Part 9

10.1K 706 1
                                    

Beberapa jam telah berlalu sejak insiden kecelakaan Melvin dan Deka, hingga kini keduanya telah berada di rumah masing-masing. Dewi sempat pingsan beberapa menit dan semua anggota keluarga langsung ke rumah sakit untuk melihat keadaan putra mereka. Reaksi keduanya saat itu hanya cengengesan menandakan bahwa mereka baik-baik saja. Syukurnya kecelakaan yang di alami tidak separah yang dibayangkan, Melvin selaku pengendara motor sempat tidak sadar di TKP karena shock, sedangkan Deka sebagai penumpang saat itu masih sadarkan diri dan langsung meminta tolong kepada setiap orang yang lewat.

Deka menjelaskan bahwa mereka diserempet oleh mobil yang ugal-ugalan, sehingga motor mereka terguling ke aspal, untung saat itu Melvin sedang tidak ngebut, sehingga benturannya tidak begitu keras. Bukannya berhenti dan menolong, pengendara mobil itu justru terus ngebut tidak peduli, karena panik Deka juga tidak sempat melihat plat nomornya. Jalanan yang mereka lewati memang tidak begitu ramai sehingga kendaraan besar bisa bebas melaju tanpa kontrol kecepatan. Motor Deka juga tidak rusak parah, hanya bagian spion yang pecah dan lecet-lecet dibagian bentudan dengan aspal. 

"Kan gak parah, Bu. Tadi kita juga pakai helm ko." ujar Melvin ketika tidak mendapat respon atas permintaan maafnya kepada ibunya.

Dewi memang masih mendiamkan putranya itu, dari semenjak ia melihatnya di rumah sakit hingga kini mereka sudah sampai di rumah. Ia hanya menghela napas lega begitu melihat putranya tidak memiliki luka yang serius.

"Lo sih, ngeyel! Kejadian juga kan," sungut Audy ketika ia menemani adiknya di kamar sebelum tidur. Ia baru bisa bicara seperti itu kepada Melvin ketika ibunya tidak bersama mereka.

"Yang penting kan gue gak kenapa-kenapa, Kak." Melvin membela diri

"Iya, syukurnya elo gak kenapa-kenapa. Kalau ternyata keadaannya lain, gimana? Lo bisa bayangin kan gimana sedihnya Ibu kalau sampai terjadi sesuatu yang nggak-nggak sama kita?"

"Gue udah hati-hati banget, suwer!"

"Iya, gue juga tahu. Vin, kalau lo pikir selama ini Ibu gak tau lo udah bisa bawa motor ataupun mobil, lo salah besar! Ibu gak sebodoh itu buat gak sadar kalau anaknya diem-diem nyimpen SIM di dompetnya. Lo pikir cuma gue doang yang tau kenapa lo dari dulu seneng banget main ke rumah Deka? Lo pikir ibu gak sadar alasan lo pengen kuliah di Bandung dan tinggal sama Eyang? Ibu tau semuanya. Meskipun Eyang gak pernah bocorin apa-apa, tapi Ibu adalah seorang ibu. Selama ini beliau secara diem-diem juga udah ngasih kepercayaan ke elo kalau lo bisa jaga diri. Makanya Ibu gak pernah nanyain lo pulang-pergi ke kampus naik apa di sana setiap bahas kuliah lo." nasehat Audy panjang lebar. 

"Ibu gak marah ko, lihat lo kayak gini," tunjuknya pada luka-luka Melvin yang ditutupi perban, nada suaranya juga kian melunak. "Ibu cuma kecewa dan ketakutan, beliau takut banget terjadi sesuatu yang buruk sama lo. Apa lagi tadi, lo bawa motor dan yang nyerempet kalian itu mobil ugal-ugalan. Gue gak perlu ngingetin lo kan, apa yang bikin Ibu punya kekhawatiran sebesar itu? Gue berani jamin sekarang Ibu pasti lagi nangis di kamarnya." 

"Terus gue harus gimana sekarang, Kak? Ibu masih gak mau ngomong sama gue." lirih Melvin penuh penyesalan, ia bahkan sudah menitikkan air matanya dari semenjak Audy mendatanginya di kamar.

"Malam ini kita tenangin diri masing-masing dulu. Lo istirahat, biar cepet baikan. Besok kalau keadaan udah tenang, lo ajak ngomong Ibu pelan-pelan."

"Kak, temenin!" pinta Melvin saat Audy akan beranjak dari kasurnya.

"Ko, manja?" ledek Audy.

"Biar gue gampang kalau butuh apa-apa"

"Yeu! Gue tinggal nih!"

"Aa,,ahh, Kakak..." rengeknya tetap menarik lengan Audy untuk tetap di sampingnya. Audy tertawa puas, tapi tetap memposisikan diri berbaring di samping adiknya.

"Harusnya gue rekam lo yang kayak gini, terus gue sebar ke temen-temen kuliah lo." goda Audy belum puas meledek adiknya, sementara Melvin tak acuh dan justru makin erat memeluk lengan Audy, berusaha melelapkan diri.

Audy dan Melvin memang seperti Tom and Jerry dalam keadaan biasa, tapi jika keadaan seperti sekarang ini, nampak sekali eratnya persaudaraan mereka untuk saling mendukung dan melindungi satu sama lain.


"Halo, Adik ganteng, Kakak manis datang!" seru Gita setelah dipersilakan masuk oleh ibu Audy.

"Heh, Ipin! Lo di sini rupanya! Kita ke rumah lo buat jengukin taunya malah nongkrong di sini. Katanya sakit!" Gita makin heboh saat melihat Deka yang justru sedang asyik nonton tayangan ulang pertandingan Moto GP dengan Melvin.

"Gue emang jatuh kemaren, lebam sama lecet dikit doang."

Deka memang sudah stay di rumah Audy sejak pagi. Setelah Melvin yang mengajak ibunya bicara dari hati ke hati, Deka juga ikut menyampaikan penyesalannya karena tidak bisa menjaga Melvin. Keadaan rumah itu kini sudah kembali seperti sedia kala. 

"Kirain parah. Tau gitu kita tadi gak ke rumah lo! Terlanjur ketemu tante Rahma kan, padahal lumayan duit parselnya satu bisa dibeliin pizza." Gita masih medumel sambil memeriksa luka-luka di tubuh Deka.

"Siapa suruh main dateng-dateng aja, gak tanya-tanya dulu. Lagian mau jenguk aja itung-itungan banget. Palingan juga belinya pake duit Chandra." tuduh Deka.

"Enak aja! Gue ikut patungan ya!" 

"Bohong!" bantah Chandra, "itu duit nyokapnya, sengaja buat nyampein maaf gak bisa jengukin langsung. Eh masih ditilep juga sebagian sama dia. Malah minta gue sama Seno patungan." Gita hanya mendelik, fokusnya kini beralih kepada Melvin.

"Aduh Adik ganteng kasian banget ini diperban-perban gini! Gak balik ke Bandung dong, ntar?" ucapnya simpati sambil mengelus perban di lengan dan kaki kiri Melvin.

Melvin meringis, bukan karena sakit lukanya disentuh, tapi lebih karena merasa apes dengan Gita yang kini merecoki dirinya, padahal tadi dia sudah cukup tenang Gita berdebat dengan teman-teman kakaknya yang lain.

"Seno belum balik, ya?" suara Audy dari arah dapur. Ia dan ibunya memang sedang menyiapkan makan siang.

"Udah, dia ngechat barusan sampai dari Semarang. Bentar lagi nyusul ke sini paling. lagi ngaso dulu di kost." jawab Chandra, Gita masih sibuk memerhatikan detail luka-luka Melvin.

Tak lama kemudian Audy bergabung dengan kumpulan biang rusuh di ruang keluarganya itu. Sesekali ia juga menanyakan kabar luka-luka Melvin dan Deka.

"Anak-anak, Ibu ke toko ya! Mau ngecek pesanan." Dewi datang dari kamar dengan tas bepergiannya. "Makan siang sudah Ibu siapin, nanti kalau lapar langsung ke meja makan saja! Maaf Ibu gak bisa nemenin," tambahnya.

Gita, Deka, dan Chandra bersorak sorai ketika ibu Audy sudah menjalankan mobilnya. Sementara Audy dan Melvin hanya bisa menghela napas pasrah, sudah pasti orang-orang itu, ditambah Seno nanti, akan bertingkah seperti di warteg pinggir jalan di meja makan nanti kalau tidak ada ibu mereka.

TEMEN?? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang