Karena Mereka Terhubung(7)

32 11 0
                                    


Pagi ini pasti tak ada kilauan cahaya dari ufuk timur yang membuka hari di Bandung. Rintik hujan malah semakin jelas ketika azan dikumandangkan.

Langkah gontai Ali mendekati tempat wudhu yang ada diluar rumah. Hawa dingin menusuk tulangnya, meskipun tubuhnya menggigil tapi wajahnya hanya ingin tersenyum. Entah apa yang terjadi pada dirinya, nyatanya ia bangun dengan suasana hati yang ceria.

"Fadil, udahan gih wudhunya. Ntar masuk angin lho." Seorang wanita muncul dari balik pintu lengkap dengan mukena putihnya.

"Fadil udah wudhu kok, Nda."

"Terus ngapain disitu? Mau nunda shalat heh?"

"Nggak Nda.... Fadil lagi seneng aja diluar."

"Nanti masuk angin gimana? Mau, bunda kerokin lagi apa?"

"Eh, bunda kok jahat sih sama Fadil. Salah Fadil apa coba?" Ali merajuk dan bikin gemes Mai.

Mai sadar anaknya sudah berusia 18 yang kelas 2 SMA itu tingkahnya masih kekanak-kanakan. Dan manjanya juga masih kayak anak usia 5 tahun. Pernah suatu malam saat ia demam, ia nggak mau ditinggal Mai dan Fauzan. Alhasil, mereka bertiga tidur seranjang selama semalam. Tapi Mai tahu, anaknya memang manja tapi kalau diluar rumah atau didalam forum, sikap kepemimpinan yang menurun dari ayahnya baru terlihat. Apalagi menurut beberapa temannya, Ali itu terkesan mandiri dan dapat diandalkan dalam segala hal.

"Fadil, cepetan masuk terus shalat jamaah atau pagi ini kamu yang masak!"

"Eh, Bunda kok kayak gitu sih?"

"Hahahahaha.... Bunda bercanda kok... Dah yuk, ayah dah nungguin tu."

Ali mengangguk, ia masih berpikir apa yang ia mimpikan. Ia merasa bahwa mimpi itu terlalu nyata untuk disebut mimpi.

Setelah shalat subuh berjamaah, Ali balik kekamar untuk mandi. Saat ia duduk diranjang, ia teringat mimpi itu lagi. Mimpi dimana ia bisa melihat dengan jelas wajah wanita yang dimimpinya, rambutnya yang tergerai indah begitu panjang, hitam dan lurus.

"Astaghfirullah! Ali sadar Li, kamu sudah keterlaluan! Kamu sudah melampaui batas! Kamu tidak boleh membayangkan hal itu!" Rutuknya pada dirinya sendiri.

"Ya Allah kenapa hamba sangat terobsepsi perasaan hamba? Kenapa hamba tidak bisa mengatur perasaan ini? Ya Allah bantu hamba ya Allah..." Rintihnya kecil sambil mengelus dadanya.

Drttttt drttttt drttt

Rizal
Assalamualaikum bro, hari ini lo berangkat sekokah ya?

Ali
Kenapa? Hari inikan libur.

Rizal
Justru itu, jangan lupa seluruh anggota ROHIS dipengumumi ya?

Ali
Kenapa? Haruskah?

Rizal
Kita adakan rapat lagi bro. Tadi aku ditelvon Pak Annas. Abis waktu Pak Annas telvon elo, malah hp lu diluar jangkauan.

Ali
Tadi gue mode pesawat.

Rizal
Ada-ada aja lah sahabatku ini. Udah gih buruan mandi, bau tahu! Semalem lo ngapain sih kringet lo kok sampai bauk gini?

Dari Sebuah PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang