Lampu merah ke lima yang telah dilalui oleh Kinan dan Pio, namun keduanya nampak diam, walau sesekali keduanya saling mencuri lirikan, yang beruntungnya tidak sampai ketahuan.
Sesungguhnya mata Kinan memanas, di mobil ini, di Jeep kesayangan Scorpio yang berwarna kuning ini adalah saksi kisah cintanya dengan lelaki itu, mulai dari suka hingga duka, mulai dari tangis juga tawa bahagia. Percayalah Kinan tidak akan pernah melupakan itu.
"Mau makan dulu Nan?" Tanya Pio sambil menoleh.
"Kamu lapar?" Tanya Kinan yang dijawab senyuman kecil dari Pio sambil mengangguk, "boleh." Lanjut Kinan.
Dalam hati ia bersorak girang, karena ia bisa mendapatkan waktu untuk bersama dengan Kinan, setidaknya ia memiliki sedikit peluang untuk menjelaskan semuanya.
"Mau makan dimana Nan?"
"Kalau di rumah aku gimana?"
"Kamu yang masak?" Tanya Pio antusias.
Kinan mengangguk membuat Pio makin tersenyum lebar, "aku kangen banget nasi goreng kamu, di Paris gak ada nasi goreng seenak buatan kamu."
"Nanti aku buatin ya Pio."
"Wah makasih banget ya Nan."
"Sama-sama, karena kebetulan Mario juga mau ke rumah, jadi biar kita bisa sekalian Mateng bareng, bertiga."
Seketika senyuman Pio luntur, wajahnya mendadak masam, membuat suasana kembali hening, sementara Kinan mengulum senyum karena berhasil sedikit menipu lelaki itu.
---
Asap masih mengepul di Nasi goreng buatan Kinan, Kinan menyodorkan satu piring didepan Pio, satu piring di depan Geo dan satu piring lagi dihadapannya sendiri.
"Selamat makan!" Ucap Kinan dengan semangat.
Sementara kedua lelaki yang saling berhadapan tersenyum kecut, yang satu sebal karena satu meja makan dengan lelaki yang ia benci, yang satu lagi kesal karena kehilangan banyak waktu untuk mengobrol dengan Kinan, rupanya ia harus mencari jalan lain.
Pio mengambil satu sendok nasi lalu memasukannya kedalam mulut, seketika ia merasakan sesuatu yang menyesakan dada menghantam hatinya, lewat nasi goreng ia bisa mencintai Kinan, semoga saja ia masih memiliki kesempatan untuk memiliki wanita itu.
---
Kinan menutup pintu sesaat setelah Pio pergi, saat ia berbalik Geo sudah berdiri dihadapannya, rahang lelaki itu mengeras.
"Mba bisa kita bicara?"
"Ge.." pinta Kinan memelas, pasalnya Kinan sudah bisa menebak kearah mana Geo akan mengajaknya berbicara.
"Duduk mba!" Pinta Geo ia sendiripun sudah duduk dihadapan Kinan.
Kinan menyerah ia duduk dihadapan Geo dengan memanggil bantal sofa.
"Dia udah nyakitin mba."
Kinan menatap wajah Geo, ia menghembuskan nafas.
"Dia ga nyakitin mba."
"Dia ninggalin mba."
"Mba yang mau nunggu dia."
"Tapi mba.. dia pergi, dia ga kasih kabar bahkan ngegantungin mba begitu saja."
Mata Kinan memanas, mengingat perjuangannya untuk menunggu lelaki itu, walau faktanya lelaki itu tidak memintanya menunggu.
"Dia pergi karena mamanya sakit Ge."
"Tapi tidak dengan cara seperti itu, membiarkan mba menunggunya."
"Ge! Sudah berapa kali mba bilang, mba mu ini yang mau nunggu, mba mu ini Gw."
Kini Geo yang mendesah, "bagaimana dengan kak Mario?"
"Mba tidak memintanya menunggu Ge."
"Tapi dia nunggu mba, sama kaya mba nunggu Bang Pio."
Kinan bungkam dengan cara mengigit bibir bawahnya, "menunggu itu pilihan Ge, dan pasti disetiap pilihan itu ada konsekuensi yang harus kita hadapi."
"Kak Mario lebih baik dari Bang Pio mba, dia yang selama ini ada disisi mba."
"Tapi Pio yang ada di hati mba Ge, sampai sekarang."
"Ya Tuhan mba.." Geo kehabisan cara, ia bukan melarang mba nya untuk menjalin hubungan kembali dengan Pio, hanya saja ia masih merasa sakit hati melihat mbaknya yang seperti kehilangan darah selama ditinggal Pio.
Lagi, ia tidak menampik bahwa mba nya berubah semenjak kedatangan pik, wajahnya selalu berseri-seri dan senyumnya selalu terbit, Kinan juga lebih banyak tertawa.
"Ge.."
"Aku sayang sama mba, aku bakalan dukung apapun pilihan mba, yang penting mba bahagia."
---

KAMU SEDANG MEMBACA
KINANTI
Romancecinta itu rahasia Tuhan yang paling indah, termasuk cintaku padamu. mengandung unsur 18+ harap bijak dalam membaca