32. DUNIA DAN HIDUP YANG HILANG

2.7K 130 28
                                    

~

Aku tidak menginginkan apapun darimu.

Aku hanya menginginkan dirimu, yang lebih dari segalanya bagiku

~
#Play musik sebelum baca ya 😊

Waktu seakan terhenti. Telinganya kembali menuli. Sarafnya mati. Dunianya menghilang. Senyap. Sunyi. Alvano membeku.

Tidak peduli dengan keriuhan di sekitarnya. Hampa. Hanya itu. Alvano mengerjapkan matanya, berusaha mengusir mimpi buruk yang seolah begitu nyata. Melihat Dokter Rian yang sudah jatuh terduduk bergabung dengan dinginnya lantai dengan kepala yang dibenamkan di lekukan lengannya, juga desahan pasrah yang terdengar pilu. Alvano masih membeku, berusaha memahami situasi yang terjadi.

Maura tertidur. Maura tertidur karena kelelahan. Ya, kalimat itu yang terus saja ia tanamkan di benaknya.

Saat sebuah tangan menyentuh bahunya, Alvano menoleh. Seorang perawat tersenyum miris, dengan seorang bayi laki - laki di gendongnya. Alvano menatap bayi itu. Putranya. Ia telah resmi menjadi ayah hari ini. Kebanggannya telah lahir. Bersama dengan jiwanya yang menghilang.

Mengabaikan isakkan yang terdengar lirih dari Dokter  Rian yang tengah tertunduk lesu, Alvano melangkah pergi, dengan seorang pahlawan kecil di pelukannya.

Semua orang menyambutnya di ambang pintu. Mata sembab kemerahan itu tak dihiraukannya lagi. Semuanya mematung tanpa menawarkan pelukkan juga ucapan selamat. Membisu, tidak ada satupun yang bicara. Hanya isakkan yang terdengar, juga bulir bening yang tak kunjung henti menghiasi netra.

Alvano masih tidak mengerti apa yang terjadi. Saat Rianti mengambil alih putranya dari gendongannya, Alvano masih bungkam. Tatapannya kosong. Tidak ada air mata. Tidak ada isakkan. Semuanya masih terlalu abu - abu untuknya.

Alvano beranjak pergi entah kemana kaki itu membawanya. Hanya melangkah, perlahan sembari menghubungkan peristiwa yang terekam dalam ingatannya, tanpa terkecuali.

Deg. Seolah ada sebuah bongkahan bantu besar yang menghantam kepalanya, membuat langkahnya terhenti. Senyuman itu. Senyuman. Senyuman itu. Alvano berbalik, memutar tubuhnya kemudian berlari secepat yang ia mampu. Membuka paksa pintu hingga menimbulkan suara bedebam yang cukup keras. Ruangan yang tadinya hening, berubah sesak.

Semakin sesak saat Alvano melihat jelas sosok yang tengah terkulai lemas di sana. Semua orang yang tadinya berkerumun, perlahan membelah memberinya jalan.

Tubuhnya bergetar hebat. Cairan bening yang tadinya tidak berniat keluar, sekarang meluruh tanpa perintah. Tangannya bergetar menyentuh wajah itu, jemarinya bergerak menyusuri mahakarya sang pencipta diwajah Maura.

Dadanya sesak. Begitu sesak hingga membuatnya kesulitan bernapas. Sungguh Alvano membutuhkan udara sekarang. “Maura” bibirnya bergetar menyebut nama itu.

Alvano mendekatkan wajahnya ke telinga Maura “Sayang” bisiknya lirih penuh kasih sayang.

Tidak ada jawaban “Ra? Kamu dengar aku kan?”

Satu tangannya menekan dadanya yang semakin nyeri“Ra”

Air matanya mengalir semakin deras, Alvano menakup wajah pucat itu dengan dua tangannya, menggelengkan kepala tidak percaya dengan kenyataan yang ada di depan matanya.

WEKKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang