"Mereka kembali menikmati keheningan. Angin yang mengalir disela-sela dedaunan pohon mengajak beberapa daun untuk menari riang. Meskipun ada yang harus terjatuh dengan rela disebabkan oleh angin yang datang. Begitulah hidup. Semua akan menemui gilirannya masing-masing. Daun yang jatuh ke tanah dulunya juga pernah menari riang diatas ranting-ranting pohonnya. Maka sebelum waktunya tiba, yang hanya bisa dilakukan oleh dedaunan adalah menari dengan seriang mungkin selagi ia bisa"
Keluarga Deni memutuskan untuk secepatnya memakamkan Deni, selain memang tidak ada keluarga mereka yang bisa hadir dipemakaman karena semuanya berada dikampung yang sangat jauh dari kota. Suasana pemakaman dipenuhi tangis dari tetangga dan anak-anak lain teman-teman yang pastinya kehilangan sesosok Deni. Zeal kembali sekuat tenaga menahan air matanya. Disampingnya Ziya berdiri menemani Zeal. Tama, Luki, Janu, dan beberapa teman kelas Zeal yang lain juga hadir di Pemakaman.
Deni sudah tenang ditempat peristirahatan terakhirnya. Salah satu anak luar biasa yang pernah ditemui Zeal yang ternyata lebih disayangi oleh Tuhan. Tidak ada yang tau kapan seorang anak manusia akan mengakhiri perjalanan hidupnya. Entah cepat ataupun lambat sejatinya kebaikanlah yang harusnya selalu ditanamkan sebelum akhirnya dipetik di kehidupan selanjutnya kelak dan Deni telah melakukan perjalanan hidupnya dengan baik.
"Lo balik ke Sekolah ? Kita ada rapat OSIS setelah ini" Tanya Tama ke Zeal.
"Gue boleh izin ga ikut rapat hari ini? Gue mau istirahat, Tolong sampein ke yang lain gue ga bisa hadir" Jawab Zeal
"Yaudah gapapa, nanti gue sampein"
Semua teman-teman Zeal satu persatu meninggalkan lokasi pemakaman, beberapa dari mereka ada yang kembali kesekolah maupun kerumahnya masing-masing termasuk Tama, Luki, dan Janu. Hanya Ziya yang masih berada dipemakaman bersama Zeal.
Zeal memang sengaja mengumpulkan adik-adiknya di Taman Kota dimana mereka sering bertemu. Ada beberapa hal yang ingin ia bicarakan dengan mereka.
"Setelah ini kalian harus janji sama abang, kalo ada apa-apa kalian harus kasih tau ke abang secepatnya. Abang udah beli handphone untuk kalian, jadi kalo ada apa apa kalian bisa hubungi abang. Yang pegang handphonenya Fandi. Nah, Fandi kamu harus bisa tanggung jawab sama temen temen lo. Sekarang lo yang paling dewasa diantara adik-adik kamu yang lain"
"Iya bang" Jawab Fandi dengan wajah tertunduk. Tentu saja sekarang beban yang berat berada dipunggungnya. Tapi ia harus bisa, ia juga pasti tidak mau lagi kehilang teman-temannya.
Setelah menyerahkan handphonenye ke Fandi, Zeal menyuruh adik-adiknya untuk pulang ke rumah mereka masing masing. Tinggal Zeal dan Ziya yang masih duduk di Taman. Mereka melihat kearah beberapa anak-anak yang ditemani orangtuanya sedang bermain fasilitas permainan yang ada di taman.
"Apa memang ga ada acara untuk memperlakukan mereka secara adil? Apa mereka orang-orang yang berkecukupan hidupnya harus selalu merasa kurang? Sehingga tanpa uang semua tidak akan berjalan seperti seharusnya? Bukannya mereka juga berhak untuk dapat apa yang mereka butuhkan? Bukannya mereka juga bagian dari Dunia ini? Kalau bisa milih mereka juga ga akan mau hidup susah. Tapi kita yang bisa hidup berkecukupan bahkan mewah. Seolah-olah buta dan gamau peduli sama sekali " Zeal menangkupkan tangan di depan kedua wajahnya
"Ze, bukan semuanya tanggungjawab lo kok. Lo ga perlu ngerasa bersalah sepenuhnya atas kejadian ini"
"Tapi gue orang paling dekat yang seharusnya bisa jadi harapan Deni untuk tetap hidup" Sesal Zeal
"Lo percaya kalo Tuhan udah rencanain ini semuakan? Gue belum pernah ketemu langsung sama Almarhum Deni selama hidupnya. Tapi dari cerita lo gue tau kalo Deni itu emang anak yang baik. Jadi apa yang harus lo sesali. Dia pasti bahagia disana" Ziya mencoba menenangkan Deni.
Zeal menghela nafas panjang, kemudian melihat kearah Ziya.
"Makasih banyak ya Zi" Kata Zeal sambil tersenyum.
"Iya. Kalo ada apa-apa tentang adik-adik jangan sembunyiin dari gue ya. Gue juga mau ngelakuin yang gue bisa buat mereka"
Zeal mengangguk.
Mereka kembali menikmati keheningan. Angin yang mengalir disela-sela dedaunan pohon mengajak beberapa daun untuk menari riang. Meskipun ada yang harus terjatuh dengan rela disebabkan oleh angin yang datang. Begitulah hidup. Semua akan menemui gilirannya masing-masing. Daun yang jatuh ke tanah dulunya juga pernah menari riang diatas ranting-ranting pohonnya. Maka sebelum waktunya tiba, yang hanya bisa dilakukan oleh dedaunan adalah menari dengan seriang mungkin selagi ia bisa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Jingga
Roman pour AdolescentsSeorang Enterpreneur muda sedang berada dalam pesawat di perjalanan udara untuk kembali ke negara asalnya. Dipandanginya gambaran awan di sisi luar jendela pesawat yang membawanya pada kenangan-kenangan lalu pada masa remajanya Masih diingatnya set...