• || Part 24 || •

122 8 2
                                    

.

.

.


"Lo bisa ngomong baik-baik sama Luca dan selesaiin semuanya. Bantu dia juga, Luke."

Hari itu gue janjian ketemu Luke di kursi penonton. Cowok itu nggak pernah senyum sedikit aja. Apalagi sama gue dan Luca. "Segitu bencinya lo sama dia? Sama gue juga?"

Luke langsung noleh gue. Begitu tajam natap gue. "Dia. Bunuh. Kembaran. Gue. Bella." Setiap penekanan katanya bikin gue merinding dan berusaha nelan ludah. "Dengan bantuin dia inget emang bisa balikin Lucy ke dunia ini? Hah? Gue tanya lo, Bel. Bisa nggak??"

"Setidaknya lo maafin dia." seru gue membalas. "Lyra juga mau gitu. Pasti. Gue yakin itu."

Cowok itu malah ngeliatin gue dengan sinis, trus bangkit dan berjalan pergi ninggalin gue duduk sendirian di sini. Salah ya, usaha gue? Huuft ...

"Kamu harus pulang ke sini. Udahan ah mainnya di sana!"

"Kamu nggak tau apa, Mama butuh kamu di sini! Nenek sakit. Pengen ngeliat cucunya katanya."

Suara mama terngiang mulu di telinga gue. Belum kasih tau ayah sih, tapi pasti sudah di kasih tau mama duluan. Dan gue mesti pulang. Demi nenek. Tapi, gimana sama Luca?


-- -- --


- Author pov –


"Kalo gitu, cewek lo aja yang gue bunuh! Lumayan lah ya, sebanding sama apa yang lo lakuin ke Lyra."

Luke mencekik leher Bella begitu keras. Membuat gadis itu kesulitan bernapas. Ketika Luca hendak berseru, secepat kilat Luke menyambar bibir Bella dengan begitu kasar dan melumatnya terang-terangan di depan mata Luca.

"Gila lo, Luke!" Luca langsung berlari menghampiri.

Namun sedetik kemudian, mata Bella melotot. Luke mengarahkan sebuah pisau tepat ke bagian perut perempuan itu dengan begitu mulusnya.

"NOOO! BELLAAAA!!!"

...


BRUUK!


DUG!


"Aaww!"

Luca terjatuh dari ranjangnya. Membentur lantai begitu keras. Disusul jatuhnya jam weker yang langsung meniimpuk kepalanya. Terdengar ibunya langsung berseru kaget dari lantai bawah.

Ia diam sebentar. Kepalanya langsung pusing. Otaknya seakan dipenuhi segala macam rekaman semua yang pernah terjadi dalam setiap hari yang di lewatinya.

"Gue ... kecelakaan?" gumamnya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali. Lalu segera turun ke lantai bawah. "Maa ..."

"Kamu nggak papa, nak? Jatuh dari kasur ya?" sapa ibu sambil menyiapkan sarapan.

"Aku kecelakaan? Apanya yang patah?" tanyanya langsung.

Mata ibu membulat seketika. Diam. Begitu kaget mendengar pertanyaan anaknya. Langsung saja dipeluknya Luca begitu erat sambil menangis haru. Ingatannya sudah kembali.

"Kamu nggak papa, kan, nak?" ibu kembali memastikan.

Luca mengangguk mantap. "Ah. Bella." Ia langsung mengingat gadis itu. Apa dia baik-baik aja hari ini? "Aku pergi dulu ma!" serunya sambil berlari keluar rumah.

"Loh, sarapan dulu laa!"


-- -- --


"Kok lo malah langsung nyariin tuh cewek sih, yaelaah ..." Silvi mendengus kesal ketika Luca tiba-tiba datang ke akademi dengan ingatan yang sudah kembali dan malah menanyakan dimana Bella.

"Namanya juga cinta, Sil. Sewot ae lo." ledek Migno.

"Udah cari ke rumahnya? Kali aja masih molor tuh cewek." timpal Bulega kemudian sambil terkekeh.

Luca menganggukkan kepalanya. Ia langsung menuju rumah Bella tadi, tapi terlalu sepi. Pintu gerbangnya pun di gembok. "Masa iya dia udah balik?" Luca berasumsi sendiri. "Tanpa pamitan sama gue??"

"Entahlah." Migno mengendikan bahunya. "Dari kemarin juga dia nggak kesini lagi."

"Alejandro mana?" tanya Luca.

"Lagi keluar sama Vale."

Luca menghela napas panjang. Dirinya merasa begitu resah. Kemana Bella yang selalu ada untuknya?

Tiba-tiba sesuatu melesat di ingatannya. Mimpi itu. Apa jangan-jangan Bella sedang bersama Luke?

"Ehhh mau kabur ke mana lo? Baru juga sembuh." cegah Iannone sambil duduk. "Mesti kasih tau Vale nih, adeknya udah sembuh. Mesti di rayaiiin ... yuhuuu!!"

Sontak semuanya bersorak dengan semangat. Siapa yang tak suka pesta?

Luca menoleh. "Gue nggak sakit." tukasnya datar sebelum kemudian melenggang pergi.


-- -- --


"LO KEMANAIN CEWEK GUE?? HAH?!" Luca berseru frontal dan langsung mencengkram kerah baju Luke yang sedang asyik menikmati makan siangnya di pinggir air mancur.

"LO APAIN DIA??!"

"Woy, tenang dulu elah." Luke mendengus sambil berusaha melepas cengkraman Luca. "Gue lagi makan siang juga. Ganggu aja lo."

"BACOT LO!" semprot Luca lagi. "MANA BELLA??!"

Dalam posisi kerahnya yang di cengkram Luca, Luke masih saja sempat menyedot minumannya sebelum menanggapi Luca. "Oh, ingatan lo udah balik nih ceritanya? Langsung nyari si cinta gitu?"

"Bella, dumbass." geram Luca makin mengeraskan cengkramannya dan siap dengan tangannya yang mengepal erat.

Dengan santainya, Luke mengendikan kedua bahu dan berkata. "Mungkin dia lelah." sambil menatap sinis Luca. "Karena urusin lo yang nggak inget-inget mulu. Capek lah!"

Dada Luca mulai naik turun. Kedua alis panjangnya menyatu.

"Apalagi dia tau kalo lo udah bunuh kembaran gue."


BUGH!


Satu tinjuan berhasil mendarat di wajah Luke dan menghempaskannya ke tanah. Darah segar mengalir deras dari hidungnya.


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

AmnesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang