Lima belas

3.9K 520 38
                                    

20 November 2014, 10:00 WIB.

"Kak, kenapa?" Pertanyaan Bryan yang tengah mengemudi mobil membuat (Namakamu) yang juga tengah melamun tersentak, ia merasakan sedih saat ia begitu saja tidak memperdulikan panggilan, pesan, serta sapaan Iqbaal.

"Aku kangen Iqbaal," lirih (Namakamu) sembari menatap keluar jendela mobil itu.

Bryan yang mendengar nama itu lagi yang disebut oleh (Namakamu) membuatnya menggenggam erat stir mobilnya. Ia menarik napasnya dengan pelan, lalu menghembuskannya. Ia mencoba mengontrol emosinya.

"Aku udah kasih tau kan alasannya kenapa Kakak harus jauhi Iqbaal?" ucap Bryan dengan suara bassnya.

(Namakamu) menghela napasnya dengan pelan, ia menutup mulutnya sembari menatap keluar jendela mobil itu dengan sedihnya.

"Tapi, aku nggak rela pergi ninggalin dia," bisik (Namakamu) dengan pelan.

**

Iqbaal melirik jam di pergelangan tangannya, jam sudah menunjukkan hampir jam 11. Iqbaal bersandar pada kap mobilnya, ia menunggu seseorang yang membuatnya kebingungan dengan sikapnya yang ia rasa menjauhinya.

Ia menundukkan kepalanya sembari memainkan kakinya di atas pasir yang sedikit bertumpuk itu, ia menggesekkan sepatunya ke arah pasir itu, ia memainkannya dengan pelan.

Beberapa kali ia mengangkat kepalanya untuk mencari (Namakamu) melewati pagar kampusnya, ia bersedekap dada untuk melindungi dirinya dari dinginnya udara.

Tak perlu waktu yang lama, (Namakamu) akhirnya muncul juga. Iqbaal berdiri dengan sempurna saat melihat (Namakamu) berjalan melewati gerbang kampus ini. Iqbaal tersenyum melihat cantik itu selalu terpancar dari sisi wajah gadis itu.

Iqbaal berjalan mendekati (Namakamu), ia sudah tidak tahan lagi untuk memeluk gadis itu karena rindunya, ia begitu rindu dengan gadis itu.

"Kak," panggil Iqbaal dengan suara beratnya.

(Namakamu) memberhentikan langkah kakinya saat melihat Iqbaal tidak jauh dari pandangannya, laki-laki itu tersenyum dengan manisnya menyambut kedatangannya. (Namakamu) menghela napasnya, ia harus bisa menghadapi laki-laki itu.

Ia berjalan mendekati Iqbaal dengan wajahnya tanpa ekspresi, Iqbaal masih tersenyum menyambut kedatangan (Namakamu).

"Baal, gue mau bicara sama lo," ucap (Namakamu) seketika.

Iqbaal menganggukkan kepalanya, "Iqbaal juga mau-"

"Jangan ganggu gue lagi dengan spam pesan lo, panggilan lo, dan lo yang selalu nunggu kedatangan gue." (Namakamu) seketika menyela ucapan Iqbaal yang belum selesai.

Iqbaal mengernyitkan sedikit dahinya saat mendengar ucapan itu, ia memandang wajah itu dengan serius. "Maksudnya, kakak terganggu dengan apa yang Iqbaal lakukan?" tanya Iqbaal mencoba memastikan maksud dari ucapan (Namakamu).

(Namakamu) bersedekap dada sembari menatap Iqbaal dengan tajam, "ya, menurut lo gimana? Lo bukan siapa-siapa gue, lo bukan orang terdekat gue, lo cuma orang kenalan masa lalu. Tiba-tiba langsung nyepam, lo kira gue nggak malu? Dikira gue manfaatin anak orang demi kepopuleran gue. Gue malu!"

Iqbaal mencoba menggenggam tangan (Namakamu) tetapi (Namakamu) menghindarinya, Iqbaal menatap (Namakamu) dengan heran.

"Kakak maunya apa? Mau Iqbaal gimana?"

(Namakamu) mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Gue mau lo jangan ganggu gue," ucap (Namakamu) dengan tegas.

Iqbaal mendekatkan jaraknya dengan (Namakamu), "oke, Iqbaal nggak akan ganggu kakak lagi dengan pesan-pesan Iqbaal, dengan panggilan Iqbaal, dan Iqbaal yang selalu nunggu kakak. Jadi, bisa kita seperti sebelumnya? Jangan menjauh seperti ini?" balas Iqbaal dengan lembutnya.

(Namakamu) menatap Iqbaal kembali, "bahkan lo jangan lagi berhubungan dengan gue."

Iqbaal menatap (Namakamu) dengan sedihnya, "kenapa tiba-tiba gini, Kak? Kita sebelumnya saling mengaku kalau kita itu hancur dalam kerinduan, kini kenapa harus merenggang dengan sesuatu yang bahkan Iqbaal nggak tahu penyebabnya," ucap Iqbaal menatap (Namakamu) dengan suaranya yang mulai serak.

"Gue benci sama lo, Baal." (Namakamu) mengucapkannya dengan menatap ke arah lain.

Iqbaal menarik dagu (Namakamu) agar menghadapnya, (Namakamu) mengikutinya. "bilang itu tepat di hadapan Iqbaal, sekarang, " bisik Iqbaal tepat di hadapan (Namakamu).

(Namakamu) menatap kedua mata Iqbaal yang menatapnya dengan sedih, ia begitu mencintai laki-laki di hadapannya ini, begitu banyak perasaan sayangnya kepada laki-laki ini. Tapi, fakta-fakta menyakitkan itu kembali diulang diingatannya, Iqbaal yang akan selalu menjadikan dirinya pelampiasan.

"Gue benci sama lo, Baal," ucap (Namakamu) dengan penekanan.

Iqbaal mengusap pipi itu dengan lembut, ia begitu mencintai gadis di hadapannya, ia menyanyangi gadis itu, ia ingin hidup selamanya dengan gadis ini. Satu tetes airmatanya jatuh begitu saja tanpa ia sadari, (Namakamu) terdiam.

"Walaupun nanti Iqbaal jauh dari muka bumi ini, perasaan ini masih sama seperti dulu. Iqbaal yang tergila-gila dengan kakak kelasnya, Iqbaal yang selalu tersenyum kepada kakak kelasnya, dan Iqbaal yang selalu ada disaat kakak membutuhkan Iqbaal." Iqbaal mengusap pipi itu dengan lembut. "Iqbaal cinta sama kakak." Akhir Iqbaal dengan pelan.

Iqbaal mengecup dahi itu dengan airmatanya yang kembali jatuh, lalu tersenyum untuk terakhir kalinya. Ia pergi meninggalkan (Namakamu) yang menatap punggung tegap itu memasuki mobil itu kembali.

'Nazar yang aku buat, kini aku langgar sendiri.'

**

Bersambung

P.S : Bentar lagi tamat. Kok cepat, Minrik? Ya, karena tidak lambat. HEHEHE

Broken Angel [Season II Of Me And My Broken Heart]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang