Part 26

10.4K 710 69
                                    

Audy bukan perempuan yang memiliki tingkat kepekaan rendah. Tidak begitu. Ia sama seperti kebanyakan perempuan yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan orang di sekitarnya. Begitupun mengenai Nadine. Audy tahu betul bahwa Nadine tidak pernah se-gak apa-apa-itu jika terpaksa harus berbagi Deka dengannya. 

Sebagai sesama perempuan, sedikit banyaknya Audy paham apa yang dirasakan Nadine. Sekalipun ia tidak pernah mengalami, tapi ia tahu betul jika memiliki pacar yang selalu mengutamakan sahabatnya dibanding dirinya pasti tidak akan menyenangkan. Audy juga tidak buta-buta amat untuk merasakan bahwa sikap Nadine kepadanya berbeda ketika mereka bersama Deka atau saat tidak ada Deka, hanya sedikit. Bukan sejenis ibu tiri yang langsung menyiksa jika ayahnya belum pulang ke rumah, tetapi lebih ke- Nadine akan sedikit lebih dingin jika bertemu dengan Audy. Seperti jika sedang bersama Deka mereka akan sedikit berbincang-bincang, namun jika Deka tidak disekitarnya maka gadis itu hanya akan melempar senyum yang Audy tahu itu sedikit dipaksakan, sebagai bentuk formalitas bahwa mereka sama saling kenal.

Hanya saja Audy tidak bisa begitu saja melepaskan Deka. Sekalipun ia sendiri yang mengatakan kepada Deka bahwa ia kini tidak akan begitu bergantung kepada laki-laki itu, tetapi sejujurnya ia tidak sepenuhnya rela jika Deka benar-benar pergi darinya. Entah itu karena perasaan -lebih dari sekedar teman- yang ia miliki, atau juga karena banyak hal lain yang menjadi pertimbangannya.

"Bagus banget," komentar Gita sambil memandangi kalung berliontin rose gold sapphire dari koleksi Cartier yang menggantung di tangannya. Saat ini ia sedang tiduran di atas kasur Audy. "Pasti mahal."

"Biar kecil gini, pasti harganya gak lebih murah dari dari satu motor baru."

"Ini kali ya, yang namanya the power of brand? Padahal bentuknya bulet doang, tapi kelihatan rumit banget kayak double helix DNA."

"Kalau gue jadi elo, udah gue terima tuh si Choki-Choki Chocolatos." Oceh Gita tiada henti semenjak Audy menunjukkan kalung itu kepadanya.

"Ya udah terima aja sono!" Audy yang geram pun akhirnya bersuara.

"Sayangnya, yang dia minta jadi pacarnya itu elo, bukan gue."

Gita pun bangun dan mengernyit menatap Audy sebelum kembali berkomentar, "kok lo matre banget sih? Kalungnya lo terima, orangnya nggak."

"Dia sendiri yang nyuruh gue simpen itu. Lagian kan gue belum jawab, dia minta gue pikir-pikir dulu sebelum kasih jawaban."

"Dia pasti udah feeling kalau lo bakal jawab gegabah."

"Gila! Itu cowok kayaknya niat banget sama elo, Dy, baru minta jadi ceweknya aja dia beliin kalung semahal ini. Gimana kalau ngelamar? Cincin nikah kalian nanti pasti yang lebih bagus dan lebih mahal dari love couple ringnya Kai EXO sama Krystal F(X) deh."

"Jauh banget mikir lo! Udah main nikah aja"

"Eh, yang kita omongin itu Choki Galana Tengker loh! Putra mahkota bapak Baruna Tengker, juragan kontrakan asli Manado yang menetap di Medan. Pangeran impian dari negri jurusan bisnis, yang terkenal gantengnya juga baiknya minta ampun, yang banyak cewek ngerasa jadi korban PHPnya dia padahal emang gak pernah dikasih harapan, yang kalau dia nembak cewek itu berarti cewek itu bakal jadi istri masa depannya dia. Dan cewek itu elo, Girl!" deskripsi Gita dengan gayanya yang dramatis.

"Bapaknya Choki bisnis hotel, bukan kontrakan!"

"Sama aja! Hotel juga dikontrakin tapi tarifnya permalam."

Audy hanya memutar bola matanya, terbiasa dengan sikap hiperbola ala sahabat perempuan satu jurusannya itu.

"Lo gak ada niat buat nolak dia, kan?" todong Gita sambil menyipitkan matanya yang membuatnya semakin tak terlihat.

TEMEN?? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang