah, seharusnya gue yang minta maaf.."

"Ya nggak lah gue yang salah..."

"..."

"..."

"Drama banget sih kalian! Udah ah biar diprint tu sama Tara. Dua bawa flashdisknya!" Tari merasa aneh melihat dya orang yang saling menyalahkan diri sendiri.

Aduh kenapa ini? Kenapa sih ini terjadi lagi, makin cepat pula? Ya Allah apakah aku salah membuat ia ada di organisasi ini dan harus dekat dengan ku? Ya Allah... Engkau tahu, bahwa hati ini sangat iba akan hal ini bukan?
Kalau begitu kumohon tolong hamba untuk menjaga perasaan dan nafsu hamba, agar suatu saat nanti hamba tak menyesal.

Bukan itu yang dimaksud. Ali hanya tak ingin mencemari cintanya. Ali rela menunggu, meski dia tahu konsekuensinya.

Pulang sekolah Aira langsung masuk kamarnya karena sepertinya Aisyah sedang belanja di pasar. Ia duduk dan menatap cermin dan mengusap-usap matanya.

Dari Sebuah PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang