Empat belas

4.4K 552 33
                                    

17 Oktober 2018, 07:00 WIB.

Iqbaal menggerakkan badanya yang kaku akibat tidur di sofa ruang tamu semalaman, ia tidak jadi memadu kekasih dengan istrinya yang cantik itu akibat tangisan (Namakamu) yang semakin menjadi-jadi, dan demi cintanya kepada (Namakamu), ia pun rela untuk tidur di ruang tamu walau hanya 3 jam tertidur. Sudah dikatakan bahwa dirinya tidak bisa tidur jika tidak ada istrinya.

Iqbaal dengan kedua matanya yang mengantuk, ia berjalan menuju dapur untuk membuat kopi, kafein lebih baik daripada tangisan istrinya. Ia membuka lemari dapur yang bagian atas dengan kedua matanya yang mengantuk, setelah bertemu dengan apa yang dicarinya, ia kembali menutup lemari itu.

Ia mulai memakai mesin kopinya itu, dengan sekali tekan kopi pun mulai keluar secara cepat. Asap menguar dari sana. Sudah berhenti, Iqbaal pun mulai mengambil gelas kopinya, ia menghirup aroma kopi itu sekilas, lalu menghembuskan sebentar kemudian menyesapnya sedikit demi sedikit.

Ia melirik jam di dinding ruang tamunya, jam masih menujukkan jam tidur dirinya namun karna ia terpisah dengan istrinya, jam seperti inilah ia harus terbangun. Iqbaal melirik kamarnya yang masih tertutup, (Namakamu) pasti belum bangun. Iqbaal berdecak kecil, lalu menyesap kopinya.

Tapi, perkiraannya salah. Pintu itu terbuka dengan (Namakamu) yang berpenampilan baju tidurnya yang kemarin, tetapi rambutnya basah dan senyuman itu terlihat manis. Iqbaal ingin rasanya menarik (Namakamu), lalu menciuminya sampai ia puas.

"Pagi, Ayah Iqbaal," sapa (Namakamu) yang kini berjalan menuju dapur dengan senyum manisnya. Ia terlihat membuka kulkas untuk memeriksa apa saja yang ada di dalam kulkas, Iqbaal yang melihat itu segera meletakkan gelas kopinya, lalu menghampiri istrinya yang sedikit menundukkan badannya melihat isi di dalam kulkas.

"Mau makan?" tanya Iqbaal sembari berdiri di samping kulkas itu. (Namakamu) menutup pintu kulkas itu, ia menatap Iqbaal yang terlihat rambutnya berantakan. (Namakamu) merapikan rambut Iqbaal dengan lembutnya, Iqbaal rindu dengan pelukan istrinya.

"Kamu tidur lagi, ya. Aku tahu kamu pasti nggak nyaman tidur di sofa, lagian pasti kamu capek, kan?" ucap (Namakamu) dengan penuh perhatiannya.

Iqbaal membawa (Namakamu) mendekatinya, ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang istrinya, lalu menidurkan kepalanya di bahu istrinya sembari menghidu aroma vanilla itu. "Tidur sama Iqbaal, ya?" bisik Iqbaal dengan wajahnya mendekat di leher (Namakamu).

(Namakamu) mengusap rambut suaminya dengan lembut, "kita tidur sehabis kamu sarapan, ya? Aku nggak mau kamu sakit, oke?" balas (Namakamu) dengan lembutnya.

Iqbaal hanya mengetatkan pelukannya sembari memejamkan kedua matanya di bahu (Namakamu). "Good morning, My sunshine," bisik Iqbaal dengan suaranya yang serak.

**

12 November 2014, 09:00 WIB.

Bryan tersenyum melihat (Namakamu) keluar dari rumahnya dengan pakaian seadanya. Ia melihat (Namakamu) tersenyum dengan tak kalah manisnya. Ia berlari saat melihat Bryan bersandar pada kap mobilnya, ia memeluk Bryan dengan sayangnya. Bryan tertawa di dalam pelukan gadis yang ia cintainya ini.

"I miss you so badly, Bryan," bisik (Namakamu) dengan pelan.

Bryan mengusap punggung mungil itu dengan sayangnya, " me too." Terdengar singkat namun berjuta maknanya.

(Namakamu) melepaskan pelukannya, kedua tangan mungilnya pun dikecup Bryan dengan penuh kelembutan.

"Ada banyak yang mau aku ceritain ke kamu, Yan. Semenjak aku ikut KPDM, hidup yang selalu aku doakan itu terkabul," ucap (Namakamu) dengan senyuman tak tertahannya.

Bryan mengernyitkan dahinya sedikit, ia masih menggenggam kedua tangan (Namakamu).

(Namakamu) menatap ke arah langit dengan senyuman sedihnya. " Aku kembali dipertemukan dengan Iqbaal, Iqbaal Gerald Pratama. Sahabat kamu, Yan."

"Iqbaal?" tanya Bryan mencoba memastikan pendengarannya.

(Namakamu) mengangguk dengan semangatnya, ia kini mengalihkan tatapannya tepat di hadapan Bryan. "Kamu tahu apa yang membuatku hidup bahagia? Karna dia, karna dia alasannya aku bahagia," ucap (Namakamu) dengan senyumannya.

Bryan melepaskan genggamannya dengan tangan (Namakamu), (Namakamu) terkejut. "Kak! Aku udah bilang, dia nggak akan lagi mau sama Kakak, dia itu mau cari pelampiasan aja karna kesalahan waktu itu!" Kini Bryan benar-benar mengeluarkan suaranya yang berat.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya, ia mencoba memberi Bryan penjelasan sesungguhnya. "Yan, ternyata itu semua nggak benar. Dia juga sama rindunya dengan aku, dia selalu merindukan aku. Aku merasakan itu saat dia nolong aku waktu—"

"AKU BILANG DIA BOHONG!"

(Namakamu) sedikit memundurkan langkah kakinya saat Bryan berteriak marah kepadanya. Bryan menutup kedua matanya saat ia lepas kontrol, ia merasa bersalah tanpa sengaja berteriak di depan (Namakamu). Ia mencoba mendekati (Namakamu), (Namakamu) gemetar ketakutan, Bryan memberantaki rambutnya.

"Kak... a-aku nggak maksud untuk itu, ak-aku nggak mau Kakak tersakiti karena Iqbaal. Aku tahu Iqbaal, Kak. Dia akan melakukan apapun untuk menggapai apa yang dia inginkan, aku sahabat Iqbaal, Kak. Aku nggak mau kakak jadi korban dia selanjutnya," jelas Bryan kepada (Namakamu).

(Namakamu) baru kali ini melihat Bryan begitu kalut, ia tidak pernah melihat Bryan seperti ini.

Bryan mendekati (Namakamu) kembali, ia menggenggam tangan mungil itu, (Namakamu) menatap Bryan dengan dalam. "Jangan dekati dia, Kak demi aku, ya?"

(Namakamu) menganggukkan kepalanya, ia pun kembali ke dalam pelukkan Bryan.

Bryan menghela napasnya lega di pelukann (Namakamu).

**

Iqbaal melihat ponselnya kembali, ini sudah dari semalam ia menunggu balasan pesan dari (Namakamu) tetapi tak kunjung juga dibalas. Ia telepon pun tidak diangkat oleh (Namakamu). Apa (Namakamu) sedang sibuk?

Iqbaal menghembuskan napasnya, kelasnya akan dimulai siang, tapi ia datang pagi untuk mencari tahu berita (Namakamu). Ia akhirnya kembali terjerat pada pesona itu dan tidak bisa lagi untuk melepaskannya begitu saja.

Ia bersandar pada kap mobilnya di depan dengan ponsel ditangannya.

Entah mungkin Tuhan mendengar doa di hatinya yang tulus, ia melihat gadis yang ia cari-cari itu akhirnya datang.

Iqbaal tersenyum dengan bahagianya, ia beranjak mendekati (Namakamu) yang berjalan seorang diri. "Kak!" panggil Iqbaal dengan sediki berlari mendekati (Namakamu).

(Namakamu) tersenyum sekilas melihat Iqbaal kini dekat dengan dirinya, "hei, lo masuk apa?"

Iqbaal mengernyitkan dahinya, ia bingung dengan panggilan kata 'lo' itu. "Kakak bicara sama Iqbaal?" tanya Iqbaal takutnya ia salah.

(Namakamu) tertawa kecil mendengar itu, "yaiyalah! Lo manggil gue ya tentu gue sahut. Lo masuk apa?" jawab (Namakamu) sembari berjalan.

Iqbaal mengikuti langkah kaki (Namakamu), ia pikir dengan hubungan mereka minggu lalu ucapan panggilan telah berganti atau dianya yang terlalu bahagia?

"Kakak kemarin kenapa nggak ang—"

"Eh, Baal .. gue duluan, ya? Udah dipanggil teman. Bye!" (Namakamu) menyela kalimat Iqbaal, ia berlari meninggalkan Iqbaal yang menatapnya tidak mengerti.

"Mungkin memang benar dia lagi sibuk," gumam Iqbaal menatap kepergian (Namakamu).

**

Bersambung

P.S : Percayalah, cerita yang kalian baca ini adalah hasil pemikiran dari jam 8 hingga 11. Jadi jangan tanya ini kenapa singkat, mood-nya lagi nggak di sini.

Broken Angel [Season II Of Me And My Broken Heart]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang