Satu

6.2K 600 56
                                    

12 Oktober 2010, 11:30.

(Namakamu) berjalan dengan satu novel di dalam genggamannya, ia ingin membalikkan novel yang pernah ia pinjam dari perpustakaan. Ia melihat beberapa murid memilih di lapangan menghabiskan waktu istirahatnya untuk berlolahraga.

Perjalanan (Namakamu) terhenti, ia melihat laki-laki yang sejak tadi ia pertanyakan kehadirannya itu kini berdiri di hadapannya. (Namakamu) mendongakkan kepalanya melihat wajah tampan yang ia rindukan itu, Iqbaal Gerald Pratama.

(Namakamu) tersenyum melihat kehadiran Iqbaal yang berada di hadapannya ini. "Baal," panggil (Namakamu) dengan suara lembutnya.

Iqbaal menjulurkan salah satu tangannya ke hadapan (Namakamu), (Namakamu) mengernyitkan dahinya.

Iqbaal tersenyum terpaksa, "kalau memang gak bisa buka hati untuk orang lain, harusnya Iqbaal dijauhi kak, bukan diberi harapan besar seperti ini. Iqbaal selama ini berharap kakak belajar perlahan-lahan untuk menerima Iqbaal, tapi .... " Iqbaal menatap wajah cantik itu dengan sedihnya," Kakak bahagia dengan Alrka? Iqbaal akan terima dengan lapang dada. Dari awal, sebelum Iqbaal bilang perasaan Iqbaal, Kakak kenapa nggak jujur? Iqbaal jadi terlanjur jatuh ke dalam cinta kakak."

(Namakamu) masih belum mengerti dengan situasi ini, ia kembali menyimak apa yang dimaksud Iqbaal.

Iqbaal menjulurkan salah satu tangannya untuk bersalaman dengan (Namakamu), (Namakamu) mengernyitkan dahinya. "Selamat, akhirnya kakak dapat cinta pertama kakak kembali. Maaf, selama ini Iqbaal jadi pengganggu hubungan kalian. Semoga kalian bahagia," ucap Iqbaal dengan hatinya yang tercabik-cabik.

(Namakamu) membolakan kedua matanya saat ia mengetahui arti dari ucapan itu. Dari mana Iqbaal tahu?

"Baal... gue bisa jelasin, ini semua gue beri hanya untuk—"

"Nyakitin aku? Kakak mau melampiaskan rasa benci kakak sama aku, sampai aku terbawa dan aku berharap diharapan yang kosong itu. Kak.. aku bersumpah demi Tuhan, perasaan yang aku miliki sekarang adalah perasaan yang belum pernah aku rasakan. Tapi.. kenapa, perasaan ini yang membuat aku semakin sakit, Kak? Apa sebegitu menjijikannya aku sampai aku harus diberi rasa sakit seperti ini? Aku manusia, Kak... tolong, beri aku kebahagiaan sedikit saja.. hanya itu." Iqbaal menyela ucapan (Namakamu) dengan suara beratnya yang serak.

(Namakamu) mencoba menggenggam tangan Iqbaal, tetapi Iqbaal memundurkan dirinya.

"Aku harap, ini adalah pertemuan kita untuk terakhir kalinya. Terima kasih, lukanya."

Dan, Iqbaal pergi meninggalkan (Namakamu) yang hanya menatap punggung tegap itu berjalan melewati dirinya. (Namakamu) merasakan dadanya terasa sakit, ia menepuk dadanya yang merasa perih.

"Baal ..."

**

Dan semua berubah, berubah di dalam waktu yang berputar. Iqbaal tidak lagi terlihat, ia masih di sekolah yang sama namun, dirinya tidak pernah lagi terlihat. (Namakamu) menunggu, mencari tahu keberadaan Iqbaal melalui teman dekatnya, mereka menggelengkan kepalanya.

Hanya kerinduan yang kini menjadi pegangan (Namakamu), ia begitu merindukan Iqbaal, adik kelasnya yang penurut, laki-laki yang membuatnya merasa istimewah. Kini, semua telat karna ia memberi kesempatan kepada Alrka.

(Namakamu) mengusap airmatanya dengan lembut, setiap malam akan terasa selalu menyakitkan dengan pikirannya yang selalu ingin mengingat masa-masa itu. (Namakamu) menghela napasnya yang bergetar, ia mencoba kembali menulis di dalam laptopnya. File rahasia, hanya dirinya yang tahu.

'Aku mencari tahu tentang nazar, doa nazar. Aku membacanya, doa nazar itu merupakan sebuah timbal balik dari apa yang sudah Dia berikan kepada kita. Dan kamu tahu, Baal... aku akan melakukan doa nazarku hanya untuk dapat bertemu denganmu, tertawa, dan memelukmu disetiap waktu yang ada. Dan apa yang akan kupertaruhkan jika itu berhasil? Jika aku menyakitimu, maka biarkan aku menangis untuk mengganti rasa sakit yang selalu kamu rasakan disetiap waktunya. Aku percaya Tuhan itu memberi umatnya cerita yang berbeda tetapi, memiliki akhir bahagia.'

(Namakamu) kembali menangisi tentang kerinduannya kepada Iqbaal. Ia menelungkupkan kepalanya di antara kedua tangannya yang terlipat. "Kenapa menahan rindu itu sakit, Baal?" isak (Namakamu) dengan sesaknya.

**

18 September 2014, 08:00.

"Well, bukan orang kaya lagi namanya kalau masuk suka-suka hati. Termasuk dalam bertingkah di dalam kampus ternama ini."

(Namakamu) yang tengah mengetik tugas di dalam laptopnya tiba-tiba saja mengernyitkan dahinya, ia mendengar suatu ucapan meremehkan dari temannya. "Kenapa lagi sih?" tanya (Namakamu) yang melirik kecil ke arah temannya.

"Hari ini kan pengumpulan MABA baru di aula kampus, jadi denger-denger ada mahasiswa kedokteran yang kaya tapi songong banget, pengin gue tampol rasanya," jawab teman (Namakamu) dengan berapi-api.

(Namakamu) tersenyum mendengar teman sekelasnya ini, memang Vira – teman sekelas (Namakamu) – memang benci dengan para penguasa-penguasa seperti itu. Apalagi, yang masih mengandalkaan uang orang tuanya, jangan sampai Vira ada perencanaan membully-nya sampai menangis terkencing-kencing.

"Ganteng, nggak?" tanya (Namakamu) yang kini memperhatikan penuh teman dekatnya ini.

Vira mengangguk dengan wajahnya yang berat hati untuk mengakui itu semua. "Tapi, seganteng apapun dia kalau kelakuannya minus, gue tetap bakal benci sama dia," ucap Vira dengan tegas.

(Namakamu) tertawa kecil," jangan terlalu benci sama orang, nanti kalau udah kehilangan dia, lo yang kerepotan nahan rindu," balas (Namakamu) dengan tangannya mulai mengambil makanan ringan di meja kantin itu.

"Sori lah yaw.. gue bukan lo yang terkurung dalam karma ...--" Vira mengecilkan nada bicaranya saat ia mulai berbicara kelewat batas. Ia menatap (Namakamu) dengan rasa bersalah.

(Namakamu) hanya membalas tersenyum, ia memaklumi itu. " Nggak apa-apa, nggak usah kayak gitu mukanya, pengin gue tampol," canda (Namakamu) dengan memaksa.

Vira kembali tersenyum seperti biasa, ia melirik jam dipergelangan tangan (Namakamu). "Bupati pasti udah nunggu, kita langsung ke lapangan, Yuk!" ajak Vira dengan tangannya mulai membereskan berbagai peralatan-peralatan kuliahnya.

(Namakamu) mengangguk singkat sembari membereskan laptopnya.

'Yap, kembali menjadi mahasiswa yang sok asyik, sok aktif, dan sok bahagia. Welcome to hell, (Namakamu)."

**

Iqbaal mengedipkan matanya saat seniornya mulai menyapanya dengan genit, meminta nomornya bahkan terang-terangan mengajak berkencan. Dan apa yang diucapkan Iqbaal kepada perempuan yang menyukainya, "cium dulu baru mau." Iqbaal bahkan mendekatkan pipinya kepada setiap perempuan yang mendekatinya.

Iqbaal tertawa saat melihat rona merah muncul dipipi perempuan yang ia goda. Ia kembali berjalan menuju aula fakultas kedokteran. Ia ingin jadi Dokter bedah, menurutnya itu membuatnya menantang hidupnya. Dan membuatnya lupa akan rasa sakit itu.

Dokter terkenal akan kesibukannya belajar, belajar, dan belajar, jika ia belajar maka otaknya tidak akan memikirkan rasa sakit itu. Iqbaal memaksa senyumnya, ia harus bisa melupakan semuanya.

Ia menarik napasnya kemudian menghembuskannya dengan pelan.

"Hari ini, besok, dan masa yang akan datang tidak ada lagi cinta di dalam hidupku."

**

Bersambung



P.S : Komentar 20 minimal, vote 100 minimal. Jadi, di sini ada 3 tahun yang bakal minrik buat. 2010,2014, dan2018. Semoga aja masih ada yang baca.

Broken Angel [Season II Of Me And My Broken Heart]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang