(Bubar) Eunha x Mingyu II

890 67 6
                                    

Eunha meniup-niup mata Mingyu yang sedang tertidur lelap tapi pria itu hanya menggerakkan kelopak matanya, bukan membukanya.

Eunha sedikit kesal dibuatnya. Terang saja jam menunjukkan pukul 9 tapi pria itu belum bangun juga. Apa dia tidak ingin ke kantor? Pikir Eunha.

Sudah 2 hari Mingyu absen karna merasa tidak enak badan. Setidaknya itu alasannya pada istri tercintanya. Tapi nyatanya badan besar pria itu tidak panas, hanya wajahnya yang sedikit pucat.

Sungguh Eunha ingin membawanya ke dokter tapi ditolak oleh suaminya itu.

"Sayang, ayo bangun. Aku buatkan sup ayam biar kau tambah bersemangat." Ucap Eunha lembut.

Tidak ada tanggapan sedikitpun dan Mingyu malah membalikkan tubuhnya membelakangi Eunha.

Eunha menghela napas panjang. Sangat susah jika Mingyu sudah keras kepala seperti itu.

Wanita yang sedang hamil 5 bulan itu akhirnya keluar kamar mengambil sarapan pagi untuk suaminya. Dia meletakkan nampan di atas nakas lalu naik ke ranjang dimana Mingyu masih setia dengan tidur panjangnya.

"Sayang." Eunha sedikit mengguncangkan tubuh besar Mingyu yang direspon hanya dengan erangan.

"Aku membawakan sarapan. Sudah dua hari kau seperti ini aku takut suamiku ini kenapa-napa. Sekarang ayo bangun cuci mukamu dan sarapan."

Mingyu yang mendengar itu perlahan membuka matanya. Dilihatnya Eunha yang tepat berbaring di depannya membuat posisi mereka berhadapan.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Mingyu.

"Aku hanya membangunkan suamiku yang sedang sakit dan tidak ingin makan ini."

“Maaf, jam berapa sekarang?” Mingyu mengelus pipi chubby Eunha dengan ibu jarinya.

“Jangan kaget setelah mendengarnya. Jam 9 pagi.” Jawab Eunha sedikit berbisik.

Dia tersenyum puas melihat wajah suaminya yang pasrah mengetahui dirinya sudah terlambat ke kantor.

“Aku merasa lelah akhir- akhir ini. Aku sendiri tidak tahu kenapa.” Mingyu mengusap kasar wajahnya. Eunha hanya mengangguk setuju untuk itu.

“Ke dokter?”

“Aku sedang tidak ingin melihat dokter.”

“Biasanya kau yang cerewet harus ke dokter jika salah satu dari kita sakit.”

“Tapi ini beda sayangku. Aku hanya tidak ingin melihat dokter.” Mingyu bersikeras dengan wajah masamnya.
“Baiklah,  kau tidak mau ke dokter tapi kau harus makan. Bayangkan jika kau pingsan saat kita hanya berdua , aku tidak mungkin mengangkatmu dengan keadaan perut besar seperti ini.”

Mingyu mengalihkan pandangannya saat Eunha menunjuk perut besarnya.
Pria itu bergerak ke bawah lalu mencium perut buncit istrinya.

“Pagi sayangnya papa. Sudah bangun?” dia kembali mencium dan mengelus membuat Eunha merasa geli.

“Sudah, sudah dari tadi sebelum papa bangun.” Eunha bercicit menirukan suara anak kecil membuat Mingyu gemas ingin melahapnya. Dia tidak akan bisa menolak paket gemas dari seorang Eunha.

“Maaf papa tidak bisa menjagamu selama 2 hari. Papa tiduran saja dan tidak mengajakmu bermain.” Eunha seketika mengubah ekspresinya.

Biasanya Mingyu memang mengajak bayi mereka bicara tapi karena sakit yang belum diketahui namanya itu membuat Mingyu hanya berbaring di tempat tidur sepanjang hari.

“Hmm...”

Mingyu melirik ke arah Eunha. Dia tahu itu adalah jawaban istrinya,  bukan bayinya.

“Mamamu sedang kesal,  boleh papa bicara denganya? Nanti kita main lagi ya.”

Kali ini Mingyu mensejajarkan posisinya kembali menatap Eunha. Dia mencium kening istrinya lembut dan sedikit lama.

“Mau jalan-jalan keluar?”

“Untuk apa?” Mingyu semakin ingin memeluk Eunha bulat-bulat saat melihat istrinya merajuk.

“Menebus 2 hariku.” Ucap Mingyu cepat. “Ayo, aku sedang bersemangat sekarang.”

Mingyu bergegas turun dari tempat tidur dan membuat Eunha menatapnya aneh.

“Tunggu!” Eunha mengintrupsi membuat Mingyu berhenti di depan kamar mandi. Pria itu mengangkat kedua alisnya.

“Kenapa kau jadi sembuh?”

“Siapa?”

“Kau.”

“Aku tidak tahu. Aku hanya merasa bersemangat.” Mingyu mengangkat kedua bahunya.

“Kau sedang bercanda?  Lalu selama 2 hari ini kau hanya berpura-pura?”

“Tidak,  aku memang ingin tidur saja. Hanya berbaring. Dengar,  kau ingin aku sembuh kan sayang?  Jadi sekarang aku ingin jalan-jalan keluar supaya aku sehat. Kau tahu tidur selama 2 hari membuat punggungku pegal. Jadi cepatlah bersiap-siap.” Ucap Mingyu lalu bergegas masuk ke kamar mandi.

Eunha hanya menatap heran tingkah laku suaminya. Sangat aneh dan tidak biasa.

Setelah selesai berpakaian dan sarapan,  mereka berdua pergi jalan-jalan hanya sekedar mencari udara segar. Ditambah Mingyu yang jadi lincah seperti cacing kepanasan saat melihat para remaja bermain sepak bola di lapangan.

Eunha harus mengingat beberapa jam yang lalu wajah Mingyu sangat pucat dan tidak bersemangat. Tapi lihatlah sekarang, walaupun peluh mengalir di pelipisnya pria itu malah tampak segar. Ada apa dengannya?

“Kau sebenarnya kenapa?” Eunha mengelap peluh Mingyu dengan tisue sedangkan pria itu meneguk air mineral dengan rakusnya. Bermain 15 menit di lapangan membuatnya dehidrasi berat.

“Aku juga tidak tahu. Sudah kubilang aku hanya ingin tidur 2 hari kemarin. Aku hanya merasa lemas.”

Eunha menelisik sesuatu di mata Mingyu. Dia sedang memikirkan sesuatu. Suatu kemungkinan lebih tepatnya.

“Kau ngidam?”

Mingyu yang sedang meneguk air seketika tersedak dan menyemburkan setengah air dari mulutnya.

“Astaga suamiku jorok sekali.” Eunha kembali mengambil tisue dari tasnya lalu membersihkan  air di sekitar bibir dan dagu Mingyu. Juga di kaos putih yang sedang dia kenakan.

“Kau bilang apa?  Aku ngidam? Bukannya hanya istri yang ngidam?”

“Para suami juga.”

“Apa?  Jadi aku ngidam?”

“Kemungkinan besar.” Eunha mengangguk tanpa memandang suaminya yang malah asik memakan potongan buah dari kotak bekal yang dibawanya.

“Jadi apa yang harus kulakukan?” Eunha mengangkat bahunya.

“Turuti saja. Apa lagi.”

Mingyu mendadak lemas dibuatnya. Seketika wajahnya berubah pucat.

“Aku tidak percaya ini. Ya Tuhan kepalaku tiba-tiba pusing. Tunggu,  aku ingin berbaring sebentar. Sepertinya aku lelah.” Dia memposisikan kepalanya di pangkuan Eunha menghadap perut buncit istrinya.

Kakinya yang panjang ditekuk kedalam karena kursi taman yang mereka duduki tidak sebanding dengan panjang tubuh Mingyu.

“Sayang,  kau tidur lagi? Jangan tidur disini,  ayo pulang. Mingyu,  Kim Mingyu bangun!” Eunha berusaha menepuk pipi suaminya tapi tidak ada respon. Eunha menghela napas berat. “Ngidamnya kambuh lagi.” Ucapnya pasrah.

Aku berniat buat chapter tambahan di setiap couple. Dan kali ini yang ngidam bukan istrinya tapi suaminya. Hahaha. Biar seimbang kan ya.
Jadi aku harap cerita ini menghibur dan mengingatkan kita pada couple-couple manis yang lagi jaga istri hamilnya di luar sana. See ya.

CRAVINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang