7. Nurlela vs mang Abdul

1.3K 37 1
                                    

Cukup lama Nurlela menunggu ruko ini tutup karna sudah lewat dari jam sepuluh malam. Tidak biasanya pelanggan membeludak seperti tadi, cukup melelahkan namun terasa lebih sakit mengingat dia bukan anak dari mang Abdul

"Neng, kok diem aje kenape?" tanya Abdul sembari menghitung uang pendapatannya

Nurlela menggeleng "enggak, cuma lagi mikir kalo ada anak seumuran sama Lela tapi yang orang tuanya bukan biologis murni gimana"

"Maksudnya Lela gimana sih? Babe ga ngerti"

"Halah, Babe tau kok"

"Tau apa? Babe sama sekali nggak ngerti ucapan Lela"

Nurlela menghela napasnya dan menahan sebentar "Nurlela bukan anak biologis Babe kan? Iya kan?"

Babe benar-benar kaget, bagaimana Nurlela sampai tahu? "Kamu ini kalo bicara asal saja!"

"Babe, gausah boong sama Lela. Lela cuma butuh penjelasan! Dan apa apaan tadi itu hah? Babe bilang kalo babe naksir ibunya ka Jodie? Kalo babe orang tua biologis lela inget ibu! Tapi kalo bukan mending Lela yang pergi" ucap Lela sembari melempar serbet yang ada pada bahunya ke atas meja pelanggan

"Dua langkah kamu jalan, dan meninggalkan tempat ini Babe tidak pernah menganggap mu anak lagi"

Nurlela terkekeh "bukannya itu yang babe mau? Aku bukan anak biologis dari babe! Gausah sok baik, percuma Lela-" ucapan Nurlela terpotong karena tiba tiba ia ditampar oleh babe

"Anak sialan! Brengsek! Sue! Gue besarin lo buat ini doang? Pantes orang tua biologis lo ga mau didik lo, kelakuan lo kayak anjing!" Umpatan umpatan yang keluar dari mulut babe terasa menyakiti hati Nurlela, jadi benar kenyataannya?

Nurlela terkekeh "bahkan pada saat ini kau memilih Jodie?"

Perlahan babe mendekati Nurlela, namun Nurlela tidak mundur sehingga rambutnya dijambak oleh Babe

"gue lebih milih Jodie daripada lo anak pelacur!"

Tangan Nurlela mencari sesuatu untuk membuat rambutnya lepas, sesekali ia meringis karena mungkin ada anak rambut yang rontok

Tangannya mengambil gunting yang berada diatas meja pelanggan dan memotongnya. Saudara saudara, Nurlela yang mempunyai rambut panjang yang indah sekarang menjadi tidak ada kehidupan

Nurlela kabur dengan menahan tangis di pelupuk matanya. Ia sudah benar benar tak perduli lagi, dengan langkah pelan dia berhenti di jembatan sungai dan berniat untuk bunuh diri. Nurlela sudah berdiri diatas pagar tembok jembatan dan merentangkan kedua tangannya

"Hidup itu cuma sekali, sayang kalo dilewatin!" teriak seorang pria yang sedari tadi melihat aksinya, dengan cepat Nurlela mengarahkan pandangannya kepada asal suara itu

"Hidup itu keras, kayaknya pikiran lo salah" ucap Nurlela sembari teriak dan duduk disana

"Gue gak berniat untuk menggurui lo sih, tapi Tuhan sia sia aja nyiptakan orang model kayak lo" ucapnya sembari mendekat

Nurlela terkekeh dan menggeleng "sialan lo, gue yang sia sia aja dapet fakta"

"Well, hidup itu pasti punya kejutan kan? Ga selamanya enak pasti ada naik turunnya!" ucapnya sembari mengeluarkan sebatang rokok dari kantungnya

"Iya juga sih, by the way lo ngerokok?"

"As you see, knapa?"

Nurlela menggeleng "gue ga pernah suka nyium bau rokok, saingan sama ghoib soalnya" ucapnya sembari terkekeh

"Lo punya gejala asma?" tebak pria itu sembari menimang puntung rokoknya

"Apaan sih lo, ya nggak lah!" ucap Nurlela

"Okay, thanks to remember me!" ucapnya sembari menaruh lagi sebatang puntung rokoknya pada tempat semula

"Nama lo siapa?" ucap Nurlela

"Shandy... Shandy Alvian terserah mau dipanggil apa asalkan jangan Handy, gue ifeel. Nama lo siapa?"

"Nayrana Nurlela, panggilannya sih biasa Nurlela"

"Sayang ya lo punya nama cakep dipanggil kayak gimana gitu..."

Nurlela terkekeh "lo gila! Gak waras! Kurang satu kilo lagi itu otaknya!"

My Love Is My Brother [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang