Geofan 9

5.2K 274 2
                                    

Hari Minggu pagi Mario sudah siap dengan pakaian olahraganya, senyumnya mengembang mengingat siapa yang akan ia jemput, walau sejak semalam pesannya tidak dibaca, ia akan memaksa seperti biasanya.

Mario mematikan mesin mobil, melirik pada Geo yang sedang mencuci motor ditemani Salsa, Mario jadi membayangkan ia akan senang sekali bila hal tersebut terjadi pada ia dan Kinan.

"Pagi Ge! Wah romantis sekali."


Geo yang sedang asyik menggosok motornya dengan busa menoleh, pun dengan Salsa yang sibuk memegang selang air, hanya memegangnya.

"Eh Kak, maaf nih basah." Maksud Geo adalah ia tidak bisa bersalaman.

"Kinan udah bangun?"

Usapan Geo pada motornya berhenti, ia menoleh dan meneguk ludah, menatap Mario dengan tatapan permohonan maaf.

"Mba Ki ga ada di rumah kak."

"Udah lari pagi?"

Geo menggeleng, "mba Ki pergi dari kemarin."

"Oh.. kemana?"

"Ke Bandung Kak."

"Sendirian?"

"Berdua."

"Berdua? Sama siapa?" Mario mulai heran mendadak ia merasakan perasaan tak enak.

"Sama Bang Pio."

"Siapa?"

"Sama Bang Pio kak." Geo bangkit dan berdiri dihadapan Mario.

"Mereka berdua ke Bandung?"

Geo tersenyum tipis mencoba menenangkan lelaki dihadapannya yang syarat akan kekecewaan.

"Perginya berdua, disananya ramean, ada reuni."

Mario tersenyum pahit, ia hanya berharap semoga saja ia belum terlambat.

---

Mata itu masih terpejam, sudah lebih dari lima belas menit Pio memandang Kinan yang masih terpejam, Pio tersenyum senang, ia masih tak menyangka masih diberikan kesempatan untuk bersama dengan gadis yang ia cintai, gadis yang ia dapatkan dengan susah payah dulu.

Kinan mengeliat, membuat Pio menegakkan tubuhnya dan berpura-pura bermain ponsel.

"Eh sudah sampai?"

Pio menoleh lalu tersenyum, "iya, baru aja."

Kinan mengangguk mengambil tissue dari dashboard dan mengelap wajahnya, "maaf ya aku ketiduran."

"Gak apa, kamu pasti capek banget."

"Turun yuk."

Pio lagi-lagi tersenyum, bila ada kontes tersenyum hari ini pastilah dia pemenang lombanya. Lelaki itu turun berbarengan dengan Kinan, ia langsung mengambil barang Kinan di kursi belakang.

Pintu ruang tamu terbuka lebar, Kinan melirik ada sepasang sepatu disana, sepatu wanita pastinya milik Salsa, disusul gelak tawa keduanya.

"Hm.." deheman Kinan membuat Salsa yang duduk diperut Geo, karena Geo terlentang, langsung berdiri wajahnya sudah memerah karena malu. Salsa sedang menggelitiki Geo.

"Sore Mba." Salsa menyalami Kinan, disusul Geo.

"Sehat Mba." Sapa Geo sambil mengulum senyum.

"Salsa sudah lama disini?"

"Dari pagi mba." Jawab salsa.

Kinan menggangguk, "Mba mau mandi sama ganti baju dulu ya Ge."

"Ge, bisa kita bicara."

"Eh.." Geo mengusap kasar wajahnya, ia kaget mendengar suara Pio, sementara Salsa tersenyum canggung, "kaget gue bang, gue fikir mba pulang sendirian."

"Gak akan pernah, yang ada nanti dia dijemput orang."

"Kalau gitu aku bikin makan malam dulu ya?" Ucap Salsa karena merasa kikuk sendiri.

"Pacarmu?"

"Hm.. kenalin Ca ini Bang Pio temen Mba Kinan."

"Calon!" Pio menyalami Salsa sebenta

"Udah diterima emang bang?"

Pio berdecak, anak kecil ini bisa saja mengganggunya.

"Bisa bicara sekarang Ge?"

"Oh ya aku ke dapur dulu." Salsa beranjak ke dapur, Geo dan Pio duduk berhadapan diruang tamu.

Sunyi nampak meliputi keduanya selama beberapa menit, Pio sendiri sudah keringat dingin karena akan melamar anak gadis, walau memintanya pada adiknya tetap saja Pio merasa berdebar.

"Saya sudah minta maaf sama Kinan, say juga sudah meminta Kinan menjadi istri saya."

"..."

"Saya sadar kesalahan saya, saya sadar kalau saya tidak bisa mengembalikan hati Kinan seperti sebelumnya, sebelum saya berlaku brengsek untuk meninggalkan dia, makanya saya mau langsung menikah saja, saya rasa umur kami sudah pas untuk menikah."

"Apakah anda yakin?"

"Saya sungguh yakin."

"Siap membahagiakan kakak saya?"

"Sangat siap."

"Apa yang kamu punya?"

"Saya hanya punya cinta untuk Kinan, jadi apapun akan saya berikan untuk dia?"

"Termasuk Andrews grup?"

"Ya!" Ucap Pio mantap.

"Saya tergantung sama mba aja, kalau mba mau saya setuju, saya dukung apapun keputusan mba." Geo yang awalnya duduk santai mencondongkan tubuhnya. Matanya menatap Pio tajam.

"Jangan pernah sakiti Mba Kinan, dia sudah tersiksa selama ini, bahagiakan dia, ini kesempatan terakhir untuk Abang, kalau Abang menyia-nyiakan Mba Kinan, Geo gak akan pernah beri Abang restu lagi."

"Ge." Panggil Kinan, Geo menoleh melihat mba nya yang sudah berdiri kaku disana, matanya sudah merah. Tanpa persetujuan Kinan menghampiri Geo lalu memeluknya. Geo yang tak siap langsung terjungkal kebelakang.

"Makasih." Gumam Kinan disela-sela Isak tangisnya.

Pio bernafas lega, ucapan terima kasih Kinan menjadi tanda bahwa dirinya diterima.

❤️

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang