(Bubar) Yewon x Vernon II

320 26 10
                                    

Seorang sekretaris berjalan tergesa di belakang Yewon. Sesekali dia juga menekan tombol di telepon genggamnya tidak sabaran. Bos di depannya melenggang angkuh sambil sesekali menggerutu, hingga semua divisi di kantor itu bisa mendengar.

"Kau memilih siapa kali ini?"

"Entahlah, aku takut memilih."

"Ayolah, kau tidak asik."

"Dari wajah Nyonya Yewon datang tadi, aku yakin Pak Vernon memenangkan proyek itu lagi."

"Kau benar, tamatlah riwayat bos tampanku itu."

"Ssttt, sekretarisnya keluar."

Obrolan kedua staff itu terhenti karena mereka memilih kembali ke pekerjaan sebelum sekretaris jutek Yewon melaporkannya bergosip. Dengan wajah masam, sekretaris itu memijit pelipisnya sembari berlalu menuju pantry.

Yewon menutup pintu kasar, menimbulkan suara nyaring yang tidak begitu mengagetkan si tuan ruangan. Vernon duduk bersandar di kursinya dengan senyum samar, tampak sudah memprediksi istrinya datang dengan arogansi khasnya. Sungguh dia tidak bisa berpaling walau hanya sedetik dari wajah cantik khas Yewon.

"Raut marah tidak cocok di wajahmu, sayang. Lebih baik kau tersenyum lalu kemari lah." Vernon menggerakkan jari telunjuknya, tapi lihat istrinya tidak bergerak sama sekali.

"Tersenyum dalam mimpimu. Dan aku pun tidak mau dekat-dekat denganmu, menjijikkan."

Walau sudah saling menyatakan cinta sebelumya, perseteruan kecil tidak bisa dihindari dalam rumah tangga mereka. Tapi Vernon suka itu. Dia suka bagaimana Yewon marah dan menentangnya dengan percaya diri, menurutnya itu sangat seksi. Walaupun dia harus mengkoreksi beberapa kata kasar yang diucapkan oleh istrinya, selebihnya dia tergila-gila.

Vernon tidak punya pilihan lagi, dia bangkit tanpa melepas tatapan dengan istrinya, mendekat lalu sedikit menunduk. Yewon seketika memundurkan badannya tapi buru-buru ditarik mendekat oleh tangan Vernon.

"Siapa yang ingin dekat denganmu? Aku hanya ingin menyapa anakku," ucap Vernon dengan wajah seriusnya. Dia merendahkan badan hingga kepalanya selevel dengan perut buncit Yewon. Dia mencium lama dan mengelus lembut perut itu.

"Jangan kaget ya sayang, mommy hanya sedikit marah sama daddy. You hear me, I know it right. I tell you every night to be a good boy and let me handle your mom so you will not learn such a bad language. Ok? Love you."

Yewon memutar bola matanya. Apa yang dia katakan hanyalah kata biasa, hanya intonasi yang membuatnya terdengar buruk. Setelah kecupan terakhir, Vernon berdiri menatap istrinya. "Maksudku seperti itu, bukan ingin menciummu."

Dia berbalik menyembunyikan senyum jahilnya lalu berjalan ke mejanya. Pinggiran meja yang kokoh menjadi tumpuan duduk sementara otaknya merancang sanggahan yang akan dia lontarkan untuk melawan istrinya.

"Kau punya waktu 10 menit sebelum kita makan siang. No screaming, no trhowing my stuffs, and please sit down, Madam."

Walau hatinya berteriak, tapi Yewon menurut untuk duduk di sofa. Berdiri lama memang membuat kakinya pegal, tidak seperti dulu saat belum hamil yang mampu berdiri ber puluh menit. Vernon senang ketika Yewon sudah patuh tanpa melawan, karena mereka berdua tahu semua demi kebaikan Yewon dan bayinya. Sembari melirik istrinya, Vernon menyesap kopi yang ada di mejanya. Tidak satu dua kali, tapi berkali-kali dan akhirnya ditenggak sampai habis. Yewon menggeleng melihat tingkah suaminya dan juga 4 cup kopi di atas meja Vernon. Akhir-akhir ini Vernon jadi penggila kopi, malah seperti maniak.

"Waktumu mulai dari sekarang," ucap Vernon setelah meletakkan cup kopinya.

"Acara amal," mulai Yewon. "Ayah sudah tidak memperbolehkanku ikut proyek kantor karena sedang hamil. Tapi acara amal, bukanlah proyek besar kantor. Itu hanya sebuah, kau tahu, acara amal. Jadi kenapa itu juga jatuh ke tanganmu? Sejak kapan kau punya waktu mengurusi acara amal kecil-kecilan ini, huh?"

CRAVINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang