Hari-hari tanpa dia

42 8 5
                                    

Hari hari tanpa dia,ku lalui dengan tertawa bersama teman-temanku. Mereka sudah tahu aku putus dengan Faris. Tanpa dia,aku jatuh. Bahkan ketika aku pingsan,sudah bukan dia lagi yang menolongku. Sudah tidak ada ucapan selamat malam,selamat pagi,selamat makan. Aku pun juga sudah jarang ke kedai Kang Rio. Ibuku menyuruhku untuk menghindari tempat yang dulunya ku lalui bersama-nya. Aku menuruti apa kata Ibuku. Kalau kalian tahu,sudah sejauh ini tapi aku belum move on darinya.

Kenangan darinya sangat banyak. Aku tidak bisa lupa itu. Ketika di mobil antar jemput,melihat jalan menuju Sekolah saja aku malas. Karena semua jalan itu pernah kulalui bersama dia. Aku melihat diriku dan dirinya diatas motor. Tertawa. Berceria. Tapi itu hanya ilusi. Semuanya sudah mati. Hilang,terbawa angin.


4 Tahun setelah itu
Sekarang aku sudah kelas 3 SMA. Aku menduduki SMA di Bandung,aku pindah ke Bandung karena pekerjaan Ayah.

Kalian tahu? Walaupun aku sudah jauh darinya,tapi perasaan ini masih belum mati juga. Perasaanku masih hadir. Luka itu masih membuat aku terpuruk. Setelah putus dengan Faris,aku tidak berpacaran dengan siapapun. Aku menolak seseorang yang menyukaiku karena selalu berharap Faris pasti datang. Jika tidak,maka orang lain lah yang akan mendapat tempat di hatiku. Ada kalanya aku membuka hatiku lagi. Tapi bukan untuk orang yang salah.

" Kamu masih mikirin Faris? " Tanya Ibu.


Setelah itu aku diam.


" Nak. Mungkin ini karma. "


Lalu aku menoleh ke arah Ibu.


" Karma? Maksudnya,Bu? "


" Kamu putusin Arfi demi Faris kan? Faris putusin kamu juga demi perempuan lain. Kamu merasakan apa yang dulu Arfi rasakan saat kamu meninggalkannya. "


Aku menangis tersedu-sedu. Ibu benar,ini adalah karma untukku.


" Sudah,jangan menangis. Jangan disesali. Biarkan semuanya seperti sungai yang mengalir. Terus berjalan lurus walaupun selalu ada hambatan air itu akan mencari jalan lain untuk terus maju. Kenangan biarlah kenangan. Ini adalah saatnya kamu berjalan maju,Nak. Jangan melihat belakang lagi. Masa lalu tidak akan menang. "


" Kenapa? "


" Ya karena dia selalu berada di belakang. Luka tetaplah luka,tidak menjamin akan sembuh. Tapi jika kamu ikhlas,maka luka mu akan sembuh. Kenangan itu akan larut terbawa air. Jangan lupakan,tapi ikhlaskan. "


Aku menatap Ibu. Lalu mengusap tangisanku.

Aku mengerjakan tugas di kamarku. Seperti biasanya,kamar adalah tempatku untuk sendiri. Kudengar notif whatsapp penuh tidak karuan. Ku buka,ada notif dari grup,Icha teman SMA ku,Dina ketua kelasku saat SMP,dan.. orang ini? Faris. Ia menghidupkan semuanya. Perasaan ku sudah hampir mati. Kenangan sudah hampir pergi. Tapi,ia datang lagi menghidupkan semua yang telah mati. Kubuka perlahan chat darinya,

Faris: Assalamualaikum.
Ata: Waalaikumsalam.
Faris: Apa kabar,Ata?
Ata: Baik.
Faris: Alhamdulillah.
Ata: Ya.

Aku memang sengaja menjawab singkat padanya. Agar dia tahu,aku sudah tidak ingin berurusan dengannya. Aku sudah bukan Ata yang dulu. Ata sudah besar,sudah dewasa. Ata memiliki banyak teman laki laki tapi tidak pernah menyakiti Ata seperti yang kamu lakukan,Ris.

Faris: Cuek banget.
Ata: Terserah aku lah.
Faris: Gak kangen?
Ata: Kangen. Sama temen-temen.
Faris: Bukan aku,ya?
Ata: Sudah ya, aku dipanggil Ibu.

Apa yang aku lakukan itu sama sekali bukan untuk balas dendam. Tapi untuk mengingatkan dia bahwa dia harus pergi. Dia sudah membuat aku hancur dulu. Sekarang tidak akan kubiarkan lagi.

Lalu aku membuka grup. Grup Alumni SMP. Di grup itu semua alumni angkatanku ada. Bukan hanya kelasku,tapi semua kelas. Jadi,paham kan kalau sudah ada Faris di grup itu?
Grupnya ramai sampai-sampai ada 2000 notif yang masuk.

Tidak kubaca satu-satu. Aku hanya membaca apa yang terakhir mereka bahas saja. Mereka membahas kalau 2 hari lagi diadakan reuni di SMP. Jadi aku akan datang.

AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang